Chereads / Labyrinth of Memories / Chapter 2 - Jurnal?

Chapter 2 - Jurnal?

Episode 2 : "Bayangan dibalik Tirai"

Leon Cross berdiri di depan kantor polisi, memandang Elena yang tampaknya tenggelam dalam pikirannya. Mereka baru saja kembali dari rumah tua yang menakutkan di pinggiran kota, dan Leon merasa beban berat menyelimuti dirinya. Dia tahu bahwa ada lebih banyak yang harus diungkap tentang The Labyrinth dan misteri di sekitarnya.

Di kantor polisi, Leon segera membawa Elena ke ruang interogasi. Elena duduk di kursi dengan tatapan kosong, seolah-olah dia sedang mencoba merangkai ingatannya yang hilang. Leon duduk di seberangnya, membuka catatan dan buku yang dia temukan di rumah tua itu.

"Elena, aku tahu ini mungkin sulit," kata Leon lembut. "Tapi aku butuh kamu untuk menceritakan lebih banyak tentang apa yang kamu rasakan di dalam The Labyrinth. Apa yang terjadi di sana?"

Elena hanya diam hening, bahkan tampak seolah tidak mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan oleh leon padanya. Leon terus berusaha untuk mencoba membuat Elena membuka suaranya tetapi semua hasilnya percuma.

Setelah sekitar 20 menit berlalu akhirnya Leon terlihat keluar dari ruang interogasi dan meninggalkan Elena sendirian didalam. Gabriel si Asisten Penuntut Umum Tampak duduk diluar ruang interogasi sambil menunggu kabar terbaru mengenai Elena. "Uh, Leon! bagaimana keadaan Elena? apakah dia sudah bicara?." Tanya Gabriel pada leon

"Kehampaan masih menyelimuti dirinya. Gabriel, aku serahkan Elena padamu untuk sementara waktu. Aku akan kembali besok," ujar Leon, sambil mulai berjalan meninggalkan ruangan.

Dia berhenti sejenak dan menoleh ke belakang. "Aku harus kembali menyelidiki tempat itu lagi. Aku berharap kau bisa ikut, tapi saat ini aku tidak bisa mempercayakan Elena pada siapa pun selainmu. Jadi, selamat tinggal untuk sekarang. Kita akan bertemu lagi nanti."

Leon segera keluar dari kantor polisi dan menuju mobilnya dengan langkah cepat. Setelah memasuki kendaraan dan menyalakan mesin, dia melajukan mobilnya menuju rumah gotik yang sama dengan tekad yang tak tergoyahkan. Misteri yang terus mengganggu pikirannya mendorongnya untuk mencari jawaban.

Setelah beberapa waktu, Leon akhirnya tiba di depan rumah tua itu. Menatap bangunan yang menjulang di hadapannya, dia keluar dari mobil dan mengenakan jubah hitamnya yang menambah kesan misterius di malam yang gelap. Jubah itu bergetar lembut diterpa angin malam, menambah nuansa menegangkan dari situasi tersebut.

Leon melangkah dengan hati-hati menuju pintu utama yang besar dan berat. Dalam pencariannya sebelumnya, dia menemukan ruang tersembunyi di rumah ini. Dia merasa ada sesuatu yang belum dia temukan, dan dorongan untuk mengungkap misteri semakin kuat.

Saat dia mendekati pintu, Leon merasakan suasana semakin mencekam. Langkahnya diikuti oleh gema yang memburu di lorong kosong. Dengan hati-hati, Leon membuka pintu kayu yang berat, dan suara berderitnya menyambut keheningan yang dingin di dalam rumah.

Di dalam, suasana lebih menakutkan dari sebelumnya. Kegelapan menyelimuti ruangan-ruangan, dengan cahaya bulan yang hanya menerangi sebagian dari lorong-lorong yang penuh debu. Leon menggunakan senter untuk menerangi jalan, dan dia kembali ke ruang tersembunyi yang dia temukan sebelumnya.

Di sana, Leon menyadari ada beberapa petunjuk yang mungkin terlewatkan. Dengan teliti, dia memeriksa setiap sudut ruangan, menemukan beberapa catatan tambahan dan foto-foto lama yang mengungkap lebih jauh tentang eksperimen yang dilakukan di The Labyrinth. Beberapa gambar menunjukkan kondisi para korban sebelum dan setelah eksperimen, yang memperkuat keyakinannya bahwa The Labyrinth tidak hanya mengendalikan pikiran, tetapi juga menghancurkan identitas mereka.

Tiba-tiba, Leon mendengar suara gemerisik di belakangnya. Dia berbalik dengan cepat, senter di tangan dan pistol terangkat. Di tengah kegelapan, dia melihat tuntunan suara, memicu rasa waspada yang mendalam. Dengan hati-hati, Leon mengikuti arah suara tersebut, melintasi ruangan gelap menuju sebuah pintu kecil yang tersembunyi di balik tirai usang.

Dia membuka pintu tersebut dengan lembut dan memasuki ruangan kecil yang tampaknya merupakan laboratorium. Alat-alat eksperimen bertebaran di meja, dan di dinding terdapat diagram yang menggambarkan struktur psikologis manusia. Satu diagram yang menarik perhatian Leon adalah peta yang menunjukkan koneksi antara berbagai bagian otak dan trauma yang dihasilkan oleh eksperimen.

Dengan cermat, Leon memeriksa lebih jauh. Dalam kekacauan laboratorium, dia menemukan sebuah jurnal yang tampaknya milik Seseorang yang menjadi dalang dibalik semua ini. Jurnal tersebut mengungkapkan bahwa eksperimen terbaru bertujuan untuk membuka gerbang ke dimensi lain melalui trauma, seperti yang tertulis dalam catatan "Project Abyss."

Leon membaca singkat beberapa catatan di awal jurnal tersebut hingga ia akhirnya menemukan cara bagaimana ia bisa terhubung oleh sesuatu. "Ini adalah Puncak dari tirai yang membimbing ke pulau terapung!." Gumam Leon pada temuannya

Ia berjalan ke ruang pusat aktivis dan mencari-cari ke beberapa bagian atau sudut ruangan, hingga akhirnya Ia menemukan jurnal lain, tapi ketika Leon membukanya Ia justru mendapati sebuah peta yang tampak seperti bukan dunianya. Ketika leon menyentuh peta di halaman pertama—kejadian aneh terjadi

Leon seketika mengalami pingsan singkat yang tidak melenyapkan kesadarannya, hanya saja itu menarik kesadarannya ke alam lain. Hingga akhirnya Leon mendapati dirinya berada ditempat lain.

"Apa yang baru saja terjadi?" gumam Leon sambil memegangi kepalanya yang masih terasa pusing. "Setelah aku menyentuh peta itu, tiba-tiba aku berpindah ke sini."

Leon melihat sekeliling dan mendapati dirinya berada di sebuah ruangan besar yang mirip dengan ruangan sebelumnya, tetapi dengan arsitektur yang jauh lebih suram dan mengerikan. Dinding-dindingnya dipenuhi ukiran simbol-simbol yang tidak dikenalnya, dan langit-langit ruangan itu menjulang tinggi dengan cahaya redup yang berasal dari sumber yang tidak terlihat.

Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar besar dengan lilin-lilin yang menyala di sekitarnya. Leon berjalan menuju altar itu perlahan dengan kewaspadaan yang tinggi.

Namun langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara benturan keras dari tembok yang jaraknya cukup jauh darinya. Leon berjalan cukup cepat menuju sumber suara. Leon menyadari semakin ia dekat dengan sumber suara semakin cepat detak jantungnya

Leon berhenti di ambang pintu istana, napasnya tertahan. Di ujung pandangannya, ia melihat sesuatu yang mengerikan. Seorang pria tersungkur di tanah, terluka parah, sementara di depannya berdiri sebuah makhluk mengerikan-sebuah monster. Sosok itu memiliki tubuh menyerupai manusia, lengkap dengan dua kaki dan dua tangan yang kekar. Namun, yang paling mengerikan adalah kepalanya, seperti domba yang membusuk, dipenuhi kengerian yang tak terlukiskan. Di tangan kasarnya, monster itu menggenggam sebuah palu besar yang berkilauan di bawah cahaya temaram.

Monster itu perlahan memukul palunya ke telapak tangan satunya, suara benturan logam menggema di koridor sunyi. Tanpa ragu, Leon memutuskan untuk bertindak. Dengan langkah cepat, ia mulai berlari ke arah pria malang itu, bertekad untuk menyelamatkannya dari nasib buruk. Namun, seolah menyadari niat Leon, monster itu tiba-tiba berbalik. Tanpa peringatan, palunya melesat dengan kekuatan luar biasa ke arah Leon.

Pukulan itu menghantam Leon dengan kekuatan brutal, melemparkannya ke dinding batu. Rasa sakit menjalar di tubuhnya, tapi Leon tak menyerah. la bangkit sekali lagi, meski dengan napas tersengal. Matanya menatap tajam ke arah monster yang kini kembali menepukkan palunya ke telapak tangan, seolah memperingatkan Leon akan kekuatannya.

Monster itu melangkah maju, gerakannya cepat dan penuh ancaman. Leon, dengan naluri yang tajam, segera melompat ke samping, menghindari palu raksasa itu yang menghantam lantai dengan keras, menciptakan retakan di sekitarnya. Tanpa membuang waktu, Leon berlari ke arah pria yang tergeletak, mengangkatnya dengan cepat meski beban berat mendera pundaknya

Leon terus berlari, meski tanpa arah yang jelas. Satu-satunya yang terlintas di benaknya adalah bagaimana dia bisa selamat, bagaimana dia dan pria dipundaknya dapat terbebas dari teror monster domba yang memburunya. Jeritan nyaring terdengar, menggema di udara saat makhluk itu mengayunkan palu raksasanya ke tanah, menimbulkan bunyi dentuman yang mengguncang dan memekakkan telinga.

Sekejap kemudian, ruang di sekeliling Leon berubah dengan begitu mendadak. Dunia di sekitarnya menyempit, dibatasi oleh lapisan cermin tipis dan halus. Ketika Leon menabraknya, tubuhnya berpindah secara ajaib, berpindah posisi secara horizontal dalam domain yang kini mengelilinginya. Namun, yang lebih mengejutkan adalah saat dia menyadari dirinya telah berada tepat di belakang monster domba tersebut.

Makhluk itu berbalik dengan kecepatan luar biasa, mengayunkan palunya sekali lagi, kali ini mengarah tepat ke tubuh Leon. Pukulan itu mengenai sasarannya dengan sempurna, menghempaskan tubuh Leon yang sudah penuh luka, dan tubuh pria yang diangkutnya ikut terhempas karena gelombang kejut. Leon terlempar keras, menembus cermin dan kembali ke sisi berlawanan dari domain yang mengurungnya.

Domain yang mengelilinginya pun akhirnya pecah dan dunia disekitar leon kembali seperti semula kala. Namun kini Leon terkapar tak dapat bergerak sekaligus merasakan sakit luar biasa