"Aiden Royce." Orang itu menyebut namaku.
"Selamat, jiwamu terpilih untuk meneruskan perjuangan William Antoine. Apakah kau senang?" tanya orang itu. Aku berusaha untuk membuang wajahku dengan ketus. Aku merasa kesal, kesal karena orang aneh ini muncul dan terlihat untuk mencoba mempermainkanku.
"Ah, seharusnya kau senang karena kau dihidupkan kembali."
"Kau yang menghidupkanku kembali?" Aku berusaha menebaknya. Dari penampilannya, bentuk tubuh yang tidak masuk akal, dan penampilan seperti Dewa-Dewi langit, aku jadi yakin bahwa orang itu adalah dewa yang membangkitkanku kembali.
Orang itu terkekeh.
"Aku diutus untuk menghidupkanmu kembali dan menemanimu. Kau tahu? Para Dewa sangat tertarik denganmu karena puisi itu."
"Puisi itu?" Secara spontan aku bertanya.
"Ya, puisi yang William Antoine buat. Puisi itu mempunyai diksi-diksi yang sangat indah hingga puisi itu mendapat banyak sekali perhatian," jawab orang itu.
Aku mengangkat kedua alisku. Apakah benar puisi itu memang sangat indah? Seindah apa memangnya? Mengapa para Dewa sangat tertarik dengan puisi itu?
"Namun di balik diksi indahnya, ada pesan tersirat yang William Antoine berusaha beri tahu ke seluruh penjuru kota. Pesan tersebut berhasil menarik perhatian para Dewa, bahkan nama William Antoine sedang menjadi topik hangat di dunia para dewa." Orang itu berkata sembari melihat ke atas, seakan-akan ia sedang melihat 'dunia para Dewa' yang ada di atas langit.
Aku termenung. Para Dewa adalah makhluk yang sering kali disembah oleh manusia yang berarti pesan tersebut bukan berupa pujian-pujian terhadap mereka. Jika pesan tersirat tersebut layaknya berita besar bagi para Dewa, maka kemungkinan terbesar mengapa pesan tersirat tersebut merupakan berita besar adalah ...
... pesan itu mengungkapkan rahasia-rahasia para Dewa.
Bukankah begitu?
Aku tebak, tugas pertamaku adalah mencari tahu pesan tersirat yang ada pada puisi itu. Orang ini tampaknya tidak mau memberitahuku tentang pesan tersirat tersebut karena dia memang tidak mau membantuku. Dan juga dia masih menjadi sekutu Dewa.
"Aku mengerti," ungkapku kepada orang itu.
"Ada yang ingin ditanyakan?"
"Siapa kau?" Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang kupendam selama perbincangan kami berlangsung.
Orang itu menyeringai lalu terkekeh, ia menatapku dengan seringai yang masih terpampang di wajahnya.
"Aku bukan Dewa, aku hanya seorang keturunan Dewa."
"Maksudku, siapa namamu?" Tanyaku kembali.
" ... Eden." Jawabnya setelah terdiam untuk beberapa saat. Baik, aku akan mengingat-ingat nama itu.
Suara ketukan pintu terdengar, lalu pintu terbuka dan menampilkan Ezra dan Olivia yang menghampiri diriku. "Kau belum makan?" tanya Olivia.
Aku menggeleng lalu menjawab, "Aku perlu mengganti pakaian terlebih dahulu."
Aku melihat ke arah cermin, sesuai dugaanku, Eden menghilang begitu saja. Aku menoleh ke arah Ezra dan Olivia untuk meminta sesuatu.
"Aku ingin melihat puisiku."
"Puisimu? Hm ... aku tidak mengingat kertasnya terletak di mana," cicit Olivia seraya pergi dari kamar. Tersisa aku dan Ezra. Ia menatapku dengan dalam sampai membuatku kebingungan sekaligus bergidik ngeri.
"Ada apa?" tanyaku padanya.
"Will, aku harus menyembunyikan ini dari tunanganku." Setelah berbicara seperti itu, ia mengeluarkan sebuah barang dari sakunya.
Lalu sebuah knuckle dikeluarkan olehnya.
"Kau bisa jaga rahasia ini, kan?" harap Ezra padaku. Aku mengernyit. Itu hanya knuckle, kan? Namun dilihat dari cara bicara dan sorot mata Ezra sepertinya itu bukanlah knuckle biasa.
Aku sama sekali tidak mengerti, aku tidak tahu apa-apa, tetapi apa maksud dari benda tersebut?
"Baiklah," jawabku. Namun di dalam benakku, terlalu banyak pertanyaan yang menggema.
Terlalu banyak rahasia yang belum aku tahu.
---
Sudah jam sepuluh pagi, dan aku telah berganti pakaian menjadi kemeja putih dan celana hitam panjang. Yah, pakaian yang sangat kasual tetapi sudah menjadi budaya kota Reveryn untuk saat ini. Aku sedang berada di sofa kulit ruang tamu yang sangat empuk. Sungguh, aku iri terhadap sepasang tunangan kelas atas itu.
Aku membaca isi dari puisi yang telah William buat, judulnya adalah Abu-Abu, Sang Payung Teduh. Dari judulnya saja sudah menunjukkan betapa indahnya diksi-diksi yang ada di dalamnya. Aku melihat kertas tersebut untuk membacanya dengan seksama.
Abu-abu, sang payung teduh
Warnanya indah bagai bumi yang semu
Kala melihat langit, bintang pun binasa dalam abu-abu
Kami bersumpah, Maha kuasa abu-abu atas segala lindunganmu
Abu-abu, hiduplah bersama kami
Peluklah kami hingga elokmu bersih
Hingga mimpi buruk berganti seni, hingga asap berbalik api
Karena banyak hati menjerit padamu
Bagai sangkar berisi merpati
Abu-abu, sang warisan surga
Tanganmu memberi kekuatan dewa
Pelukanmu sungguh hangat bagai sang surya
Jagalah kami seperti pintu surga
Walau tiupanmu membawa kami ke jurang paling gelap
Tolong ... selamatkan dunia ini
Selamatkan kami dari keindahan ini
Jikalau engkau menyayangi diri ini
Mengapa ... mengapa aku yang terpilih?
... mengapa ini sangat abstrak?
Aku mengerti, secara keseluruhan puisi ini menggunakan metafora. Contoh kecilnya adalah penggunaan kata 'abu-abu' yang artinya warna monokrom di dunia ini.
Dari yang kutangkap, isi puisi ini adalah pujian untuk monokrom yang telah 'melindungi' dunia dan harapan kepada dewa agar monokrom dunia tidak berakhir. Aku mengerti mengapa puisi ini tersebar luas dan terkenal di kota Reveryn, tetapi aku tidak mengerti mengapa puisi ini juga terkenal di kalangan para Dewa. Puisi ini dikenal oleh para Dewa karena makna tersiratnya, tapi apa?
Keanehan yang paling terlihat ada di bait terakhir. William seakan-akan meminta tolong kepada dewa untuk menghapus keindahan dunia ini.
Yang dimaksud 'keindahan' dalam puisi tersebut adalah abu-abu.
'Bagai sangkar berisi merpati', baris itu sudah pasti mengisyaratkan bahwa William dan masyarakat yang lainnya ingin bebas dari monokrom ini.
Dan juga bait terakhir adalah suara hati William sendiri, William mengungkapkan bahwa abu-abu itu adalah bencana yang membuat ia 'terpilih'. Namun aku masih belum mengerti apa yang membuat para Dewa tertarik dengan puisi ini, karena bait terakhir ini juga lebih mewakili perasaan masyarakat-masyarakat bumi.
Lalu apa maksud dari 'mengapa aku yang terpiih'?
Lalu apa pesan tersiratnya?
Pesan tersiratnya tidak mungkin berada di bait pertama karena gagasan pada bait tersebut adalah pernyataan William kepada abu-abu yang sudah melindungi mereka semua.
Tunggu, melindungi?
Melindungi dari apa?
Ah, ini sangat amat memusingkan. Wajar saja karena makna puisi bisa disimpulkan dari perspektif yang berbeda-beda.
Lebih baik aku tidur saja.
---
Dua jam setelahnya, aku berjalan-jalan bersama Ezra dan Olivia berkeliling kota Reveryn. Tidak, lebih tepatnya Ezra dan Olivia ingin berkeliling kota lalu mengajakku untuk berkeliling bersama mereka.
Aku merasa direndahkan ketika melihat kemesraan mereka berdua.
"Aku ingin membeli es krim," pinta Olivia kepada Ezra.
Ezra mengangguk, lalu mengatakan, "Silakan, nona."
Lalu mereka berdua tertawa bersama. Aku yang berada di belakangnya hanya bisa menatap mereka berdua secara datar, kemudian aku ikut tersenyum bersama mereka. Tidak, aku tersenyum karena kemesraan mereka bisa aku jadikan inspirasi puisiku agar namaku semakin besar.
Ya, aku sudah memutuskan bahwa di dunia ini aku bertujuan untuk menjadi penyair terkenal dan meraih kekayaan.
"Will." Olivia memanggilku, aku pun tersadar dari lamunanku lalu menatap Olivia.
"Kau mau es krim rasa apa?"
Biarkan aku berpikir sebentar. Sejujurnya aku tidak terlalu menyukai es krim karena rasanya cenderung manis, jadi mungkin aku memilih rasa vanila saja.
"Vanila," jawabku kepadanya.
"Kau yakin? Rasa itu terlalu membosankan."
"Yang membosankan selalu hebat," ucapku sembari tersenyum
Kami bertiga memasuki sebuah kedai kopi. Suasananya sangat hangat walaupun hanya diisi oleh warna abu-abu saja. Aku dan Olivia duduk di bangku pelanggan, sedangkan Ezra pergi ke kasir untuk memesan es krim nya.
"Olivia," panggilku pada perempuan yang ada di depanku.
"Kalau tiba-tiba aku mempunyai senjata, bagaimana reaksimu?"
Pertanyaanku didasari dengan Ezra yang tiba-tiba menunjukan knuckle padaku. Rasanya sangat aneh sampai Ezra ingin merahasiakan senjata itu, jadi aku secara halus bertanya pada Olivia.
Namun reaksi Olivia membuatku heran, ia terlihat terkejut dengan pernyataanku.
"Tidak! Kau tidak boleh menyentuh senjata apapun!" seru Olivia padaku. Kali ini giliranku yang terkejut, bahkan Ezra sampai menoleh ke arah kami berdua.
"Bagaimana mungkin aku mengizinkanmu untuk melawan monster? Bukankah kau sudah berjanji agar tidak mati?"
"Tunggu, monster?" Secara spontan aku bertanya pada Olivia karena terkejut.
" ... Ya? Monster." Kelihatannya Olivia juga ikut kebingungan melihat diriku yang linglung. Sungguh kepalaku sangat pusing, terlalu banyak teka-teki yang otakku terima. Transmigrasi, William Antoine, monokrom, Eden, puisi, dan sekarang adalah monster?
Lagi-lagi, dunia fantasi macam apa ini?