Malam itu sunyi, terlalu sunyi untuk sebuah dunia yang masih bernafas. Hanya desir angin yang berhembus, menggerakkan dedaunan kering di tanah, seakan alam pun menahan napas, menunggu sesuatu yang tak terelakkan. Di tengah kegelapan, sebuah cahaya redup menyala—seberkas lilin di tengah reruntuhan kuil yang terlupakan.
Di sana, seorang anak perempuan berdiri, matanya terpaku pada simbol kuno yang terukir di lantai batu. Simbol itu bersinar samar dalam cahaya lilin, memancarkan aura yang menakutkan sekaligus memikat. Dengan tangan yang gemetar, dia menyentuh simbol itu, merasakan kehangatan yang aneh mengalir ke tubuhnya.
"Akhirnya, kau datang," sebuah suara berbisik, bukan dari ruang di sekitarnya, tetapi dari dalam pikirannya. Suara yang dingin, namun akrab, seakan-akan sudah lama menunggu momen ini.
Anak perempuan itu menelan ludah, merasakan jantungnya berdegup lebih kencang. Dia tahu apa yang akan terjadi. Telah lama dia mencari kekuatan ini, kekuatan yang tersembunyi di balik kabut legenda. Dan kini, ketika dia hampir mencapainya, rasa takut dan kegembiraan bercampur menjadi satu.
"Apakah kau siap menerima takdirmu?" Suara itu bertanya, semakin mendesak.
Dengan satu tarikan napas dalam, dia memejamkan mata dan menjawab dengan suara yang hampir tak terdengar. "Aku siap."
Saat kata-kata itu terucap, simbol kuno di bawah kakinya mulai bersinar terang. Cahaya lilin padam, dan kegelapan menyelimuti semuanya. Namun, di dalam kegelapan itu, kekuatan baru telah dibangkitkan—kekuatan yang akan mengubah takdir dunia selamanya.
Sang kematian telah bangkit.