Matanya yang pucat seperti maut menatap langsung ke arahku, dan seketika, desir merinding di tulang punggungku. Rasanya seolah-olah pandangannya bisa menembus jiwaku dan melihat apa yang ada di dalamnya, membongkar semua pertahananku sampai aku tak terbentung lagi kecuali inti diriku, siap untuk penilaian Dewi Bulan.
Aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas— ada urat putih tembus pandang yang menutupi setengah bawah wajahnya, tetapi gerakan bibirnya masih jelas.
Saat dia berbicara, bahkan suaranya tidak terdengar seolah-olah berasal dari dunia ini. Ada resonansi yang aneh setelah setiap konsonan, membuat rasanya seolah-olah suaranya langsung disampaikan ke dalam pikiran kita. Mungkin ini adalah hal terdekat yang bisa ku dapat sebagai tautan kawanan.
"Dewi Bulan sangat ingin bertemu denganmu," katanya.