Bandara dan Keberangkatan
Pagi itu, suasana di pesantren begitu berbeda dari biasanya. Keceriaan bercampur dengan harapan yang membuncah di antara seluruh penghuni pesantren. Syakhila Aqila dan Asyifa Adila, dua santri yang telah dikenal karena ketekunan dan kecerdasan mereka, bersiap untuk berangkat menuju Turki. Mereka bukan hanya membawa nama pesantren, tetapi juga membawa harapan besar untuk meraih prestasi dalam perlombaan Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) tingkat internasional.
Keberangkatan mereka diawali dengan doa bersama di halaman pesantren. Para santri lainnya, para ustadz, dan ustadzah berkumpul untuk memberikan restu dan dukungan. Dalam lingkaran doa tersebut, Ustadz Shiddiq Husein memberikan nasihat yang begitu menyentuh hati. Dengan suara lembut namun penuh wibawa, beliau mengingatkan Aqila dan Adila tentang pentingnya keikhlasan dalam setiap usaha. "Ingatlah, anak-anak, yang terpenting bukanlah kemenangan, tetapi niat kalian yang tulus dalam mengagungkan kalam Allah. Segala usaha yang kalian lakukan adalah bentuk pengabdian, dan biarlah Allah yang menentukan hasil akhirnya."
Setelah doa dan nasihat tersebut, rombongan kecil yang terdiri dari Aqila, Adila, Ustadzah Shalsa, dan Ustadz Fathir berangkat menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Di dalam perjalanan menuju bandara, perasaan gugup mulai menyelimuti hati Aqila dan Adila. Mereka menyadari bahwa perjalanan ini adalah sebuah tantangan besar, bukan hanya karena mereka akan bersaing dengan peserta dari seluruh dunia, tetapi juga karena ini adalah pertama kalinya mereka keluar dari Indonesia, melangkah ke tanah asing dengan budaya yang berbeda.
Sesampainya di bandara, mereka segera menuju ke counter check-in. Namun, seperti yang sering terjadi dalam perjalanan internasional, ada penundaan tak terduga. Pesawat yang seharusnya mereka tumpangi mengalami masalah teknis, dan keberangkatan mereka terpaksa ditunda selama beberapa jam. Penundaan ini menambah kegugupan mereka. Mereka duduk di ruang tunggu, mencoba mengalihkan perhatian dari rasa cemas dengan mengulang hafalan dan diskusi tentang persiapan lomba.
Ustadzah Shalsa, yang sudah terbiasa menangani situasi seperti ini, berusaha menenangkan mereka. "Ini adalah bagian dari ujian kalian," katanya sambil tersenyum. "Allah ingin melihat sejauh mana kesabaran dan keteguhan hati kalian. Jadikan ini sebagai waktu tambahan untuk mendekatkan diri kepada-Nya." Ustadz Fathir pun memberikan motivasi, mengingatkan mereka bahwa setiap langkah dalam perjalanan ini adalah bagian dari rencana Allah yang harus mereka hadapi dengan tawakal.
Setelah beberapa jam menunggu, akhirnya pengumuman bahwa pesawat mereka siap berangkat terdengar. Mereka menarik napas lega dan bersiap untuk memasuki pesawat. Perjalanan udara yang panjang dari Jakarta menuju Istanbul memberi mereka banyak waktu untuk merenung, berdoa, dan mempersiapkan diri secara mental. Di dalam pesawat, meskipun tubuh mereka lelah, hati mereka dipenuhi dengan semangat dan harapan untuk menjalani perjalanan ini dengan baik.
Eksplorasi Istanbul
Sesampainya di Bandara Istanbul, mereka disambut dengan pemandangan yang sangat berbeda dari apa yang biasa mereka lihat di Indonesia. Udara musim semi yang sejuk, arsitektur bangunan yang megah, dan kebisingan kota yang hidup menjadi pengalaman pertama yang langsung menyita perhatian mereka. Istanbul, dengan sejarahnya yang panjang sebagai jembatan antara Timur dan Barat, menawarkan pesona yang tak terlukiskan bagi Aqila dan Adila.
Setelah menyelesaikan urusan imigrasi dan pengambilan bagasi, mereka dijemput oleh panitia lokal yang membawa mereka ke hotel tempat mereka akan menginap selama perlombaan. Namun, sebelum masuk ke dalam agenda latihan yang padat, mereka diberi kesempatan untuk menjelajahi sebagian kecil dari keindahan Istanbul. Kunjungan pertama mereka adalah ke Hagia Sophia, sebuah situs bersejarah yang dulu merupakan gereja, kemudian masjid, dan sekarang museum. Di dalam bangunan megah ini, Aqila dan Adila terpesona oleh keindahan seni arsitektur Bizantium yang berpadu dengan elemen-elemen Islam.
Saat berjalan melalui ruangan besar Hagia Sophia, Adila merasakan getaran spiritual yang kuat. "Bayangkan, di sini, berabad-abad lalu, orang-orang berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan, meskipun dengan cara yang berbeda," gumamnya. Aqila mengangguk, merasakan hal yang sama. Mereka merasakan betapa besar dan luasnya dunia ini, dan betapa sejarah dan kebudayaan yang beragam dapat menyatukan manusia dalam pengabdian kepada Sang Pencipta.
Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan ke pasar tradisional, Grand Bazaar, yang terkenal sebagai salah satu pasar tertua dan terbesar di dunia. Di sini, mereka tenggelam dalam hiruk-pikuk pedagang dan pembeli yang berinteraksi dalam berbagai bahasa. Warna-warna cerah dari kain, perhiasan, dan barang antik memanjakan mata mereka. Namun, di tengah keramaian, perhatian mereka tertuju pada seorang ibu tua yang tampak kebingungan. Ibu tersebut kehilangan barang-barangnya dan terlihat sangat cemas.
Aqila dan Adila segera menghampiri ibu tersebut. Dengan bahasa Inggris sederhana dan bahasa tubuh, mereka mencoba membantu ibu tersebut mencari barang yang hilang. Setelah beberapa saat, mereka berhasil menemukan tas ibu itu yang tertinggal di salah satu kios. Ibu tersebut sangat berterima kasih, dan setelah mengetahui bahwa Aqila dan Adila adalah peserta perlombaan MTQ, dia memperkenalkan mereka kepada beberapa anggota komunitas lokal yang aktif dalam kegiatan sosial.
Melalui pertemuan singkat itu, Aqila dan Adila diundang untuk berpartisipasi dalam kegiatan amal yang diadakan oleh komunitas tersebut. Mereka dengan senang hati menerima undangan tersebut, merasakan bahwa ini adalah kesempatan untuk melakukan kebaikan dan menebar manfaat, sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan di pesantren mereka.
Persiapan Perlombaan
Dengan semakin dekatnya jadwal perlombaan, Aqila dan Adila mulai fokus pada persiapan akhir mereka. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu di pusat pelatihan yang disediakan oleh panitia. Pusat ini dilengkapi dengan fasilitas lengkap untuk membantu peserta mempersiapkan diri secara maksimal. Di sini, mereka berlatih dengan tekun, memperdalam pemahaman tentang Al-Qur'an, dan berusaha menyempurnakan bacaan mereka.
Selama latihan, mereka didampingi oleh seorang ustadz lokal yang sangat berpengalaman. Ustadz ini memberikan banyak bimbingan dan masukan yang sangat berarti. Ia mengajarkan mereka teknik-teknik membaca Al-Qur'an yang lebih mendalam, dan bagaimana cara mengekspresikan makna dari ayat-ayat yang mereka baca dengan lebih baik. Setiap sesi latihan diakhiri dengan doa bersama, memohon agar Allah memberikan kemudahan dan kekuatan dalam perlombaan nanti.
Meskipun latihan berlangsung intens, Aqila dan Adila tidak merasa tertekan. Sebaliknya, mereka merasa semakin percaya diri. Setiap hari, mereka merasakan kemajuan yang signifikan dalam kemampuan mereka, dan ini membuat mereka semakin siap untuk menghadapi kompetisi yang semakin dekat.
Pada malam sebelum perlombaan, mereka diundang untuk menghadiri acara budaya lokal yang diadakan di salah satu pusat komunitas di Istanbul. Acara ini menampilkan berbagai pertunjukan seni tradisional, termasuk tarian dan musik khas Turki. Suasana yang penuh kehangatan dan kebersamaan ini meninggalkan kesan mendalam bagi Aqila dan Adila. Mereka terinspirasi oleh semangat komunitas yang saling mendukung dan bergotong royong.
Di acara tersebut, mereka berbincang dengan banyak orang, mendengarkan cerita tentang kegiatan amal dan sosial yang dilakukan oleh komunitas setempat. Mereka belajar tentang berbagai program yang diinisiasi untuk membantu orang-orang yang kurang mampu, mulai dari menyediakan makanan hingga pendidikan gratis bagi anak-anak. Terinspirasi oleh semangat gotong royong dan kepedulian sosial tersebut, Aqila dan Adila memutuskan untuk turut serta dalam beberapa proyek amal yang akan diadakan selama mereka tinggal di Istanbul.
Mereka merasa bahwa pengalaman ini tidak hanya memperkaya pengetahuan mereka tentang budaya Turki, tetapi juga memperdalam pemahaman mereka tentang pentingnya memberi dan membantu sesama. Aqila dan Adila menyadari bahwa perjalanan ini tidak hanya tentang kompetisi, tetapi juga tentang bagaimana mereka dapat membawa manfaat bagi orang lain, di manapun mereka berada.
Dengan perasaan yang penuh harapan dan semangat, mereka kembali ke hotel untuk beristirahat, bersiap menghadapi hari yang besar. Di tengah keheningan malam Istanbul, Aqila dan Adila berdoa bersama, memohon agar Allah memberikan yang terbaik bagi mereka di hari perlombaan nanti.