Setelah melewati hari-hari yang dipenuhi dengan eksplorasi budaya dan kegiatan amal di Istanbul, Syakhila Aqila dan Asyifa Adila, bersama dengan tim pendamping mereka, bersiap menghadapi tantangan besar yang telah menanti mereka—perlombaan MTQ internasional. Hari pertama perlombaan tiba, membawa serta gelombang semangat dan ketegangan yang tak terelakkan.
Persiapan Menjelang Hari Pertama
Pagi itu, Aqila dan Adila bangun lebih awal dari biasanya. Udara Istanbul yang dingin terasa menyegarkan saat mereka berdiri di balkon kamar hotel, merenungi perjalanan yang telah mereka lalui hingga saat ini. Mereka telah menyiapkan diri dengan cermat—dengan doa-doa yang dilantunkan sepanjang malam, serta perenungan mendalam tentang makna keikhlasan yang ditekankan oleh Ustadz Shiddiq Husein sebelum mereka berangkat dari pesantren.
Ustadzah Shalsa dan Ustadz Fathir menemani mereka selama persiapan. Ustadzah Shalsa membantu mereka memilih pakaian tradisional yang akan dikenakan, memastikan setiap detail tampak sempurna. Aqila memilih gamis berwarna biru langit dengan hiasan bordir emas di ujung lengan dan leher, sementara Adila mengenakan gamis berwarna hijau tua dengan corak bunga-bunga yang halus. Mereka mengenakan hijab yang serasi dengan pakaian mereka, memastikan bahwa penampilan mereka tidak hanya rapi tetapi juga memancarkan kedamaian dan keyakinan.
"Yang paling penting adalah niat kalian," kata Ustadzah Shalsa sambil tersenyum, "Pakaian hanyalah penampilan luar, tetapi niat di dalam hati yang akan membawa kalian pada keberhasilan sejati."
Setelah sarapan ringan, mereka berkumpul di lobi hotel bersama peserta lain yang juga menginap di tempat yang sama. Mereka melihat wajah-wajah dari berbagai negara, masing-masing dengan ciri khas budaya mereka. Ada peserta dari Mesir yang mengenakan jilbab panjang dengan pola geometris, peserta dari Malaysia dengan baju kurung yang indah, dan peserta dari Turki yang tampil elegan dengan busana khas lokal.
"Ini benar-benar momen yang luar biasa," bisik Aqila kepada Adila. "Kita berada di antara yang terbaik dari seluruh dunia."
Adila mengangguk, merasakan hal yang sama. Meskipun mereka berasal dari latar belakang pesantren yang sederhana, mereka merasa bangga bisa berdiri di antara para peserta internasional ini.
Di Arena Perlombaan
Saat mereka tiba di arena perlombaan, suasana sangat hidup. Aula besar itu dihiasi dengan bendera dari berbagai negara, dan deretan kursi dipenuhi oleh peserta dan pendukung dari berbagai belahan dunia. Ada panggung utama dengan mikrofon yang diatur dengan rapi, serta meja juri yang dipenuhi dengan kertas dan buku. Pencahayaan yang terang dan suara gemuruh percakapan membuat suasana semakin mendebarkan.
Aqila dan Adila duduk bersama tim mereka di area yang telah ditentukan untuk peserta dari Indonesia. Ustadz Fathir terus memberikan dorongan semangat, sementara Ustadzah Shalsa berdoa dalam hati untuk kelancaran dan keberhasilan mereka.
"Yang kalian butuhkan hanyalah fokus dan ketenangan," Ustadz Fathir berbisik saat mereka menunggu giliran tampil. "Ingat, kalian sudah melakukan yang terbaik dalam persiapan. Sekarang saatnya menunjukkan apa yang telah kalian pelajari."
Saat nama mereka dipanggil, hati Aqila dan Adila berdetak lebih kencang. Mereka melangkah ke panggung dengan kepala tegak, berusaha mengabaikan rasa gugup yang perlahan merayap di dalam diri mereka. Saat berdiri di depan mikrofon, mereka mengambil napas dalam-dalam, mengingat setiap kata nasihat yang telah diberikan oleh para guru mereka.
Suara mereka bergema di seluruh aula saat mereka melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan penuh khidmat. Setiap kata diucapkan dengan jelas, setiap nada ditinggikan dan direndahkan dengan sempurna sesuai dengan tajwid yang telah mereka pelajari selama bertahun-tahun. Mereka merasakan getaran di dalam hati, bukan karena ketakutan, tetapi karena kekuatan dari ayat-ayat yang mereka bacakan.
Saat mereka selesai, ruangan hening sejenak sebelum tepuk tangan menggema dari seluruh penonton. Aqila dan Adila tersenyum lega, saling memberikan pandangan penuh makna sebelum mereka turun dari panggung. Mereka tahu bahwa mereka telah memberikan yang terbaik, dan itu adalah pencapaian tersendiri.
Latihan di Sela-Sela Perlombaan
Hari-hari berikutnya penuh dengan sesi latihan dan penilaian yang lebih intensif. Setiap hari dimulai dengan latihan pagi, di mana mereka kembali mengasah kemampuan membaca Al-Qur'an mereka di bawah bimbingan Ustadz Fathir. Meski mereka telah melalui hari pertama dengan baik, mereka sadar bahwa tantangan sesungguhnya baru dimulai. Setiap hari adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dan meningkatkan performa.
Di sela-sela perlombaan, mereka juga menghadiri sesi penilaian oleh para juri. Juri memberikan umpan balik yang sangat berharga, menunjukkan area di mana mereka bisa lebih baik lagi. Aqila dan Adila menerima setiap kritik dengan rendah hati, menyadari bahwa ini adalah bagian dari proses belajar.
"Ini bukan hanya tentang menang atau kalah," Ustadz Fathir mengingatkan mereka setelah salah satu sesi penilaian. "Ini tentang bagaimana kalian terus belajar dan tumbuh. Setiap kesalahan adalah pelajaran, dan setiap pelajaran membawa kalian lebih dekat pada kesempurnaan."
Mereka juga menyempatkan diri untuk menonton penampilan peserta lain. Dari peserta Mesir, mereka belajar tentang kekuatan vokal yang luar biasa; dari peserta Malaysia, mereka mengagumi kelembutan dan keindahan melodi; dari peserta Turki, mereka terkesan dengan keselarasan dan ketepatan tajwid yang hampir sempurna. Setiap penampilan memberi mereka wawasan baru, memperluas pemahaman mereka tentang berbagai teknik dan gaya dalam melantunkan Al-Qur'an.
Namun, meskipun mereka berusaha untuk tetap fokus dan tenang, ada saat-saat di mana mereka merasa tegang. Tekanan untuk tampil dengan baik, ditambah dengan ketatnya persaingan, terkadang membuat mereka merasa cemas. Tapi setiap kali kegugupan itu muncul, mereka selalu ingat akan dukungan dari komunitas yang mereka bantu sebelumnya, serta doa dan harapan yang dibawa dari pesantren.
Momen Tak Terduga
Di tengah kesibukan dan tekanan perlombaan, sebuah kejadian tak terduga terjadi yang menguji bukan hanya kemampuan mereka, tetapi juga karakter dan sikap mereka dalam menghadapi situasi sulit.
Suatu pagi, saat mereka sedang dalam perjalanan menuju arena perlombaan, salah satu peserta dari negara lain mengalami masalah teknis dengan peralatan yang digunakan untuk tampil. Peserta tersebut, seorang remaja laki-laki dari Pakistan, terlihat panik karena mikrofon yang seharusnya digunakan tiba-tiba rusak. Wajahnya pucat, dan ia tampak tak tahu harus berbuat apa.
Melihat situasi itu, Aqila dan Adila segera mendekati peserta tersebut, menawarkan bantuan tanpa ragu. Mereka berbicara dengan panitia, mencari solusi terbaik untuk memperbaiki peralatan tersebut. Setelah beberapa saat, dengan bantuan teknisi setempat, masalah mikrofon berhasil diatasi, dan peserta tersebut bisa melanjutkan penampilannya tanpa hambatan.
Setelah insiden itu, remaja tersebut mengucapkan terima kasih dengan mata yang berbinar, tak bisa menyembunyikan rasa lega dan syukurnya. Aqila dan Adila hanya tersenyum dan mengatakan bahwa membantu sesama adalah hal yang wajar, terutama di saat seperti ini.
Tindakan mereka tidak hanya mendapat pujian dari peserta lain, tetapi juga dari juri yang mengamati dengan cermat. Salah seorang juri, seorang ulama terkemuka dari Arab Saudi, bahkan memuji mereka di hadapan seluruh peserta, mengatakan bahwa sikap tersebut menunjukkan integritas dan keluhuran budi yang seharusnya menjadi landasan dalam setiap perlombaan.
"Keberhasilan sejati bukan hanya diukur dari kemampuan kalian di panggung," kata ulama tersebut, "tetapi juga dari bagaimana kalian berperilaku di luar panggung. Ketika kalian menolong sesama, itulah kemenangan yang sesungguhnya."
Kata-kata itu terukir dalam hati Aqila dan Adila. Mereka menyadari bahwa meskipun persaingan ini penting, nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan jauh lebih berharga. Kejadian itu menguatkan tekad mereka untuk tidak hanya berusaha menjadi yang terbaik dalam kompetisi, tetapi juga menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain.
Penutup Hari Pertama
Hari pertama perlombaan pun berakhir dengan banyak pelajaran berharga. Aqila dan Adila kembali ke hotel dengan perasaan lega dan puas. Mereka berhasil melewati hari yang penuh dengan tantangan dan tekanan, namun tetap bisa menjaga sikap dan integritas mereka. Malam itu, mereka menghabiskan waktu dengan berdoa dan bersyukur atas segala pengalaman yang telah mereka alami, mempersiapkan diri untuk hari-hari berikutnya yang pasti akan lebih menantang.
Mereka memahami bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang mengejar gelar juara, tetapi juga tentang menemukan makna di balik setiap langkah yang mereka ambil.