2023 tahun penuh perubahan pada. Hidup, waktu yang cukup panjang mengizinkan aku untuk terus menulis. Tanpa ada halangan meski pikiran menganggu. Derai air mata pun tak pernah turun. Bangkit dari tempatnya, merasa terpuruk terurai oleh kata per kata.
Mungkin, beberapa dari orang akan mengatakan bahwa mati adalah cara terbaik. Tapi apa salahnya memikirkan beberapa hal tentang kematian? Bukankah itu hal yang istimewa? Maksudku, kesempatan untuk hidup hanya sekali. Jadi aku harus bisa menciptakan banyak peluang abadi, termasuk karya tulis.
Kata orang, hidup untuk sekali. Tetapi aku bisa hidup dengan abadi karena karya tulis yang aku abadikan selama aku hidup. Sampai akhirnya aku harus menghembuskan nafas terakhirnya. Aku kembali ke jalan dimana memang aku ditetapkan, maksudnya.. aku yang memiliki tempat di dimensi berikutnya.
Kematian, semua orang tau itu adalah takdir yang pasti. Kapan waktu itu akan tiba, semestinya aku harus tidak ada lagi di dunia. Entah apa Tuhan izinkan aku untuk kembali hidup, hidup dari sebuah kata mati untuk selamanya.
***
2014, Sekolah menengah pertama.
Semenjak pertama masuk sekolah, aku mendapatkan teman-teman yang begitu baik kepadaku meskipun tidak semua adalah orang yang benar-benar peduli denganku.
Pagi itu seperti biasa, aku datang selalu dengan waktu mepet dengan waktu sekolah masuk atau bel sekolah yang menandakan bahwa bel masuk telah berbunyi. Karena rumah dan sekolah saat itu sangatlah dekat, sekitar 500 meter dari rumah untuk pergi ke sekolah.
Paginya, aku duduk di bangku dan mulai mengerjakan beberapa tugas atau pr yang belum aku selesaikan. Menunggu guru masuk kami sekelompok ada sekitar 4 orang mengerjakan tugas yang belum rampung secara cepat atau kami menyebutnya sebagai the power of kepepet.
"Jov, bagi pr matematika dong"
"Bentar, gw belum ngerjain beberapa sih"
"Nih"
Kami pun mengerjakan tugas matematika yang seharusnya kami kerjakan saat kami di rumah, tetapi kamu terlalu malas untuk mengerjakannya. Sehingga kami mengerjakan tugas rumah atau PR tepat mengerjakannya di sekolah.
Pagi yang cerah dihari itu seperti tidak ada badai yang ingin menghampiri diriku, aku yang berbeda dari murid lain masih sering menggunakan pensil dibandingkan dengan bolpoin atau pulpen.
Aku paling takut dan akan merasakan rasa sakit dimata ketika aku menggunakan bolpoin atau pulpen itu sendiri. Maka dari itu aku mengerjakan tugas matematika dengan pensil karena aku akan merasa kurang nyaman ketika menggunakan alat tulis itu.
Beberapa menit seletah bel masuk, kami merapihkan buku yang berserakan di meja kami. Menyembunyikan pekerjaan rumah atau PR kami seolah-olah kami baru saja mengeluarkan buku itu untuk kami belajar.
Segala gimik yang kami usahakan untuk meminimalisir ketahuan jika kami belum mengerjakan pekerjaan rumah matematika akhirnya dapat kami manipulasi dengan meyakinkan guru bahwa kami baru saja duduk di bangku ini lantaran tadi kami dari luar kelas dan kami masih menggendong tas sekolah kita di depan halaman sekolah.
"Shen (Cen), kamu ga ngerjain pr lagi dari ibu?"
"Eh.. nggak Bu, aku udah ngerjain kok di rumah"
"Bohong, itu buktinya kamu lagi buka buku tulis buat ngerjain pr ya!"
"Nggak bu! Kami bertiga udah mengerjakan, dan sekarang sedang berdiskusi untuk memastikan PR kami tidak ada kesalahan". Untungnya Temanku Fajar berhasil meyakinkan bahwa kami benar-benar sedang berdiskusi tentang pelajaran.
Setelah cek-cok dengan guru itu, kami diminta untuk segera mengumpulkan buku kedepan meja guru. Semua murid juga mengikuti perintah dari seorang guru matematika itu untuk mengumpulkan pekerjaan rumah untuk diberikan nilai.
Pagi itu aku berpikir bahwa benar-benar tidak ada beberapa masalah dalam hari-hari. Lagi dan lagi, entah siapa yang sudah usil dengan membuang tas ranselku berada di belakang sekolah yang terbilang masih banyak tanah liat dan tanah disebelah sana benar-benar kotor.
Sekolah dengan murid tidak begitu banyak bangunan sekolah yang sedang berada ditahap kontruksi pembangunan, aku berharap tup*ware dan buku-buku aman terkendali tanpa ada yang hilang atau rusak.
Entah siapa pelakunya, setelah aku pergi dari kelas untuk istirahat lantaran bel istirahat telah berbunyi. Aku bergegas pergi ke kantin untuk membeli beberapa makanan ringan untuk mengganjal isi perut. Memang benar aku mengingatnya bahwa aku menaruh tas dengan baik tanpa ada cacat dalam buku itu.
Setelah aku balik ke kelas, seperti yang aku katakan sebelumnya. Barang-barang semua hilang dan aku tidak mengetahui siapa pelakunya. Aku hanya bisa mengatakan kepada sahabatku yaitu Farhan untuk membantuku mengumpulkan buku-buku dan peralatan tulis yang terlempar kearah belakang sekolah yang mana tempat itu cukup curam dan masih banyak pepohonan yang tinggi dan tua.
"Han, bantuin gw dong"
"Eh.. iya. Lagian siapa yang usil sama lu sih?"
"Ya gatau, lu liat sendiri kelas sepi banget. Mau kita cari tau juga bakal susah"
"Yaudah, kita kebelakang sekolah yuk untuk ambil barang-barang gw Han.. gw kesel sih tapi gw ga bisa nuduh gitu aja ga punya bukti soalnya"
"Iya sih.. yaudah gw bantu elu buat ngambil tas dan beberapa barang elu dibelakang."
Kami pergi kebelakang sekolah untuk mengambil semua barang-barang yang memang disengaja untuk berserakan dimana-mana. Jujur hari ini adalah hari yang menjengkelkan, terlebih lagi barang artifak mamaku yaitu botol minum bermerk telah hilang. Pasti mama akan marah dan akan mengatakan bahwa aku teledor dalam menjaga barang.
"Cen ini buku lu"
"Iya makasih udah mau bantu gw.."
"Iya gapapa Cen, siapa sih emangnya kok iseng banget. Mana tas lu jadi kotor"
"Gatau, lu tau sendiri Han. Gw dari awal masuk sekolah aja banyak yang usil atau gangguin gw"
"Iya sih.."
"Mau ngadu ke guru juga ga bakal ada yang mau ngaku, jadi gw cuma bisa diem aja deh.."
"Iya Cen gw ngerti."
Setelah kami membereskan barang-barang yang dibuang ke belakang sekolah, aku dan Farhan bergegas menuju kelas untuk kembali.
Sempat cerita aku menceritakan tentang barang-barang yang dibuang kebelakang kelas kepada temanku yaitu Fajar dan Jovi, setelah itu mereka berdua bertanya tentang keadaanku apakah aku baik-baik saja atau hanya barang seperti tas, buku, botol minum kesayangan mama, dan peralatan lain yang dibuang kebelakang sekolah.
"Tapi lu gapapa kan?"
"Iya gw gapapa, soal barang lu tau gak siapa pelakunya?"
"Tadi gw sama Jovi dari depan buat ke toilet, awalnya masih ada barang-barang elu. Ini kita baru aja nyampe di kelas karena kebetulan bel masuk juga kan."
"Eh Shen, menurut gw pasti ada yang ga suka sama elu.."
"Ya tapi gimana? Gw ga bisa nuduh tanpa bukti gitu aja dong.."
"Iya sih, lagian tadi kelas sepi."
Kami berempat berdiskusi tentang siapa pelakunya, tapi tidak memberikan hasil yang maksimal untuk mencari bukti pelaku. Jujur, kepala dan kesadaran sekunder memberontak keluar. Segala gejala sakit terhadap kepala ini mulai timbul dengan sendirinya.
Aku telah menghabiskan makanan diwaktu istirahat tadi, dan aku memutuskan untuk beristirahat dan berdiam diri sampai guru berikutnya menggantikan pelajaran matematika.
Seperti masa-masa aku sewaktu masih sekolah dasar, rentetan film memori berputar-putar di dalam benak ini. Kepala begitu berisik dengan kesadaran sekunder yang saling berdiskusi siapa pelaku dari kejadian ini.
Jujur saja aku juga tidak pernah menganggu siapa-pun. Aku hanya berteman dengan teman-teman yang benar-benar baik kepadaku. Aku tidak pernah menganggu atau merugikan siapa-pun. Entah mengapa rentetan trauma seperti retakan kaca yang berserakan kemana-mana.
Segala banyak pertanyaan dan pertanda buruk tentang kesehatan mulai menghantui alam bawah sadar. Saat jam pelajaran, kepala terasa kosong dan tidak bisa fokus dengan apapun yang guru terangkan kepada diriku sendiri.
Rentetan peristiwa yang terjadi membuat aku semakin tidak enak badan, aku memutuskan untuk izin ke ruang UKS untuk beristirahat sejenak.
"Permisi, bu saya mau ke koperasi untuk ambil minyak kayu putih terus saya mau ke UKS untuk beristirahat.. badan saya kurang enak"
"Oke boleh, kamu sakit apa?"
"Nggak apa-apa, saya cuma tidak bisa fokus dengan pelajaran ibu aja. Saya juga merasa seperti ingin pingsan jadi saya izin keluar kelas untuk istirahat di UKS."
"Oh boleh, badan kamu panas juga ya?". Guru itu mengizinkan aku untuk segera beristirahat ke UKS, aku yang berjalan sempoyongan diminta untuk segera istirahat. Aku memiliki bekas luka begitu banyak di dalam batin ini. Pengalaman selalu menghantui diriku sehingga aku menjadi seorang yang Ling-Lung atau bingung ketika ada masalah serupa. Untungnya guru meminta Fajar menemaniku untuk mengantar aku ke ruang UKS dan meminta Fajar mengambil Minyak kayu putih di ruang koperasi.
Setelah beberapa saat, aku diantar ke ruang UKS dan segera istirahat. "Shen, lu kenapa? Udah pucat kulitnya kok malah nambah pucat?". Tanya Fajar ketika mengantarku ke ruang UKS. Aku hanya menjawab bahwa aku hanya kelelahan, tidak lebih dan tidak kurang aku mengatakan apa yang aku alami. Tapi aku tidak pernah menceritakan tentang masa lalu ketika aku masih ada di bangku sekolah dasar.
Untung saat aku masih kelas 7 SMP, aku dipertemukan dengan beberapa orang yang masih mau menolong aku walaupun tidak semua murid menyukai diriku. Mungkin.
Di jam pelajaran tepatnya jam 10.15 aku sedang berada di UKS untuk istirahat. Dan ada guru yang menyuguhkan sebuah teh hangat kepadaku. Aku hanya membalas dengan senyuman tipis dan mengucapkan terimakasih atas suguhan yang disajikan kepadaku.
Aku istirahat sejenak, dan memejamkan mata. Setelah meminum Paracetamol yang diberikan oleh guru itu, aku meminum nya dengan teh hangat. Tubuh ini terasa nyaman ketika aku meminum teh itu.
Mengingatkan aku dengan teh buatan kakek dari mamaku, membuat aku merasa rindu dengan kampung halaman. Pejamkan mata perlahan membuat diriku merasa kantuk begitu berat. Reaksi obat yang aku minum mulai menghantarkan aku untuk tertidur.
Sebuah mimpi yang cukup aneh menggambarkan sebuah ruangan hampa dan berisi aku dan kesadaran lain. Di dalam mimpi itu, aku melihat anak kecil mirip denganku, dan ada wanita namun itu seperti diriku sendiri dengan versi berbeda. Semuanya terasa aneh. Mereka melihat kearah ku. Sehingga aku sedikit merasa ketakutan.
Dimensi dari mimpi melemparkan aku ke tepian sungai yang begitu gelap. Menandakan aku sedang mengelilingi sebuah perahu rakit kecil mengikuti arus sungai gelap itu.
Aku hanya mengingat mimpi aneh itu, iya. Mimpi dimana tahun 2014 aku beristirahat diruang yang disediakan oleh guru untuk aku beristirahat.
Terasa hanyut dalam mimpi, menggambar semua masa lalu seperti neraka terbayang saat perahu rakit kecil itu mengikuti arus. Seperti pecahan kaca yang membawa aku kedalam kesadaran paling dalam. Aku hanya mengikuti semua siksaan dan gambaran dari apa yang aku lihat, seperti sebuah halusinasi atau entah ini berada dimensi mana aku tinggalkan.
Arus dari sungai itu perlahan-lahan tanpa aku sadari semakin deras, dan aku terjatuh di sebuah penghujung sungai itu. Lalu terlempar ke dalam dimensi berbeda untuk sekian kalinya. Perjalanan psikologi cukup aneh.
Dan hal itu membuat tubuh ini terbangun dari tidur yang cukup mengistirahatkan tubuh yang kelelahan. Aku terbangun dan mendengar detikan jam dinding yang berbunyi. *Tik. Tik. Tik.*
Menyadari bahwa itu sebuah mimpi paling aneh yang telah aku temui selama aku hidup. Ya orang bilang bunga tidur tidak akan menjadikan sesuatu hal yang berpengaruh dalam hidup. Tetapi menurutku sungai dan memiliki ujung dari perairan gelap dengan rakit kecil membuat aku takut.
Waktu aku masih sekolah menengah pertama adalah neraka kecil yang cukup indah aku tempati. Waktu bel pulang berbunyi dan aku segera kembali untuk pergi ke kelas. Untung temanku membawakan tas peralatan sudah dimasukan ke dalam tasku.
Hati kecil mengatakan bahwa kamu lah teman terbaik saat aku berada di bangku sekolah menengah pertama. Terimakasih telah menemani waktu dan sudah menjadikan aku seperti saudara kandungmu walau aku bukan dari rahim yang sama.
Keesokan harinya. Aku tertidur begitu panjang dengan demam yang cukup tinggi. Halusinasi dan suara-suara aneh terasa berat disekitar badan ini. Suhu tubuh begitu tinggi membuat aku tidak merasa prima.
Orangtua terlebih lagi mamaku, membangunkan aku yang sepertinya aku sedang epilepsi atau kejang ketika tubuh ini sudah di ambang batas. Jujur, hari ini seperti hari akhir menurutku.
Aku bukan melakukan percobaan bunuh diri, akan tetapi suhu tubuh membuat serangan jantung dan membuat aku kehilangan kesadaran selama 3 hari. Aku seperti orang mati, akan tetapi orang tua tidak menyadari bahwa aku benar-benar mati dikala aku terkena serangan jantung.
Rasa sakit meremas jantung seperti di hancurkan, rasa panas dari tubuh membuat halusinasi begitu mengerikan. Seperti sedang melihat sebuah malaikat pencabut nyawa. Menghantarkan aku kedalam alam dimensi berbeda.
Perasaan apa yang kamu rasakan ketika mati? Apa perasaan yang terjadi ketika jantung dan nafas sesak menghembuskan nafas terakhir seperti siksaan kecil yang membuat tubuh ini tersiksa. Sakit sekali.
Kegelapan ruh yang seperti dibawa ke alam lain, memperlihatkan beberapa hal aneh terjadi padaku. Aku tidak mengetahui apakah aku masih bernafas atau tidak. Jelas untuk suhu tubuh begitu tinggi membuat jantung dan beberapa syaraf seperti perlahan-lahan membuat aku mati rasa.
Mata dan pengelihatan lain mulai kabur, tanpa ada siapapun yang menjagaku ketika serangan itu menyerang kepada tubuh ini. Sepertinya ini adalah akhir hayatku. Mungkin.
Mengingat beberapa hal siksaan sosial dan internal membuat tertekan, aku sepertinya bebas. Bebas dari kehidupan.
Namun, tiga dari hari yang aku lalui ternyata aku belum mati. Dan kembali bernafas dan hidup seperti kesempatan ke-dua untuk aku menjalankan kehidupan ini.
***
2018, SMK - Kelas 11.
Cerita aku tentang pertemanan cukup gelap, mengutuk semua hal setelah aku kembali dari prakerin. Pengalaman mengutuk dan ingin mengakhiri nyawa seperti pilihan terbaik untuk aku hidup.
Kematian, depresi, pertanyaan. Semua menghantui diriku. Beberapa hari, hampir sekitar seminggu aku tidak masuk sekolah. Orang tuaku mengizinkan aku untuk beristirahat, akan tetapi lagi dan lagi aku menyakiti diriku sehingga jantung ini berhenti.
Percobaan bunuh diri. Iya bunuh diri. Meminum 5 keping obat yang kadaluarsa, membuat jantung dan sesak nafas begitu menyakitkan. Menanyakan kenapa aku hidup? Kenapa aku waktu itu diberikan kehidupan lagi? Mengapa?
Aku benci kehidupan ini, aku benci diriku. Kenapa aku harus ditakdirkan untuk hidup? Menyakitkan. Kenapa orang-orang di bumi ini tidak benar-benar bisa aku percaya? Bahkan keluarga sendiri!
Depresi secara menyeluruh, kecemasan memakan asa. Merobek semua draft tulisanku. Membuang dan menghapus semua sertifikat penulis, serta menghapus semua prestasi dengan tulisan.
Semua terasa buntu, tubuh yang berganti menjadi orang lain. Pengelihatan halusinasi membawa keterpurukan. Seperti neraka dalam hidup, melihat suara dengan warna serta garis yang berbeda.
Selama ini aku hidup, hanya untuk dibenci. Serta tidak layak untuk dicintai. Serangan jantung membuat jantung berhenti, seperti di tikam ratusan jarum besar berkali-kali. Mengingat rasa sakit itu kembali.
Aku, bangkit kembali dengan nafas lega setelah semua terasa gelap. Sekitar 4 hari aku tidak masuk sekolah, tanpa bercerita kepada siapapun termasuk orang tuaku sendiri.
Mereka, pasti akan mengatakan bahwa aku mampu dan doktrinasi seperti aku baik-baik saja. Sebentar lagi atau beberapa tahun lagi aku lulus. Dengan kata sabar.
Semua seperti hantu yang membisik kepala ini. Entah apa yang aku rasakan mati adalah jalan terbaik namun tidak benar-benar menyelesaikan masalah. Rasanya begitu menyakitkan, terlebih ketika aku berdiri di lorong kegelapan dengan suara-suara jerih payah seorang yang telah mati.
Jiwa-jiwa yang terbawa ke alam dimensi berbeda, terlempar dan terbanting. Merasakan sakit begitu brutal berada di kepala ini. Seperti darah yang mendidih, merasuki kepala ini.
Terlempar kembali ke satu ruangan pintu basement menggambarkan rumah sederhana dengan perabot seperlunya. Aku berjalan ke arah semua ruangan yang memiliki tiga kamar tidur, dan satu toilet terkunci.
Dinding rumah dalam dimensi itu memiliki foto seperti aku dan anak-anak. Serta memiliki satu pendamping yang aku peluk entah itu siapa. Aku berjalan keluar dari rumah bertingkat dan memiliki basement.
Membuka pintu secara perlahan-lahan, dan melihat cahaya tanpa awan. Langit begitu biru tapi entah dimana semua terlihat jelas. Perbedaan dari rumah itu terasa monokrom, sedangkan halaman luar begitu hijau dan cerah.
Seperti pohon tunggal besar berada di depan rumah monokrom itu, aku melihat betapa indah Padang rumput yang tenang membawaku ke ketenangan hakiki. Suara sungai dan kicauan burung seperti membiusku untuk menari-nari.
Tidak lama kemudian, aku tersedot kembali kedalam rumah dan terlempar di belakang pintu masuk sebelum aku menuju basement. Pintu itu terbanting dan tertutup rapat sehingga aku tidak dapat masuk lagi ke dalam rumah itu.
Semua terasa gelap dan aneh, ini kah kematian? Apa yang dimaksud dengan apa hal yang telah di tunjuk kepadaku? Entahlah.
Semua terlempar kesebuah ruangan sempit yang perlahan-lahan tembok sekitarku terasa semakin menyempit. Membuat tubuh seperti remuk dan gepeng seperti tidak tersedia dari tubuh awal mula.
Tersadar kembali dan membuka mata dengan nafas kembali. 2018, percobaan bunuh diri. Gagal dan aku hidup kembali.
***
2023, sekarang.
Hari ini, mengingatkan hari kematian yang lalu. 2 kematian gelap dan mengerikan membuat aku teringat akan keberadaan Tuhan. Entah semua pertanyaan mengapa aku dihidupkan dan memiliki kepribadian yang lebih dari satu.
Kemarin tanggal 18 April 2023, aku pergi ke rumah sakit untuk kontrol lanjutan. Menceritakan kepada dokter tentang apa yang telah aku lalui. Sebuah kemajuan majemuk 1% setiap harinya terasa baik untuk diriku.
"Bagaimana kabar kamu Shendi?"
"Aku baik, dan tidak baik juga."
Aku menceritakan semua tentang sebulan setelah aku konseling dengan psikiater itu. Sebut saja namanya Ibu Dr. Azizah. Dia mendengarkan semua ceritaku selama kurang lebih 30 menit. Mungkin. Aku bercerita dengan pengalaman apa saja yang harus aku lakukan.
Memberikan nama, berinteraksi dengan kepribadian yang lain. Membuat sesuatu hal perubahan kecil yang pasti akan menjadikan kebaikan untuk bisa menerima diri sendiri lebih sempurna.
Aku mengatakan kepada Dr. Azizah bahwa aku belum bisa jujur kepada kedua orang tua. Bahwa aku sebenarnya sudah lama tidak masuk kuliah, dan menjadi mahasiswa non-aktif setelah kejadian tidak terkendali oleh diriku.
Aku menjelaskan bahwa aku belum bisa jujur kepada keluarga, tapi aku berhasil jujur kepada kakak ku. Untung kakak perempuan juga mengerti apa yang telah aku lalui dikala aku masih sekolah.
Obrolan kami berdua di rumah sakit Dr. Azizah mengatakan kepadaku. "Gapapa kamu begini, terpenting kamu sudah berani menceritakan melalui novel kamu kan?". Begitu pertanyaan dan pernyataan membuat aku yakin bahwa aku bisa lebih baik dari sebelumnya. "Kamu ingat, mungkin sekarang kamu tidak bisa berbicara kepada keluarga kamu yang bisa dikatakan maaf. Kolot. Tapi saya yakin, kamu mungkin di bulan ke-tiga setelah kontrol lanjutan ada kemungkinan kamu sudah berani untuk terbuka kepada dunia". Begitu juga dengan keyakinan aku untuk bisa mengontrol 8 kepribadian mayoritas yang tinggal dalam tubuh ini.
Aku yakin aku bisa mengendalikan mereka termasuk kepribadian yang minoritas entah ada berapa kepribadian yang tidak bisa aku hitung dan menggantikan posisi kesadaran primer sebagai landasan utama mereka berganti.
Aku hidup kembali, menanyakan tentang kehidupan. Mungkin, aku akan merasakan kematian itu untuk terakhir kalinya. Tuhan mungkin mengizinkan aku untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menjadi versi terbaik dari diri yang lalu sehingga aku menjadi seorang yang bisa hidup dengan bahagia dengan prioritas menerima diri sendiri tanpa ada rasa bersalah dalam kehidupan yang sementara ini.
Mungkin cerita kematian ini terasa sangat aneh, atau bias. Tapi memang 2x dengan bertemu dengan kematian itu seperti mimpi sementara. Rasa sakit yang aku alami, trauma dari cerita sebelumnya. Semua berkaitan seperti puzzle atau pecahan kepingan fragmen yang berserakan mengumpulkan aku menjadi seorang yang bisa menerima diri jauh lebih baik dari masa di kala itu.
Karena aku disini untuk menjadi lebih baik, seiring waktu. Aku yakin dan semua hikmah kecil telah aku pelajari, apa pun yang terjadi. Tetap hidup. Tetap bernafas.