Chereads / From Zero to Legend / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

Rasanya ingin muntah, semuanya terasa begitu gelap, dingin dan menyakitkan. Ini bukan salah mereka juga, berhutang memang terpaksa dilakukan karena hanya ini satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tapi, bukankah cara ini tidak ada bedanya dengan bunuh diri?

"Faran!"

Satu kali lagi tendangan keras menyasar perutnya. Bunyi keras tercipta, seperti suara karung yang ditendang. "A-aku belum bisa melunasi semuanya sekarang, kumohon, jangan sakiti keluargaku... ," ujar pemuda itu meringkuk didalam sebuah gang yang sepi. "Aku akan melunasinya Minggu depan, aku berjanji."

"Apakah dia sudah terlihat seperti pengemis?" kata seorang pria yang mendaratkan sepatu kotornya tepat diatas kepala Faran.

Sedangkan pria lainnya terlihat lebih kalem, namun tatapannya jauh lebih kejam dibandingkan rekannya. Dia adalah orang yang memiliki uang serta kekuasaan jauh dari yang dimiliki makhluk rendahan didepannya. Dengan menghisap sebatang rokok yang kian habis terbakar, pria itu berjongkok didepan wajah Faran. "Dengarkan aku, belatung."

Tangannya dengan cepat mencengkram rahang Faran kuat-kuat, seakan ingin menghancurkan tengkorak pemuda itu. "Aku tidak peduli kau masih bersekolah atau tidak, aku tidak peduli akan kondisimu saat ini, aku juga tidak peduli dengan kehidupan miskin mu samasekali. Yang aku butuhkan hanyalah uangku yang telah kau pinjam, persetan dengan cara yang akan kau tempuh, jual ibumu, jual adikmu... dan lunasi semua hutangmu padaku besok!"

Dengan angkuh, pria itu melepaskan cengkeramannya, meludah ke samping sebelum pergi meninggalkan Faran yang masih terbaring disana, menatap langit malam yang seketika menurunkan hujan deras.

"Nak, apakah mereka sudah pergi?" tanya ibunya ketika Faran baru saja masuk ke dalam rumah.

"Kakak baik-baik saja?" timpal Melyn, adik perempuannya.

"Sudah," balas Faran tanpa menatap wajah ibunya. "Aku baik-baik saja."

Kondisi rumahnya begitu sempit, sederhana dan gelap. Siapapun yang masuk, akan dapat dengan mudah melihat seisi rumah, termasuk sebuah kamar berukuran 1,5 x 2 meter, yang lebih cocok disebut lemari penyimpanan dibandingkan sebuah kamar. Namun, disanalah biasanya Faran menghabiskan malamnya untuk beristirahat.

Dengan kondisi basah kuyup, pemuda itu melepas pakaiannya, menutup pintu kamar dan berbaring di tumpukan kapuk yang mereka sebut sebagai kasur. "Aku muak," ujarnya lirih. "Hari esok akan selalu seperti ini, bekerja lagi, sekolah lagi... ah iya, bahkan uangku tidak juga akan pernah terkumpul untuk biaya kuliah."

"Kenapa kehidupan ku sebangsat ini? Tubuhku seakan mati rasa. Apakah hidupku akan terus seperti ini?!"

"Jika saja aku lebih berani... atau paling tidak, jika saja ibu keluar saat orang-orang itu menghajarku, mungkin rasanya tidak akan sesakit ini," imbuhnya, berlinang air mata.

[From Zero to Legend]

Keesokan harinya, semuanya berjalan dengan semestinya, seperti yang telah dia pikirkan pada malam itu, dan seperti yang telah dia takutkan pada malam yang sama. Pekerjaannya begitu memuakkan, tidak ada waktu sisa untuk menikmati masa libur sekolahnya, semua waktunya telah dia habiskan untuk bekerja dan melihat keributan yang terjadi di dalam keluarganya.

Setiap detik pada jam dinding diujung sana, terlihat begitu lambat. Faran terpaku olehnya, menanti shift kerjanya berakhir.

"Kembali lagi bersama kami di CMDC News! Ramai di media sosial hari ini, warga berdesakan membeli perangkat VR Horizon Googles untuk bermain game paling populer di dunia, yaitu VR Horizon."

"Bukankah itu siaran ulang?" ujar Faran kembali merapikan rak makanan ringan di minimarket. Dia samasekali tidak tertarik dengan berita yang baru saja muncul di televisi.

"Ini samasekali bukan hoax, apalagi orang bodoh yang berfikir jika ini adalah siaran ulang! VR Horizon Googles sedang promo besar-besaran, harganya kini turun hingga 50%!"

Mendengar berita itu, kedua alis Faran tersentak ke atas, matanya terbelalak dan bibirnya tersenyum sinting.

"Tunggu apa lagi?!" seru presenter TV. "Beli VR Horizon Googles di toko terdekat, stok terbatas!"

"Woy anjing!" Bapak gembul pemilik minimarket tidak dapat menahan amarahnya ketika melihat Faran yang berlari keluar. "Gajimu bulan ini akan aku potong setengahnya!"

""Ngomong-ngomong, yang barusan itu berita apa? Itu presenter berita atau sales?" pungkasnya, melihat kearah TV dengan menarik dagu.

Disisi lain, dengan penuh semangat, Faran mengayuh sepedanya dengan cepat. Rambutnya terbelah angin malam, dadanya terasa dingin, namun dia tidak peduli. Perkataan "stok terbatas" sepertinya telah melekat di benaknya, sekaligus memberikan sebuah alarm peringatan darurat yang terus berbunyi dikepalanya.

"Jam berapa sekarang? Jam 9 malam? Oh, jam 10 malam... tidak masalah, seharusnya masih tersisa untukku."

"Maaf stok promonya sudah habis, Kak."

Senyuman wanita cantik didepannya terlihat begitu kejam. Faran terduduk lemas, menyadari barang yang ingin dia beli telah habis, lebih tepatnya yang lagi promo. "Sia-sia diriku, yang hampir saja tertabrak truk, nyatanya aku sudah terlambat."

"Yasudah mbak, saya permisi, terimakasih," ujar Faran, berjalan keluar toko.

"T-tunggu! Apakah kakak begitu menginginkan VR Horizon Googles?"

Faran berhenti, "Apakah aku bisa mendapatkannya dengan harga murah?"

"Tentu saja," jawab si penjual. "Hmm... Lebih tepatnya, Kakak bisa membawa pulang paket lengkap dari VR Horizon Googles malam ini juga."

Wajahnya terharu, hampir menangis ketika mendengar jawaban itu. Rasanya ingin menikahi wanita penjual itu walaupun ini terdengar sinting. Tapi sungguh, kapan lagi bisa mendapatkan VR Horizon Googles dengan harga semurah ini dan langsung bisa dibawa pulang. "Jadi, gimana caranya mbak? Apa ada promo khusus?"

"Caranya dengan metode pembelian melalui kredit ya, Kak."

[From Zero to Legend]

"Ini samasekali tidak murah," tangis Faran sambil memarkirkan sepeda didepan rumahnya. "Persetan dengan harganya, setidaknya aku bisa bermain game itu malam ini."

"Masalah uang aku bisa membuat konten makan rumput liar dipinggir jalan seperti tahun lalu." Mungkin dirinya benar-benar jadi sinting karena tekanan ekonomi.

Kotak kardus dari peralatan VR ini ternyata cukup besar, ditambah kondisi rumah yang gelap, Faran harus berhati-hati agar tidak membangunkan keluarganya. "Aku pikir mereka semua sudah tidur, baguslah."

"Sial, hampir saja aku menginjak kaki ayah," batinnya gugup setengah mati.

Digesernya pintu kamar yang terbuat dari triplek, "Kakak?" suara malaikat maut terdengar tepat dibelakangnya. "Itu apa?"

"Me-melyn, anu... akan aku jelaskan besok," jawab Faran gagap bukan main. "Mau seblak? Besok akan kakak belikan jika Melyn mau."

"Seblak?! Tentu saja aku mau!"

"Shhh!" -membungkam mulut adiknya dengan tangan- "Baiklah, kalau begitu... kembalilah tidur, besok kakak belikan, mengerti? Selamat tidur Melyn."

"Selamat tidur, Kak."

Rasanya terharu, sampai dia tidak bisa berkata-kata. Faran terus memandangi sebuah kacamata VR yang mereka sebut sebagai VR Horizon Googles. Kabel pengisian daya, buku panduan, pelindung kaca, bahkan kardus kemasannya sudah dia hirup baunya seperti seorang maniak. "Sialan, ini terasa seperti mimpi, aku akan menjadi Warlord malam ini juga!"

Selamat datang di dunia VR Horizon, di mana batas antara realitas dan virtualitas mulai memudar.