Chereads / From Zero to Legend / Chapter 4 - Chapter 4

Chapter 4 - Chapter 4

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, jika datang masanya, dimana Faran memiliki seorang teman. Terlebih dia adalah seorang wanita. Wanita yang tangguh.

"Hyaaat!" seru pemuda itu membantai semua goblin yang tersisa.

Mayat-mayat goblin mulai bertumpuk mengotori benteng. Darahnya tercecer disegala penjuru, dan pada saat itulah pedang ditangan Faran berhenti berayun. Dia lelah, tentu saja. Namun, senyuman penuh kepuasan tidak dapat dia sembunyikan dari bibirnya. "Aqua, sepertinya ini yang terakhir," kata Faran, menyimpan kembali pedang ke dalam sarungnya.

"Jika benar begitu, sekarang waktunya kita menerima hadiahnya."

[Hadiah - Gelombang Goblin - Gate 1]

[100 XP]

[50 Zon Credits]

[Misteri Item]

"Zon Credits?" tanya Faran penasaran dengan apa yang barusan muncul di panelnya.

"Zon adalah mata uang di Horizon, kau bisa menggunakannya untuk berbagai macam hal dalam game, atau kau bisa juga menukarnya dengan uang asli," jelas Aqua mendekati Faran.

"Jadi yang mereka katakan ternyata memang benar adanya." Faran menatap jauh ke sebuah hutan diseberang sana, hingga berhenti di sebuah pegunungan es yang tertutup oleh tebalnya kabut. "Ngomong-ngomong 50 Zon Credits bisa ditukarkan dengan berapa Rupiah?"

"50 Zon sama dengan 50.000 rupiah, 100 Zon sama dengan 100.000 rupiah, setidaknya seperti itu," jawab Aqua, santai. "Namun jika kau ingin bertahan di game ini, lebih baik gunakan uang mu untuk memperkuat diri, upgrade level, senjata, membeli item, dan lain-lain."

"Contohnya seperti item misteri yang baru saja kita dapatkan, aku baru saja membuangnya karena aku hanya mendapatkan item kelas D yang tidak berguna," lanjut wanita itu.

"Item misteri? Sebentar, coba aku lihat." Dengan penasaran Faran membuka panelnya, lalu pergi ke bagian inventori, disana terdapat uang atau Zon Credits, perlengkapan zirah yang dia pakai dan sebilah pedang kelas D. Namun, disudut sana terdapat sebuah kotak dengan tanda tanya besar disetiap sisinya, tentu saja tanpa basa-basi Faran membuka kotak itu. "Ah, aku mendapatkan sebuah kalung!"

"Oh itu, kalung mana kelas D, kau juga bukanlah seorang penyihir, jadi jual saja item itu ke tempat lelang—"

"Untukmu!" dengan gugup Faran membungkuk, mengulurkan kalung itu dengan kedua tangannya kearah Aqua. "Ini untukmu saja, sebagai tanda terimakasih dariku!"

Hari segera berganti, Matahari yang sedari tadi menyinari pertempuran hebat mereka, kini perlahan tenggelam di cakrawala, meninggalkan garis bayangan memanjang dari tubuh mereka berdua yang masih setia berdiri disana.

"Siapa namamu? Apakah Faran, sesuai dengan yang ada di panelku? Atau malah benar jika namamu adalah Cinta?" tanya Aqua ketika memakai kalung itu.

Sedangkan Faran, malah tertegun melihat betapa cantik wanita didepannya. Ini pertama kali baginya, dapat sedekat ini dengan seorang wanita. Biasanya dia akan sangat grogi jika berhadapan langsung dengan mereka di dunia nyata. Namun, game ini adalah virtual, tidak ada yang perlu dicemaskan, hanya saja, perasaan yang timbul akibat kedekatan ini rasanya begitu nyata dan dia sangat menikmatinya.

"Benar, namaku Faran," jawab pemuda itu penuh senyuman. "Seharusnya aku membuat nickname khusus, tapi entah kenapa avatar ku jadi begitu saja setelah aku masuk ke gamenya."

"Sudah jelas kau terlewat, Faran." Aqua menepuk helm besinya, tepatnya dibagian kening. "Seharusnya, kau buat dulu nickname kamu di bagian pengaturan awal."

"Sepertinya aku tidak melihat apapun, selain beberapa peringatan," balas Faran. "Lupakan saja, sekarang yang paling penting, bagaimana caraku untuk menukar Zon dengan uang asli?"

"Kita harus pergi ke Teralia, itu adalah sebuah kota besar dimana para player berkumpul. Disana kita dapat menjual barang, menukar uang, mencari job, dan lain-lain."

"Wah, rupanya ada tempat sekeren itu," balas Faran mengepalkan kedua tangannya antusias. "Aqua, bisa antar kan aku kesana?"

"Tentu, tapi tidak hari ini, Faran." -menguap sangat lebar- "Kita akan bertemu lagi besok, terimakasih untuk kalungnya, sampai jumpa, Faran."

"Aqua, tu-tunggu! Di mana kita akan bertemu lagi?!" teriak Faran, namun avatar wanita itu telah menghilang sepenuhnya melalui sebuah portal. Cahaya emas yang menyilaukan memancar dari portal itu, membingungkan mata Faran sejenak sebelum semuanya kembali tenang.

Faran berdiri di tempat yang sama, memandang ke arah portal yang kini telah tertutup rapat. "Memang boleh ya, sengantuk itu? Tapi apa boleh buat, sekarang memang sudah lewat tengah malam."

"Jika dipikir-pikir, sepertinya mustahil untuk menjadi Warlord dalam waktu satu malam."

[From Zero to Legend]

Hari demi hari telah berlalu begitu cepat. Faran mulai terbiasa dengan game barunya. Maksudnya, dia mulai terbiasa dengan pertarungan disana, berinteraksi dengan berbagai macam player dan memanfaatkan berbagai fitur yang tersedia disana.

Tak luput dari itu, sejauh ini keluarganya juga belum mengetahui keberadaan perangkat VR dikamarnya, kecuali adik perempuannya bernama Melyn, beruntung dia tidak mengadu ke ayah ataupun ibunya. Semuanya berjalan sesuai yang diharapkan, semoga hal ini dapat terus berjalan dan berubah menjadi jauh lebih baik lagi.

"Ternyata avatar dalam game juga tertidur selama aku off," ujar Faran diatas ranjang super empuknya. Dengan meminum cola melalui sedotan, Faran kembali menikmati permainan favoritnya. "Luar biasa, game ini benar-benar terhubung dengan dunia nyata."

[Waktu offline : 9 jam 32 menit]

Kini dia berada di dalam sebuah rumah kayu sederhana, dimana rumah itu sengaja diberikan secara cuma-cuma untuk setiap player baru di VR Horizon.

Setelah selesai bersiap dengan zirah dan pedangnya, Faran bergegas keluar rumah. Cahaya matahari dan angin sejuk segera menerpa wajahnya. "Wah, lihat ini!" serunya penuh semangat. "Perangkat tambahan yang ada ternyata juga dapat memberikan aroma dalam game dapat tercium di dunia nyata, ini benar-benar perangkat masa depan."

"Entah apa nama perangkat itu, apakah AI Aroma atau Aromatik AI?" lanjut Faran, mengerucutkan bibirnya. "Eh, siapa wanita dari kejauhan itu? Kenapa pagi-pagi begini?"

Senang bukan main saat Faran mulai mengenali wanita berzirah yang sedang menunggangi seekor kuda itu. "A-aqua?!" teriaknya dengan senyuman.

Tak berselang lama, perjalanan mereka akhirnya dimulai. Mereka berbincang sedikit, mayoritas masih dalam topik seputar game ini, tidak lebih. Dengan posisi Aqua yang memegangi tali kekang kuda, sedangkan Faran hanya membonceng dibelakang, tentu membuat harga diri Faran sebagai laki-laki merasa sedang dipertanyakan.

"Apakah di game ini tidak terdapat teleportasi atau semacamnya?" tanya Faran.

"Tentu saja ada," balas Aqua tanpa menoleh kebelakang. "Tapi mengendarai kuda jauh lebih efisien jika kita hanya ingin pergi ke Teralia."

Karena duduk tepat diujung, beberapa kali Faran hampir saja terjungkal kebelakang. Pemuda itu juga merasakan bagaimana rambut ekor kuda itu menyambar punggungnya, walaupun sudah terlindungi oleh zirah besi. "Apakah teleportasi adalah hal yang sulit dilakukan?" tanya Faran, berusaha menjaga keseimbangan karena begitu canggung untuk berpegangan pinggang wanita didepannya.

Sedangkan, Aqua terlalu fokus dengan kudanya, seakan dia tidak ingin berlama-lama dan terus memacu kudanya untuk berlari lebih cepat. "Tidak juga, hanya saja terlalu mahal jika hanya kita gunakan untuk ke kota," kata wanita itu, sedikit menoleh kebelakang.

Setelah beberapa menit mereka pergi, akhirnya tempat tujuan mereka sudah terlihat didepan mata. Rasa kagum tentu tidak dapat Faran sembunyikan saat melihat dinding kokoh yang menyelimuti kota dan bagaimana bangunan-bangunan berbentuk seperti kastil terlihat menjulang tinggi ke langit.

[Selamat datang di Teralia]