Kembali ke saat ini, di tempat Shiroyami.
Keesokan harinya pada jam 8:10a.m.
"Hac-chuum~~" (Bersin Asagi). "Hahhh, jadi seperti ini rasanya, musim dingin... Menyusahkan." *Tapi lebih mendingan daripada musim panas.* Mengeluh Asagi.
"Menyusahkan, Menyusahkan" Mengeluh Asagi (yang kedinginan).
Kemudian, datang Ayaka dan menyapa Asagi. "SELAMAT PAGII!!!". Tegur Ayaka.
Asagi yang disapa *tidak bereaksi* dan hanya berkata. "Diam..".
Ayaka "diam". Dia hanya "senyum-senyum usil" kepada Asagi.
Di saat itu, Ayano yang "melihat" sikap Ayaka sangat *merasa tertekan* dan merasa MUAK terhadap Ayaka. Ayano bahkan, "sudah menyiapkan" pelbagai *RENCANA untuk MELENYAPKAN Ayaka*.
Pada jam 3:40p.m.
Asagi dan teman-temannya (Kelompok Verse Five) berkumpul di "kelas Pisces" (di sana juga ada beberapa kolompok puisi yang lain, dan juga *ada yang bergabung dari kelas lain*). Mereka mula memikirkan tema dan isi puisi mereka.
Asagi tampak "cuek" dan *sangat malas* untuk memikirkan tema puisi BAHKAN isinya. Asagi hanya berkata.
"Kalian harus membuat puisi masing-masing" (SETIAP orang harus membuat satu puisi yang artinya kelompok ini akan *mempunyai 5 puisi sekaligus*). "Setelah itu, kalian sendiri, pilih puisi yang sesuai. Sisanya kuserahkan kepada kalian. *Selamat tinggal*..."
Setelah itu, Asagi *meninggalkan* mereka dan "melepas tanggungjawabnya" (Sebagai ketua kelompok).
"Ehhh...!?" Teman-teman Asagi yang kaget setelah mendengar "perkataan" Asagi (yang kelihatan "apatis" itu).
Asagi meninggalkan mereka. Tetapi entah kenapa, teman-teman Asagi hanya *terdiam seketika (seolah-olah sedang *dihipnotis*).
Setelah Asagi "menghilang", teman-temannya langsung *tersadar* dan mencarinya.
Ayaka merasa "sangat kaget", setelah dia mengedipkan matanya, Asagi *langsung menghilang*. Kerana Ayaka "mengetahui" akan sifat Asagi itu, Ayaka memberitahukan kepada temannya yang lain, agar "membiarkan" Asagi pergi untuk saat ini.
Ayaka mengatakan jika saat ini, Asagi berada dalam keadaan *DIAM (Dead Introverted Apathy Mode)*. Itu adalah keadaan yang "sering dialami" oleh Asagi ketika dia sedang "putus asa" atau sedang "tertekan" kerana hal yang "menguras tenaga otaknya" (di sini, menguras tenaga otak itu dalam *pelbagai atau segala* arti).
Iroha pula merasa "kaget" kerana Asagi yang tiba-tiba *menghilang*. Dia merasa "turut kasihan" kepada Asagi setelah mendengar kata-kata Ayaka itu.
Si *Anjing Chuuni Sinting* (Ouka) pula *TIDAK mempedulikan* tentang apa yang berlaku terhadap Asagi. Dia hanya bersikeras untuk tetap melanjutkan tugas kelompoknya. "(Asalkan ada *Bidadariku*, tiada pula penganggu, maka AKU BAHAGIA!!!)" Itu apa yang difikirkan Ouka.
Sedangkan Ayano pula merasa *SANGAT KESAL* kepada Ayaka yang bertindak seolah dia yang "paling mengetahui segalanya" tentang Asagi.
Ayano *sangat membenci* Ayaka. Dia sangat ingin membunuhnya sekarang juga.
Setelah itu, Ayano menjadi sangat GELISAH (tentang Asagi), Ayano tampak sangat SEDIH, Ayano keluar dari kelas dan kepalanya menoleh "ke kiri dan ke kanan" beberapa kali (untuk mencari Asagi jika dia MASIH di sekitar sini. Padahal Ayano mempunyai penglihatan yang *kurang baik*).
Ayano yang *paling berusaha* untuk mencari Asagi dan yang *paling memikirkan* tentang "situasi" Asagi saat ini.
Setelah itu, Ayaka dan Iroha menenangkan Ayano yang kelihatan sedih.
*(Walau SITUASI kali ini SANGAT tidak masuk akal. Entah kenapa mereka berempat bisa menghadapinya seolah-olah ia bukan SESUATU yang BESAR)*.
Pada akhirnya, mereka berempat tetap melanjutkan tugasan puisi mereka.
17 menit kemudian.
Setelah *perdebatan (tentang Asagi) yang panjang*, mereka akhirnya *mula membuat puisi sendiri-sendiri*.
Terlihat "Ayaka yang kebingungan" dan "merasa bersalah" setelah apa yang terjadi.
Iroha pula menulis puisi itu "sambil menangis" kerana dia merasa jika dia "hanyalah beban" dan TIDAK AKAN dapat membantu mereka *walau Asagi telah meninggalkan mereka*.
Iroha juga merasa, jika kepergian Asagi adalah *kerana DIRINYA SENDIRI (Iroha)*. Iroha merasa SANGAT bersalah *kerana merasa bersalah*.
*(Iroha menjadi aneh. Padahal sebelumnya dia yang menenangkan Ayano. Tetapi kini dia yang malah menangis. Seperti ada seseorang yang "memutarbalikkan" situasi-situasi kecil ini)*.
Ouka pula.. Ouka pula.... (Dia hanya tersenyum-senyum). Ouka hanya memikirkan Ayaka.
"(Akhirnya, si *Kucing Hitam Rumahan* itu sudah pergi. Tiada sesiapa lagi yang bisa "menggoda" Bidadariku jika tidak ada Kucing Hitam itu.)" Fikir Ouka. Yang dimaksudkan Ouka pula ialah Asagi.
Ayano pula... Dia kelihatan biasa saja. Cuma *mata dan wajahnya tidak kelihatan* (fikiran Ayano saat ini sudah KACAU).
Beberapa jam kemudian.
Pada akhirnya mereka *telah selesai* menulis puisi mereka" masing-masing".
Temanya tentang "musim" atau "cuaca".
Bermula dari Ayaka yang menyiapkan puisinya setelah 1 jam 14 menit. Berikut, adalah puisi Ayaka yang berjudul:
*Kesunyian setelah kehilangan cerahnya pagi*
-Di bawah sinar mentari di pagi hari.
Kita berdiri bersama, kerana tujuan kita sebelumnya.
Kerana embun pagi di saat musim luruh,
Menjadi tujuan kita dalam keceriaan.
-Namun, salju musim sejuk datang tanpa amaran,
Mengusik keindahan dari hari yang cerah.
Hilangnya si pagi dalam ketidaknyamanan,
Menumbuhkan kediaman dalam kebisuan.
-Tak ada rasa mendalam di antara musim yang berlalu,
Kita hanya menjalani tugas masing-masing.
Ketika bulan bersinar di malam tenang,
Aku berharap semua ini akan berlalu, tanpa meninggalkan bekas.
-Bunga yang mekar di musim bunga,
Tak ternoda oleh haiwan yang berlarian di musim panas.
-Walau jika ada salju musim sejuk yang mengganggu,
Kita harus melangkah, meski dalam kesunyian.
Sekian puisi yang dikarang dan *dibaca* oleh Ayaka. Ayaka, "tidak menunjukkan" puisi ini kepada temannya yang *masih belum selesai* menyiapkan puisi mereka masing-masing.
Selepas itu, giliran Iroha yang siap setelah 2 jam 2 menit *saat mereka bermula*. Puisi Iroha pula berjudul:
*Dalam Setiap Titik Air Mata*
-Di bawah sinar lembut bulan malam,
Ku lihat setiap titisan embun pagi,
Kau berdiri dengan ketulusan,
Meski hatimu penuh dengan keraguan.
-Warna-warna dalam lukisan jiwa,
Mencerminkan kebaikan yang tak ternilai,
Di tengah musim bunga yang penuh warna,
Kau adalah kepingan kelembutan dalam kegelapan.
-Menangis dalam kesendirian,
Air mata membasahi kekacauan hati,
Setiap titis adalah doa,
Memohon keajaiban dalam dunia yang kelam.
-Dalam usaha tanpa henti,
Kau terus berjuang meski lelah,
Mencari sinar di setiap sudut,
Walau tak ada yang mengerti.
-Bunga-bunga yang kau siram dengan kasih,
Mekar dalam segala musim,
Walau tiada yang melihat,
Kau terus melangkah, dengan penuh pengharapan.
Puisi Iroha sangat merdu dan menyentuh. Walau begitu, "sama" seperti Ayaka. Iroha juga *tidak menunjukkan* puisinya lagi kepada teman-temannya yang lain (maupun Ayaka).
Selanjutnya pula adalah puisi "Ouka dan Ayano" yang selesai *secara bersamaan*, yakni dalam 2 jam 24 menit setelah mereka mula menulis puisi ini. Puisi Ouka berjudul:
*Kebebasan cahaya petir dan bidadari daripada kegelapan yang keji*
-Di bawah tirai kegelapan malam yang abadi,
Dewa Serigala Petir memancarkan cahayanya,
Menyapu angin dengan kilauan energi,
Menjaga keseimbangan antara cahaya dan bayang.
-Sementara bidadari terperangkap dalam ilusi,
Di antara awan kelam dan bayang yang menipu,
Ku lihat dirimu, si Bidadari, dalam setiap kilat,
Keindahan bersinar di antara serpihan kegelapan.
-Kehilangan ini, sebuah ujian kekuatan ilahi,
Di tengah puing-puing dunia yang berserakan,
Aku, dewa dengan kuasa supernatural,
Menjaga jiwa yang terasing, menghitung detik yang tersisa.
-Dalam obsesi akan kekuatan dan keabadian,
Aku mendekatimu, bidadariku, dalam setiap kilat,
Meski dalam kegelapan, kau adalah pendar cahayaku,
Menjadi pusat kekuatan dalam dunia yang penuh misteri.
-Malam ini, di bawah sinar petir dan awan hitam,
Aku, si Dewa Serigala, mengarahkan kilatku padamu,
Menjaga kekuatan jiwa dalam keheningan malam,
Kau, bidadari yang selalu menjadi pusat cahaya,
Dalam setiap kilauan petir yang melintasi langit.
Puisi ini *tidak akan dipahami* oleh orang biasa. Hanya *orang-orang tertentu sahaja* yang akan memahami SELURUH arti sebenar dari "karya" ini.
Akhir sekali, Puisi Ayano yang berjudul:
*Ketika Malam Menyelimuti*
-Di bawah jari-jari malam yang dingin,
Cahaya pagi yang sering kali hilang.
Keheningan malam yang menenangkan,
Menyembunyikan rasa yang membakar di dalam.
-Bintang-bintang bersinar dengan tenang,
Menciptakan ilusi keindahan yang jauh.
Namun, di balik gemerlap yang penuh dusta,
Ada kesunyian yang mengendap dalam hatiku.
-Kegembiraan pagi yang terbuang,
Menjadi kenangan dalam kabut malam.
Di antara bisikan lembut yang tak terdengar,
Ada rasa kehilangan yang terus menghantui.
-Kemungkinan malam asing akan mencuri pagi ku,
Membawa pergi harapan yang tersisa.
Dalam keheningan yang semakin dalam,
Aku hanya bisa merasakan keheningan yang menusuk.
-Kita berjalan di antara bintang-bintang yang redup,
Namun, malam selalu lebih lama dari yang kita tahu
Sementara pagi yang hilang,
Hanya menjadi bayangan di hati yang kosong.
Seperti puisi Ouka, hanya *orang-orang tertentu sahaja* yang akan memahami "maksud terselubung" dari puisi ini. Puisi Ayano ini mempunyai maksud yang *sangat MENDALAM*.
Setelah "beberapa jam" berkumpul, menulis, dan merenung, kelompok Verse Five akhirnya menyelesaikan puisi mereka masing-masing. Dengan masing-masing puisi telah disiapkan dan diserahkan (di tengah meja), mereka bersiap untuk ke langkah seterusnya.
Disebabkan *situasi yang masih canggung* (setelah sedikit berdebat sebelumnya).
Mereka sedikit kebingungan dengan "Apa yang harus mereka lakukan setelah ini".
Tapi kerana kelebihan *sosialitas* Ayaka. Ayaka mengusulkan mereka untuk, "meletakkan puisi masing-masing" ke tengah-tengah meja "lagi sekali" (sambil menutup mata).
Kemudian, mereka akan "mengambil salah satu" puisi itu, dan "membacanya satu per satu", TANPA MENGETAHUI siapa penulis puisi ini hingga ke akhirnya (waktu presentasi).
Hal ini dilakukan untuk "memilih" puisi yang *paling sesuai* untuk ditampilkan *tanpa MENILAI* siapa penulisnya.
Proses ini dijalankan dalam suasana "penuh kesungguhan dan keheningan", dengan setiap puisi dinilai *berdasarkan kekuatan dan maknanya*.
Semasa sesi pembacaan puisi (serentak), Ayaka "sedikit tertarik" dengan satu baris dari puisi yang dinyatakan. "Kemungkinan *malam asing* akan *mencuri pagi* ku."
Baris ini mengganggu pemikiran Ayaka dan membuatnya "bertanya-tanya" tentang "maksud" di sebalik frasa tersebut.
Ayaka merasa jika *ada sesuatu* yang *lebih dalam* dan perasaan ini "mendorongnya" untuk mencari jawaban (walau setelahnya Ayaka *mengurungkan* niatnya itu).
Walau begitu, Ayaka tetap "berdiam" dan hanya *tersenyum*. Ayaka SANGAT tertarik akan "penulis dari puisi ini". Walau begitu, Ayaka malah *menatap* ke arah Ayano.
Ayano "yang ditatap" pura-pura tidak dilihatnya dan hanya "berakting biasa".
Selepas selesai "membaca dan memilih" setiap puisi itu, mereka akan membincangkan puisi yang *akan dipilih* untuk menjadi wakil kelompok mereka dan puisi yang akan diberikan kepada guru (kerana *hanya 1 puisi* saja yang dibolehkan dalam "pertandingan" ini).
Mereka merasakan jika *puisi itu* telah "menyentuh perasaan mereka" dan *menggambarkan* keadaan mereka yang sebenar.
Kerana otak mereka yang "masih lelah" setelah menulis puisi. Mereka akan "menangguhkan" dahulu untuk "memilih" puisi yang akan ditampilkan nantinya.
Namun, dalam "kekalutan" dan kesibukan ini, kehadiran Asagi yang hilang *menjadi perhatian utama*.
Di tempat Asagi.
Setelah *meninggalkan kelompok Verse Five* waktu itu. Asagi ke "sebuah tempat" di kawasan sekolahnya. Tempat yang didatangi Asagi *sangat jarang* didatangi pelajar-pelajar maupun guru-guru di sekolahnya (kerana jarak yang "agak jauh" dari kelas, serta laluan yang "agak mengelirukan").
Tempat itu *kelihatan mirip* dengan gudang lama *milik Yorumi* di kediaman Kuroyuki yang terakhir kali terbakar. Walau begitu, ini *bukan gudang yang sama* seperti di tempat Yorumi.
Persamaannya hanyalah bentuk, rupa, dan fakta jika Yorumi dan Asagi "sangat menyukai" untuk bersendirian di tempat itu, dan keberadaan mereka "belum lagi diketahui" oleh sesiapa ketika mereka di "tempat itu" hingga saat ini.
Tempat ini bisa di bilang "gudang lama", bisa di bilang "ruang penyimpanan", bisa juga di bilang "rumah hantu". Kerana itu tiada sesiapa yang ada di situ.
Asagi memasuki "gudang lama" itu dan berkata. "Hyah.. Aku datang seperti yang kau janjikan..."
Kata Asagi kepada *SESUATU YANG MISTERIUS* yang berada di dalam kotak "kardus yang terbuka".
Ternyata, *sesuatu yang misterius* itu adalah, "KEPALA IBLIS" yang berbentuk seperti "tengkorak" dengan "tanduk yang besar", warnanya "hitam pekat" dengan beberapa garisan berwarna "jingga".
"Haaah.... Akhirnya kau sampai juga ya, sudah lama kutunggu... Jadi.. Apa kau sudah memutuskannya?" Tanya *kepala iblis* itu kepada Asagi.
Asagi menjawab. "Memutuskan apa? Aku sudah lama bilang YA, cuma aku memerlukan *sedikit masa* untuk *berpamitan* saja."
*Kepala Iblis* itu menjawab. "Ya, ya.. Jadi kau SUDAH BERSEDIA untuk MENJUAL jiwa seperti mu kepada Iblis seperti aku ini? Hahaha, sungguh menggelikan hati..."
*Kepala Iblis* ini sedikit mengejek Asagi. Walau begitu, dia *tidak begitu keras* kepada Asagi. Lagipula sudah *2000 tahunan* si *Kepala Iblis* ini TIDAK berbicara dengan siapapun. Dia juga kehilangan tubuhnya dan yang tersisa hanyalah kepalanya.
"Sekali lagi, nama ku adalah *Konki*."
"Kau bisa memanggilku jika ingin menggunakan kekuatan ku."
"Nama kekuatan ku adalah *Konzetsu no Kaki*." (maksudnya adalah *senjata api kepunahan penuh* yang bahasa inggrisnya adalah *Complete Extinction Firearms*).
"Sedangkan *nama jurusnya* adalah *Zetsukaki*.. Juga, PASTIKANKAN SEKURANG-KURANGNYA *jiwa dan ingatan* kau mengingatnya! Jika tidak, maka kau akan MATI."
Bersambung...