Chereads / Mantanku jadi Kakak Tiriku / Chapter 6 - 6. TERLAMBAT

Chapter 6 - 6. TERLAMBAT

"Kita berangkat saja, ya? Sepertinya, Rendy enggak bakal ikut," ujar Bagas, bersiap memegang setir dalam mobil yang sudah berisi istri dan anak tirinya.

Lola bergeleng. "Enggak, Pa. Aku yakin Kakak pasti ikut, kok. Tunggu bentar," tahan Lola.

Sejujurnya Lola merasa geli memanggil Rendy dengan sebutan 'kakak'.

"Rendy marah banget tadi kayaknya. Seharusnya aku membujuknya tadi." Bagas mengembuskan napasnya yang terasa berat. Ia menyesal.

"Papa jangan merasa bersalah gitu, dong. Papa, kan, sudah punya Lola dan mama sekarang." Lola berusaha menenangkan sang papa. "Lagian, aku sudah membujuk kakak, kok, tadi. Papa tenang saja."

"Kamu, kok, bisa yakin banget, sih, Lola?" tanya Mona, agak ragu. "Memang kalian kenal dekat, ya, sebelumnya?"

Lola tertawa pelan. "Kami sempat berteman sebelumnya. Tapi, karena perdebatan kecil, kami sempat tidak bertemu lagi," jawabnya bohong.

Sesuai tebakan Lola, akhirnya Rendy datang, meski sangat terlambat.

Rendy langsung duduk di kursi penumpang berdampingan dengan Lola.

Ketika baru duduk, Rendy tak sengaja bersentuhan dengan lengan Lola. Sehingga mereka otomatis bertatapan. Tiba-tiba potongan adegan kemarin malam muncul di kepala masing-masing. Setelah sadar, mereka sama-sama menjauhkan diri. Menciptakan jarak dengan menempel ke jendela kaca mobil.

Tangan Lola menyentuh dadanya. Jelas terasa jantungnya yang berdebar kencang.

Kenapa jantungku tiba-tiba berdebar begini? Mati aku, kalau sampai Rendy sadar aku gugup banget di sampingnya, batin Lola.

Sedangkan si Rendy menggertakkan gigi dan memejamkan malu. Ia merasa malu dengan kelakuannya kemarin malam.

"Papa khawatir kamu enggak mau ikut karena marah," ujar Bagas memecahkan kecanggungan di antara Rendy dan Lola.

"Aku memang marah. Jadi, Papa harus memberiku penjelasan lain waktu," jawab Rendy ketus.

"Untuk sekarang, aku ingin melihat seberapa layak, kah, kedua orang miskin ini menjadi bagian dari keluarga kita," imbuh Rendy.

Bagas ingin menegur mulut Rendy. Namun, Mona menenangkan amarahnya dengan merangkul lengannya.

"Ayo berangkat, Pi. Biar enggak kelamaan, ya," hibur Mona.

Bagas menarik napas dalam-dalam. Ia memenangkan diri sebelum benar-benar membawa mobilnya ke tengah-tengah lautan kendaraan.

Lola mendengus. Dia pikir dia hebat sekali setelah merendahkan kami dan menyakiti perasaan papanya, batin Lola.

Mobil hitam Bagas berhenti di halaman parkir mal Ciputra World Surabaya. Ia berencana untuk makan dan berbelanja bersama di sana.

Benar saja. Mona dan Lola menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin. Mereka berbelanja mulai dari kebutuhan rambut sampai kepala. Rendy hanya bergeleng-geleng melihat papanya yang dengan lugunya dirampok kedua orang miskin itu.

Kegiatan mereka berakhir dengan makan bersama. Rendy menghabiskan makanannya dengan cepat-cepat. Karena ada kegiatan lain yang harus ia lakukan secepatnya.

"Oh, ya, Pa. Aku pinjam mobilnya, ya? Aku mau ngajak adikku ini keliling kota Surabaya," pinta Rendy.

Lola yang tengah makan langsung tersedak.

Aku? Kenapa? batin Lola terheran-heran.

"Kupikir, kami butuh ruang dan waktu untuk bisa merima hubungan saudara ini satu sama lain," Rendy menambahkan.

"Baik. Kamu pakai saja." Bagas menyetujui sembari menyerahkan kunci mobil.

Lola curiga. Ia yakin ada maksud lain. Dan pastinya, itu bukan sesuatu yang baik.

"Eh, jangan dulu, deh, Pa," tolak Lola. Ia berusaha melindungi diri. "Kalau mobilnya kami pakai, nanti Papa sama Mama naik apa pulang? Kapan-kapan aja, deh. Enggak papa."

Rendy tertawa pelan. "Kan, Papa bisa minta jemput sopir pakai mobil lain di rumah. Kalau enggak bisa pun, taksi banyak banget di sini."

Rendy mengerlingkan sebelah mata. Ia membanggakan kemenangannya.

Lola semakin yakin ada hal tidak beres yang akan terjadi. Namun, ia tidak memiliki alasan lagi untuk menolak. Mau tidak mau, ia pun mengangkat kaki, mengikuti langkah Rendy ke luar mal ini.

Sepanjang perjalanan, di dalam mobil, Rendy hanya diam. Auranya berubah drastis dari Rendy di mal tadi. Aura iblisnya sangat terlihat kali ini. Ia tampak angkuh dan dingin. Lola melihat Rendy seperti orang yang akan membawanya ke tepi jurang lalu mendorong.

"Lu mau bawa gue ke mana?" tanya Lola.

Namun, tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Rendy. Lola jadi khawatir. Apalagi hari sudah malam.

"Kalau ditanya tuh, jawab, dong!" protes Lola.

"Berisik!" sentak Rendy.

Lola jadi kesal. Ia memilih diam.

Mobil hitam itu akhirnya berhenti di sekitar Taman Bungkul Surabaya.

Lola mengikuti langkah Rendy yang baru keluar mobil dengan puluhan pertanyaan di kepala. Ia tidak bisa menebak niat Rendy.

"Sebenarnya lu mau ngapain gue, sih, di sini?" tanya Lola.

Langkah Rendy pun berhenti. Ia menghadap Lola.

"Justru itu yang mau gue tanyain ke lu!" Ekspresi Rendy seolah gemas kepada Lola.

Lola mengernyitkan dahi. "Maksud lu?" Ia heran.

"Lu habis apain gue semalam?" tanya Rendy.

Akhirnya Lola mengerti. Ia malah tertawa.

"Jawab gue!" Rendy merengek saking penasaran.

"Jadi, lu bawa gue jauh-jauh kemari cuma gara-gata itu?" Lola balik bertanya.

"Bisa-bisanya lu ketawa. Emangnya ini lucu?" protes Rendy.

Lola berhenti tertawa. Ia mendekati Rendy sampai nafas mereka saling bertabrakan.

"Gue kecewa banget. Bisa-bisanya lu lupa apa yang lu lakuin ke gue kemarin malam," ujar Lola.

Jemari Lola merayap di dada Rendy, tetapi langsung dihentikan tangan Rendy yang menggenggamnya.

Tatapan Rendy amat tajam. Seperti mau menusuk Lola. "Apa yang sudah gue lakuin ke lu semalam? Bilang!" titahnya.

Jantung Lola berdebar kencang lagi. Seketika potongan adegan kemarin malam bermunculan di kepalanya. Lola segera sadar. Ia mundur dua langkah dan menarik tangannya dari genggaman Rendy. Ia memalingkan mukanya ke bawah.

"Lu ingat-ingat aja sendiri." Lola tidak memberikan jawaban apa pun.

Rendy merasa dipermainkan. Emosinya semakin memuncak. "Hei! Lu jawab aja susah banget, sih!" sentak Rendy. "Gue perlu tahu!"

"Memangnya, pentingnya lu buat tahu itu apa? Bahkan kemarin malam lu datang ke gue secara gak sadar. Dan sekarang lu enggak ingat apa pun," ujar Lola. Hatinya terasa hancur berkeping-keping.

"Oh, jadi lu beneran enggak mau kasih tahu?" Rendy memberikan peringatan terakhirnya.

Lola kembali memalingkan muka. Bibirnya tidak bergerak.

Rendy merasa muak.

"Pulang aja sendiri! Gue enggak pulang malam ini!" tegas Rendy. Kemudian melangkah cepat meninggalkan Lola sendirian.

Rendy bergegas mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Hujan turun tiba-tiba. Pikiran Rendy seketika dipenuhi Lola yang masih sendirian di taman.

Rendy berusaha tidak peduli dengan menyalakan musik mobilnya. Namun, gagal. Lola masih terus mengusik pikirannya.

Rendy pun memutar balikkan mobilnya. Ia melajukan mobil dengan kecepatan sangat cepat dibanding sebelumnya agar sampai di taman segera.

Sesampainya di taman, ia berlari di tengah hujan. Ia tidak menyimpan payung dan tidak sempat membeli sebelumnya.

Akhirnya, Rendy menemukan Lola yang sedang duduk sendirian di bangku taman, hanya berteman hujan. Baru sekali kakinya melangkah, langsung terhenti. Ia melihat seorang lelaki terburu-buru membawa payung untuk melindungi Lola dari hujan.

Lola langsung memeluk lelaki itu. Ia tampak menangis keras.

Rendy yang berniat menjemput Lola agar tidak kehujanan, kini justru Rendy sendiri yang basah kuyup.

-oOo-