Chereads / Mantanku jadi Kakak Tiriku / Chapter 7 - 7. SAKIT

Chapter 7 - 7. SAKIT

"Pulang aja sendiri! Gue enggak pulang malam ini!" tegas Rendy. Kemudian pergi meninggalkan Lola sendirian di taman.

Setelah sadar tidak membawa uang sepeser pun, Lola segera mengejar Rendy. Namun, Rendy terburu-buru membawa mobilnya ke lautan kendaraan di jalan.

Kalau pulang sekarang, Lola tetap tidak bisa membayar taksi kalau Mona dan Bagas belum pulang. Kalau menghubungi mereka berdua, Lola akan menganggu waktu mereka. Lola tidak mau.

Lola menoleh ke kanan kiri, tumben taman sepi sekali malam ini. Rembulan pun bersembunyi di balik awan.

Lola tidak kehabisan akal. Ia pun menghubungi Dimas. Hanya lelaki itu yang akan datang kapan pun ia butuhkan.

"Oh, kebetulan aku lagi di dekat sana. Kamu tunggu, ya. Aku langsung datang," ujar Dimas di seberang telepon. Persis yang Lola duga.

Lola pergi mencari bangku untuk duduk. Sepi membuatnya menangis. Bisa-bisanya, untuk sesaat, ia berharap dicintai Rendy. Padahal, dalam hati Rendy, sudah tertulis nama 'Viona'. Dan mungkin selama tiga bulan sebelumnya, memang tidak pernah ada nama dirinya.

Lola mengusap wajah, berusaha menghentikan air matanya.

"Memangnya kenapa? Aku pacaran sama dia, kan, juga bukan karena cinta. Tapi, karena dia kaya. Dan sekarang, aku sudah punya papa dan pacar yang sama-sama kaya," ujar Lola berusaha menenangkan diri.

Sekuat hati Lola menahan, tetap tidak mampu menghentikan air mata kembali berjatuhan. Tepat saat hujan mulai berjatuhan.

Tiba-tiba air berhenti membasahi tubuh Lola. Padahal, hujan belum berhenti di sekeliling. Untuk sesaat, Lola berharap orang yang datang itu adalah Rendy. Namun, sepasang sepatu di depannya bukanlah milik Rendy.

Lola mendongak ke atas. Rupanya Dimas telah sampai. Seharusnya Lola senang karena akhirnya bisa pulang. Namun, ia malah bangun dan memeluk Dimas untuk menyembunyikan tangisannya di balik dada Dimas.

"Sakit. Sakit banget," rengeknya.

Dimas membalas pelukan Lola. Dengan tangan satu masih memegang payung.

"Sudah. Enggak papa. Aku sudah di sini, Sayang. Kamu tenang, ya?" Dimas berusaha menghibur.

Tidak ada sahutan dari Lola.

Setelah beberapa saat, Lola pun berhasil menenangkan diri. Ia pun masuk ke mobil Dimas. Dimas sempat menempelkan jaketnya untuk menyelimuti tubuh Lola biar tidak kedinginan. Kemudian Dimas melajukan mobil meninggalkan taman yang tengah dipenuhi keheningan.

Lola heran ketika mobil Dimas berhenti di sebuah butik. Kebetulan hujan sudah turun.

"Kita ngapain kemari?" tanya Lola.

"Baju kamu, kan, basah. Aku enggak bisa biarin kamu kedinginan di jalan, Sayang," jawab Dimas.

"Tapi, kan, kita bisa langsung pulang. Biar kamu enggak kerepotan," ujar Lola.

Dimas mengusap lembut rambut Lola. "Aku enggak akan berani nunjukin muka ke Om Bagas kalau aku mengantarmu pulang kayak gini. Aku enggak mau ada halangan restu orang tua dalam hubungan ini. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk bertanggung jawab ke kamu."

Lola merasa tersentuh sekaligus bersalah. Selama ini ia hanya memanfaatkan Dimas. Namun, pikirannya justru dipenuhi lelaki yang terusan menyakitinya.

Di dalam butik, Lola memilih sebuah kulot hitam dan switer rajut milo model terbaru. Dimas juga membelikan dua pasang baju lainnya.

Usai berbelanja, Dimas membawa Lola ke sebuah restoran untuk makan. Tepat sekali, Lola sedang kelaparan.

"Apa sekarang kamu masih perlu membungkus makanan lagi?" tanya Dimas sembari tertawa pelan.

Lola merengut dengan melirik tajam. Ia malu jika diingatkan hal-hal bodohnya saat masih miskin. "Mama enggak pernah makan malam dan sarapan kalau aku tidak membelikannya dulu. Tapi sekarang, dia bisa memasak makanan apa pun yang dia mau."

"Mamamu pasti bersyukur sekali bertemu Om Bagas. Kalian berdua memang beruntung," ujar Dimas.

Dimas betul sekali. Menjadi keluarga Bagas saja, ia sudah beruntung sekali. Seharusnya ia tidak menjadi lemah karena hal-hal sepele.

Mereka pulang setelah menyelesaikan makan. Sesampainya di rumah, Lola melihat pintu kamar Rendy masih menutup rapat.

"Sepertinya, dia benar-benar tidak pulang," tebak Lola.

-oOo-

Lola sempat khawatir akan sakit karena kehujanan semalamnya. Berkat perhatian Dimas, ia bisa tidur dengan nyenyak dan terbangun dengan wajah segar.

Bagas:

Selamat pagi, Cantiknya aku.

Sudah bangun belum?

Jangan males sarapan! Kalau males, biar aku anterin makananannya.

Lola tersenyum. Selama tiga bulan, ia belum pernah membaca chat seperti ini. Rendy terlalu cuek sebagai pacar.

"Sepertinya, aku memang harus belajar membuka hati dengan baik," gumam Lola.

Sudah sepantasnya ia berhenti memanfaatkan orang lain. Mulai belajar menerima cinta orang lain dan membalas cinta itu.

Anda:

Aku baru banget bangun. Mau mandi dulu.

Btw, terima kasih buat kemarin malam.

Jemarin Lola berhenti. Ia agak ragu menuliskan pesan selanjutnya.

Setelah meyakinkan diri beberapa saat, akhirnya nekad Lola terkumpul.

Anda:

Aku sayang kamu, Sayangku.

Tiba-tiba ponsel Lola berdering. Dimas langsung menghubunginya. Lola pun menerima panggilan itu.

"Pagi, Sayangnya aku," sambut Dimas.

"Pagi juga. Kamu enggak kerja?" tanya Lola.

"Ini mau berangkat. Tapi, kayaknya aku males banget. Aku pengen ketemu kamu," jawab Dimas.

"Idih. Kan, semalam udah ketemu."

"Sekarang udah kangen lagi." Dimas tertawa. "Gimana kalau aku enggak kerja aja. Aku jemput kamu. Kita kencan seharian ini?"

"Enggak mau, lah," tolak Lola. "Kamu harus kerja biar bisa beliin aku banyak barang lagi."

"Ya sudah, deh. Kalau gitu, nanti sore, ya, aku jemput. Sepulang aku kerja." Dimas menurut.

"Nah, gitu, dong! Semangat, ya, Sayang. Aku mau mandi, nih," pamit Lola.

Setelah beberapa saat, panggilan pun terputus.

Lola bergegas mandi dan mengenakan pakaian terbaik meski di dalam rumah. Ia benar-benar memanjakan dirinya untuk menebus kemiskinan beberapa tahun di hidupnya.

Saat keluar kamar, Lola melihat pintu kamar Rendy masih menutup rapat.

"Dia belum pulang apa belum bangun, ya?" tebaknya.

Lola segera menepis segala bentuk kekhawatiran.

Lola bergegas ke ruang makan. Di sana sudah ada Bagas dan Mona. Mereka sudah selesai makan karena Lola memang terlambat.

"Lho, Pa. Kak Rendy enggak ikut makan? Dia belum pulang?" tanya Lola penasaran.

"Dasar anak nakal itu. Dia tidak mau menurut. Pasti belum bangun. Lha, mobilnya sudah ada di garasi, kok, malahan kemarin dia sampai rumah duluan kayaknya," jawab Bagas.

Lola bernapas lega. "Syukurlah," gumamnya.

Eh, tunggu-tunggu! Kenapa ia harus bersyukur? Sadarlah, Lola!

"Aku harus nuntun anak nakal itu dengan benar! Mau sampai kapan dia tidak ikut sarapan?" gerutu Bagas. Ia bangun meninggalkan ruang makan lebih dulu.

Beberapa menit kemudian, Bagas datang dengan berlari dan raut muka panik. Membuat Lola dan Mona ikut khawatir.

"Mi. Bagaimana ini?" tanya Bagas.

"Memangnga kenapa, Pi?" sahut Mona.

"Kak Rendy gak pulang beneran, Pa?" Lola mulai menebak.

Bagas bergeleng. "Rendy ada di kamarnya. Tapi, dia lagi demam tinggi."

-oOo-