Ini adalah ciuman yang menggugah jiwa dan terasa penuh kelembutan yang menyayat hati.
Saya tahu Sang Qi mencium saya dengan emosi yang membara, jadi saya merespons dengan bijaksana.
Paruh pertama adalah respons sadar saya, tapi pada paruh kedua, saya tak lagi bisa mengendalikan diri.
Dia mencium saya sampai saya hampir kehabisan napas, saya hanya bisa menepuk punggungnya agar dia berhenti, mendukung bahu saya saat dia menjauh dari bibir saya, matanya berbinar, pupilnya sehitam malam di luar sana.
"Kalau sopir tidak ada di depan, aku akan membawa mu sekarang juga," katanya sambil menggertakkan gigi.
Dia mengulang nada ini seperti nyanyian setiap hari.
Saya sudah terbiasa dengan itu.
Sebelumnya dia tidak berani, tapi sekarang saat perut saya semakin membesar, yang berani dia lakukan hanyalah memeluk saya saat kami tidur.
Penuh keinginan, tapi tak berani bertindak, semua omong kosong.
"Ke Crimson," katanya pada sopir.