Bara terbaring di tempat tidur, menatap tanpa ekspresi ke langit-langit kosong.
Dia merasa terlalu sakit untuk bahkan mengeluarkan rintihan, apalagi menggerakkan satu jari atau memutar kepalanya. Dia juga telah berhenti menangis beberapa waktu lalu karena dia tidak lagi memiliki air mata untuk diteteskan, tidak, dia terlalu lelah untuk menangis. Seluruh tubuhnya berdenyut dalam rasa sakit, terutama tangannya, tetapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penderitaan disulam dengan jarum panas.
Karena takut dia akan melakukan sesuatu yang lebih buruk sebagai hukuman, dia hanya menyerah pada kehendaknya seperti boneka rusak, tidak mengeluarkan satu rintihan atau tangis pun bahkan setelah dia selesai menjahit pahanya.
Setelah pria bermata merah yang kejam itu pergi, barulah dia merasa bisa bernapas.
