"Saya ingin keluar," gumam nyonya itu, suaranya tebal dengan kebosanan dan kepahitan. Dia berdiri di jendela tinggi, jari-jarinya yang berhiaskan permata mengikuti pola-pola pada kayu. Di luar dinding tinggi yang dilapisi batu dari rumahnya, kota berdenyut dengan kehidupan. Tawa dan musik mengisi udara, bercampur dengan cahaya hangat dari obor-obor api yang memandikan jalan-jalan berbatu dalam kabut emas.
Di atas, dua bintang cemerlang bersinar berdampingan—tanda bahwa Dewa Kembar, Lux dan Umbra, mengawasi alam ini. Itu adalah Festival Bintang, malam paling suci dalam setahun. Orang-orang telah menyelesaikan ritual mereka: mempersembahkan doa kepada Lux, dewa keberuntungan, dan memohon belas kasihan dari Umbra, dewa kesialan, untuk dosa yang mungkin telah mereka lakukan atau akan lakukan sebelum Festival berikutnya.