Langit mengaum, dan kemudian, hujan turun, seolah-olah surga pun ikut berduka. Lexus terus mengamuk, dan kastil yang dulunya megah kini telah berubah menjadi lautan api.
Alex masih di sana, berlutut sambil memeluknya di dalam pelukannya. Dia telah pergi. Mataharinya sudah tiada. Dia tidak akan pernah bersinar lagi, meninggalkan dunianya dalam kegelapan total selamanya.
Dia telah hancur, baik dari dalam maupun dari luar. Kulitnya pucat abu-abu, serupa tak bernyawa, seolah hati dan jiwanya mati bersamanya.
Nyala api di tungku terus melalap kastil, tetapi kekacauan itu bahkan tidak lagi mengganggu Alex. Dia tak bisa mendengar apa pun. Dia tak lagi peduli bahkan jika dunia hancur di saat itu juga.
Setelah menatap wajahnya untuk waktu yang tak terhingga, tangan Alex bergerak, dan dia dengan lembut menyingkirkan helai rambut dari wajah pucatnya. Dan kemudian, dia mengangkatnya dan memeluknya. Tubuhnya bergetar saat ia menangis, memanggil namanya berulang kali.