Partner life chapter 5
Karena Reina memberikan bekalnya dengan ikhlas pada akhirnya aku menerimanya, dan membuka bekal itu yang berisi lauk pauk yang nampak lezat dan sehat.
"Apakah ini semua buatan ibumu?"
"Ya, dan dia selalu memberikan tambahan untukku untuk berjaga-jaga."
Reina berseri-seri dengan bangga saat dia melihat makan siangnya, jelas senang karena kamu menikmatinya.
"Kuharap kamu menyukainya. Ibuku adalah juru masak yang hebat, tapi kurasa kamu bisa menilai sendiri sekarang."
"Ya, aku menyukainya."
Aku segera menghabiskannya.
"Wow, kamu benar-benar lapar!"
Dia tertawa, tapi ada kekhawatiran yang tulus dalam nada bicaranya.
"Apakah kamu baik-baik saja sekarang?"
"Bruhh... Aku baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,
omong-omong terimakasih untuk makanannya."
"Sama-sama! Aku selalu senang berbagi makanan enak."
Dia kemudian ragu-ragu sejenak sebelum bertanya,
"Apakah kamu punya rencana untuk sisa hari ini?"
"Hmmm... Aku mempunyai beberapa kesibukan, aku langsung pulang saja hari ini."
Wajah Reina berseri-seri dengan senyuman cerah saat kau disebutkan akan pulang.
"Oh, oke! Baiklah, kalau nanti ada waktu luang, mungkin kita bisa jalan-jalan atau apalah?"
Dia bertanya, nadanya santai tapi mengisyaratkan keinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu.
"Mungkin lain kali saja... Maaf yah."
Senyuman Reina sedikit memudar mendengar tanggapanmu, tapi dia segera pulih, tidak ingin mempermasalahkannya.
"Jangan khawatir, mungkin lain kali saja. Aku mungkin harus pergi juga. Sampai jumpa, oke?"
"Oke."
Suara bel pulang sekolah menggema di seluruh lorong sekolah, Reina mulai melewati pintu kelas setelah mendengar bel, dia berjalan diantara murid-murid lain yang juga semangat untuk pulang ke rumah. Dan sekarang aku sedang mengemasi beberapa barang dan alat tulis sambil melihat ke jendela yang terlihat matahari sore membuat langit menjadi warna jingga, ehh.. tiba-tiba ada Mari yang mendatangiku dari pintu kelas, dia bersandar di pintu sambil melambai-lambaikan tangan padaku, senyumnya nampak cerah.
"Hei, mau pulang bareng?"
"Aku tidak menyangka kamu akan mendatangiku... Tentu saja, mengapa tidak."
Aku mendatanginya dan kami berdua jalan bersebelahan melewati lorong-lorong sekolah.
"Omong-omong tumben kamu mendatangiku?"
Kata ku sambil menoleh kepadanya.
"Bukan apa-apa... Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu mulai sekarang, aku harap ikatan persahabatan kita bisa erat seperti dulu."
"Ahh.. Tentu saja Mari, itu pasti."
Kami berjalan keluar dari sekolahan, saat kami berdua berjalan bersebelahan aku sesekali memandanginya.
"Ada apa Ace? Apakah ada yang salah denganku?"
Kata Mari dengan penasaran.
"T-Tidak, semuanya baik-baik saja, memangnya aku tidak boleh melihatmu?"
Aku terkekeh padanya.
"Hahaha.... Kau ini ada-ada saja Ace~"
"Huh, apa yang lucu?"
Mari mendorong lenganku sambil tertawa.
"Kau yang lucu bodoh!"
"Ya ya ya."
Aku senang bisa membuatnya tersenyum, aku sudah lama tidak mengobrol seperti ini dengan Mari, terakhir kali... itu sudah sangat lama.
"Omong-omong, kamu mau tidak main ke rumahku? Kamu sudah lama tidak mengunjungi ku!"
"Y-Yeah.. Tentu saja."
"Baiklah, ayo berjalan lebih cepat."
Mari menarik tanganku dan berlari dengan kencang.
"Hei, ini namanya berlari bukan berjalan!"
"Haha, aku tidak peduli apa itu."
Dia mencemooh ku dengan menjulurkan lidahnya.
Setelah beberapa saat kami berlarian dengan tawa akhirnya aku sampai di depan rumah Mari. Ahh... Itu membuatku menjadi nostalgia.
Mari membuka pintu rumahnya.
"Ayah, Ibu, aku pulang!"
Suaranya menggema di seluruh ruangan.
"Sepertinya mereka sedang tidak ada di rumah."
Kata Mari saat dia sedang melepaskan tali sepatunya.
"Ohh.. Oke."
Aku duduk di sampingnya melepaskannya tali sepatuku juga, aku melihat Mari sedang bermain dengan handphonenya, seperti sedang mengetikkan pesan.
"Huh~~ Ternyata Ayah dan ibuku akan pulang larut malam, bagaimana bisa mereka tidak memberitahuku terlebih dahulu."
"Eee... Mungkin mereka sedang ada sesuatu mendadak, mungkin?
"Tidak apa-apa, itu tandanya kita bisa bersenang-senang sebebas-bebasnya!"
Mari masuk kedalam ruangan.
"Tunggu yah, aku mau ganti baju dulu, baju sekolah membuatku gerah."
"Oke, aku menunggumu disini."
Aku duduk di sofa.
"Oke, tunggu yah."
Mari masuk keruangan, belum ada dua menit dia sudah keluar.
"Ehh... Cepet banget!?"
"Memangnya buat apa lama-lama."
"Bruhh.."
Aku melepaskan jas sekolah ku.
Reina duduk di sampingku dan tersenyum cerah padaku.
"K-Kenapa?"
"Huh.. Kamu masih gugup karena kita sudah lama tidak bertemu?"
"A-Apa? Tentu saja tidak..."
"Itu terlihat jelas di matamu bodoh~"
Mari terkekeh.
"Ahh, sudahlah terserah mu."
"Hey, jangan ngambek dong."
Mari mengambil remote dan menyalakan televisi.
"Bagaimana kalau kita nonton film?" Kata Mari
"Terserah."
"Oke, ayo nonton film! Omong-omong, kamu suka film apa?"
"Aku lebih suka film Action, atau tentang kehidupan, ya begitulah."
"Aku pikir action itu membosankan."
Kata Mari sambil menaikkan bahunya.
"Selera setiap orang beda-beda!"
"Ya aku tahu, aku kan cuman bilang membosankan."
"Bruhh.. Palingan juga kamu sukanya romansa."
"Tapi kalau nonton film enaknya sambil ditemenin makanan atau cemilan, aku mau masak bentar deh."
Mari segera berdiri dari sofa dan langsung berlari ke dapur.
"Tunggu! Aku juga mau bantuin kamu."
"Ohh.. Bantuin apa?"
Mari bertanya dengan nada bercanda.
"Ya bantuin apa-apa saja, walaupun begitu aku juga bisa masak!"
"Masak mie instan?"
"Heehh, aku serius woyy!"
"Iya deh iya, ayo bantuin aku."
Mari mulai mengambil bahan-bahan yang ada di rak, dan mempersiapkan wajan.
"Mau masak apa?"
"Tumis jamur tiram."
"Ahh itu gampang, serahin aja padaku."
Aku dengan nada percaya diri.
"Kok malah kamu yang masak, kamu bilang hanya ngebantuin."
Mari menatapku dengan skeptis.
"Tenang, kamu bisa mengandalkan ku."
"Baiklah, aku jadi penasaran dengan masakan mu."
Mari bergeser tempat.
"Kalau begitu aku mau cuci piring saja, aku percayakan masakannya padamu Ace."
"Tentu."
Aku mengedipkan mata kiri ku.
Akhirnya kami berdua membagi tugas, aku yang memasak dan Mari di sampingku yang bagian mencuci piring. Aku menghela nafas sejenak dan mulai menyalakan kompor, mencampurkan beberapa bumbu dan menumis nya sampai harum, setelah itu aku menuangkan jamur yang ku campurkan dengan sayuran lalu memasaknya hingga warnanya kecoklatan, setelah matang aku menyiapkan piring dan menaruhnya, tumis jamur tiram sudah siap santap.
"Mari, tumis jamur tiram sudah siap."
Aku tersenyum meyakinkan, aku membuat masakannya dengan baik-baik agar Mari tidak kecewa.
"Hmmm..."
Mari mencium bau nya.
"Mmm... Bau nya harum sekali, sepertinya enak yah."
"Wah, aku harap kamu menyukainya."
"Kalau begitu ayo mulai nonton film, aku juga sudah menyiapkan beberapa cemilan ringan dan soda."
Kami berdua kembali ke depan televisi dan duduk berdampingan di sofa.
Mari menyicip jamur masakan mu.
"Wah, enak yah masakan mu, bagaimana kamu bisa memasak Ace?
"Aku hanya terbiasa lalu aku belajar lebih banyak lagi agar aku bisa meningkatkan skill masak ku, hehe."
"Wow, jarang-jarang lho ada cowok yang pintar masak."
"Bukan apa-apa, masak kan pilihan seseorang."
Mari mulai menyalakan televisi dan memiliki film.
"Aku milih film romansa aja deh."
"Uhhh.. Terserah kamu sih."
Pada akhirnya kami berdua menikmati film bersama-sama.