"Kagayaki-kun"
Gadis itu menyebutkan sebuah nama, tapi aku tidak tahu nama siapa yang dia sebut. Aku hanya terfokus pada wajahnya yang begitu cantik, membuatku tidak berkedip sedikitpun.
Gadis itu, rambutnya panjang berwarna coklat yang dikuncir kuda, serta mata berwarna merah. Aku terus memandangi dia dari jarak 5 meter, sedangkan dia hanya diam dan tersenyum manis.
"Hei! Kagayaki-kun lihat kemana kau?!"
Gadis itu, yang tadinya terlihat tersenyum padaku, sekarang terlihat sedang marah padaku. Aku menunjuk diriku sendiri—seperti orang yang lupa nama. Gadis itu mengangguk sebagai tanda bahwa dia sedang berkata 'Iya'.
Kagayaki, sebuah nama yang begitu asing yang baru kudengar, tapi sepertinya dia memanggilku dengan sebutan itu. Aku mencoba membalas perkataannya.
"Umm..." Aku lupa kalau tidak mengetahui namanya, aku pun berfikir dan tiba-tiba saja mendapatkan sebuah ingatan tentang nama gadis itu. "Setsuna-chan."
Gadis itu memiringkan kepala ke kanan sambil membuka mulutnya.
"Hari ini kamu terlihat aneh, aku berfikir kalau kau memang benar-benah bodoh."
"Ehh?"
aku bingung kenapa dia yang bahkan aku tidak kenal bisa begitu santai berkata 'bodoh' padaku, seolah dia sudah mengenalku lama. Padahal seumur hidupku aku jarang sekali bicara dengan orang lain. Dia mengingatkanku pada gadis dikelas—aku lupa namanya—yang selalu bicara padaku.
"Sudahlah, lupakan saja." dia tiba-tiba saja berkata disaat aku sedang bingung. "Ayo kita kembali ke kota, bajumu jelas-jelas basah."
Dia lalu berpaling ke belakang dan mulai berjalan. Aku mengikutinya dari belakang karena tidak mengetahui jalan di hutan ini. Sambil berjalan aku terus memandangnya dari belakang dan berfikir.
Kenapa aku ada disini? Kenapa aku bisa bertemu dengannya? Siapa dia sebenarnya? Ahh Tuhan aku bingung!
Gadis itu, maksudku Setsuna-chan, dia tiba-tiba berhenti di depan sebuah pohon. Seekor kuda berwarna coklat diikat pada pohon tersebut. Setsuna lalu melepaskan ikatan tali di pohon dan menaiki kudanya, sedangkan aku hanya diam berdiri disampingnya.
"Aku lupa, kau tidak membawa kudamu. Dasar, kau ini selalu saja."
Aku hanya diam dan mendengar perkataannya. Setsuna lalu meraih tangannya kearahku.
"Naiklah, ini gratis."
Aku pun menurut untuk meraih tangannya dan mulai menaiki kuda. Setsuna menghentakkan pelan kedua kakinya ke perut kuda. Kuda itu tiba-tiba saja bergerak maju dan membuatku berpegangan pada pinggang Setsuna.
Setsuna yang merasa bahwa pinggangnya tersentuh olehku merespon dengan suara desahan pelan. Mukanya merah dan terlihat marah saat menoleh kearahku.
"A-apa yang kau lakukan?! Lepaskan tanganmu dari situ."
"Hei, aku hanya mencoba berpegangan supaya tidak jatuh. Kau ingin aku jatuh?"
"Kalau begitu seharusnya kau bilang dari awal!"
"Tenang saja, aku tidak akan macam-macam."
Setsuna lalu memaafkanku, dia lalu kembali fokus ke depan dan menarik tali kendali kuda. Kuda kembali berjalan tetapi lebih cepat dari sebelumnya. Kami berlalu melewati hutan menggunakan kuda, kulihat disekeliling cukup sepi dan tidak terlihat binatang buas.
Hanya ada beberapa binatang seperti Rusa, Babi, Burung, tupai, dan kelinci. Sepanjang perjalanan kami hanya berbicara sebentar karena Setsuna fokus menunggangi kuda.
"Kau ini, kenapa kau selalu pergi ke hutan ini sendirian. Bahkan kau juga lupa membawa pedang untuk berjaga-jaga."
Aku mencoba untuk beradaptasi agar dapat dengan mudah berbicara dengan Setsuna.
"hehehe, aku lupa membawanya."
Sebenarnya aku bukannya lupa untuk membawa pedang, hanya saja saat aku terbangun aku sudah terbaring dipinggir sungai.
Hari ini cukup aneh, baru saja aku tenggelam dari sungai dan berada ditempat asing ini. Ahh, sudahlah aku tidak peduli! lebih baik kulalui saja alur ini.
Setelah menunggang kuda cukup lama akhirnya kami sampai keluar hutan. Kulihat di depan adalah sebuah bangunan tinggi yang terbentang dari kiri sampai kanan.
Itu adalah sebuah tembok raksasa!
Kami memasuki kedalam tembok tersebut melewati sebuah gerbang yang terbuka lebar. Terlihat di gerbang tersebut banyak orang yang keluar masuk dengan gerobak kuda berisi makanan ataupun orang.
Tidak salah lagi ini adalah sebuah kota!
Setsuna melambatkan laju kuda saat berada di dalam kota yang cukup ramai. Ada beberapa orang berjalan dipinggir jalan, ada juga orang yang sedang melakukan jual beli. Beberapa dari mereka terlihat sedang memandang ke arah kami—sepertinya kami menjadi pusat perhatian.
Aku tidak peduli saat orang-orang memandang kami, mataku tertuju pada sebuah Istana besar yang terlihat dari kejauhan. Istana itu cukup besar, aku penasaran siapa yang tinggal disitu, mungkin Raja yang memerintah di wilayah ini.
Saat aku sedang asyik-asyiknya memandangi istana tersebut, tiba-tiba saja kuda berhenti berjalan dan berhenti di depan sebuah Barak.
"Kita sudah sampai, turunlahlah Kagayaki-kun."
Aku lalu turun dari kuda terlebih dahulu, disusul oleh Setsuna yang turun setelahku. Setsuna lalu membawa masuk kudanya kedalam kandang kuda.Aku diam dan hanya menunggu diluar sambil melihat beberapa prajurit yang berjaga disekitar Barak.
Tidak lama kemudian Setsuna kembali dari kandang kuda dan menghampiriku.
"Ayo kita kembali ke Istana."
Ehh? Istana? Apa aku tinggal disana? Untuk apa aku pergi kesana? Aku bahkan tidak tahu jalan.
Aku hanya terdiam karena tidak tahu jalan.
"Ehh, kenapa hanya diam Kagayaki-kun?"
"Kau jalan duluan, aku dibelakangmu saja."
Setsuna pun menurut tanpa ada protes. Dia berjalan terlebih dahulu sedangkan aku hanya mengikutinya dari belakang. Setsuna berjalan di tengah jalan dan entah mengapa para pejalan kaki lainnya menyingkir dari jalan.
Aku tidak tahu mengapa orang-orang disekitar terlihat membungkuk seperti memberi hormat pada kami. Rasanya aku seperti orang bodoh, memalukan sekali.
di jalan kami melihat sekompok orang memainkan instrumen musik, orang-orang berkumpul dan menonton. Aku hanya melihat sekilas dan tersenyum sambil terus berjalan. Menurutku kota ini cukup menarik, penduduknya terlihat bahagia.
Kehidupanku itu hampa, tidak ada hal yang pernah membuatku bahagia. Mungkin kalau soal bahagia itu ketika aku membaca novel dan menonton Anime. Tapi tetap saja hal itu bukanlah kebahagiaan yang sesungguhnya, itu hanyalah sebuah hiburan untuk menenangkan diri.
"Kita sampai."
Perkataan Setsuna membuatku sadar bahwa kami telah sampai di depan istana. Baru kali ini aku melihat istana sungguhan. Banyak prajurit mondar-mandir menjaga istana, beberapa diantara mereka terlihat membungkuk hormat seperti yang dilakukan penduduk kota.
lalu datang seorang prajurit menghampiriku, dia membungkuk hormat seperti yang dilakukan prajurit lainnya.
"Pangeran, Raja sudah menunggu anda di dalam istana."
Pangeran? Apa barusan dia menyebutku seorang Pangeran?
"Kalau begitu aku pergi dulu Kagayaki-sama."
Bahkan Setsuna juga memanggilku dengan lebih hormat, sebenarnya ada apa ini?
Setsuna lalu pergi meninggalkanku berdua dengan prajurit. Dia pergi ke kiri dari halaman istana, entah kemana aku tidak tahu. Prajurit yang barusan lalu berjalan menuju ke dalam istana dan aku mengikutinya dari belakang.
Aku tidak tahu apa yang terjadi disini, bahkan aku tidak tahu tempat ini ada dimana. Menurutku ini adalah dunia yang berbeda di dunia ku, karena di duniaku tidak ada tempat yang seperti ini.
aku terus mengikuti prajurit itu berjalan di aula istana. Kulihat di dalam istana ini cukup besar, banyak barang-barang berharga dipajang disekeliling aula istana.
Ada juga beberapa prajurit lainnya berjaga. Prajurit yang dari tadi aku ikuti dari belakang lalu berhenti berjalan di depan sebuah pintu besar.
"Silahkan masuk Pangeran, raja menunggu anda di dalam."
Dua orang prajurit lainnya yang saat itu berjaga di depan membuka pintu masuk. Aku lalu menarik nafas dan masuk ke dalam ruangan.
Kulihat di dalam ruangan sangatlah besar, orang-orang sudah menungguku. Terdapat banyak prajurit jaga, pelayan, dan tentunya seorang Raja yang menungguku datang. Rasanya seperti di pengadilan saja.
"Akhirnya kau datang juga, Anakku."
Anak? Apa barusan dia memanggilku anaknya?
Seorang raja itu berdiri dari tahtanya dan menyambutku dengan sebutan anak. Aneh sekali padahal jelas-jelas dia tidak mirip denganku.
Biar kujelaskan detailnya, Badannya tinggi, wajah tampan—seperti Pria umur 30 tahun. rambutnya berwarna pirang keemasan, kontras dengan matanya yang berwarna kuning. Dia juga mengenakan pakaian khas Raja, sebuah jubah, perhiasan dari emas disekitar bajunya, dan tentunya mahkota emas.
"Ada apa ini?"
Aku bertanya tentang hal yang terjadi kepada Raja itu dengan santainya karena bingung. Kulihat sang Raja hanya menatapku dan tersenyum. Dia lalu menatap tajam kearah bajuku, tangan kanannya dia letakan di depan dagunya-seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Lebih baik kau berganti pakaian dulu di kamar, Anakku."
Seperti dugaanku, dia melihat pakaianku yang lusuh karena basah terkena air. Dia menuruhku untuk berganti baju di kamar. Aku lalu keluar ruangan tanpa berkata apapun lagi, seperti orang yang seenaknya sendiri.
Saat aku keluar dari ruangan tersebut aku menyadari sesuatu, aku bahkan tidak tahu dimana kamarku. Aku menempelkan tangan kananku di depan jidat, dan mulai berfikir.
Aduh, ada apa ini?
Tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing. Ini, rasanya seperti tidak asing. Rasanya aku tahu tempat ini. Seluruh ruangan di istana ini, aku hafal lokasinya. Aku pun berjalan menelusuri jalan yang ada di dalam istana ini, dan menuju ke kamarku yang berada di lantai 2.
Aku akhirnya sampai dan berdiri di depan pintu sebuah ruangan. Di samping kiri pintu ruangan berdiri dua orang pelayan cantik menundukkan kepalanya-seperti memberi salam. Aku lalu membuka pintu ruangan dengan kedua tanganku, sambil mengabaikan kedua pelayan cantik itu.
Aku menengok sekeliling ruangan yang ada di dalam. Ruangannya cukup besar dan mewah. Yang pertama kulihat adalah sebuah ranjang tidur yang sangat luas dan terlihat nyaman.
Kemudian aku melihat sebuah lemari besar dan menghampirinya. Aku lalu mulai membuka bajuku, tapi aku mengurungkan niatku karena kedua pelayan itu ternyata mengikutiku ke dalam.
"Biar kulepaskan baju anda, Pangeran."
Tiba-tiba salah seorang dari pelayan yang berambut perak sebahu dan bermata kuning melepaskan kancing bajuku. Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya, tapi entah kenapa aku merasa kalau nama dia Nancy.
Baru kali ini ada yang melepaskan kancing bajuku. Mungkin wajahku memerah karena malu.
"T-tidak, biar aku yang melepaskannya sendiri."
Pelayan itu lalu melepaskan tangannya dari kancing bajuku dan mundur kebelakang. Dia lalu mengepalkan kedua tangannya di depan dada, wajahnya merah seperti memelas. Dia sepertinya sangat malu dengan perbuatannya.
Sial, ekspresinya manis sekali.
"M-maafkan aku."
"Tidak usah dipikirkan, itu bukan salahmu."
Kesedihan yang tergambar di wajah pelayan itu berganti dengan sebuah senyuman manis di bibirnya.
"Ara-ara..., bukan begitu caranya Nancy."
Pelayan yang satu lagi ikut menghampiriku, sepertinya dia tidak mau kalah. Dia memiliki ciri-ciri rambut berwarna pirang kuning dengan panjang sepunggung dan mata berwarna biru. Dan entah kenapa terlintas dipikiranku dia bernama Yura.
Berbeda dengan Nancy yang terlihat berumur 15 tahun, Yura terlihat seperti mbak-mbak umur 19 tahun yang menggoda.
"Lihat, celana Pangeran terlihat basah, apa perlu aku lepaskan dan menggantinya?"
Yura lalu bersimpuh untuk bisa menarik celanaku. Aku mereflek mundur dengan kakiku sebelum dia berhasil menarik celanaku.
"T-tidak, aku bisa melepaskan pakaianku sendiri. Kalian diluar saja."
"Baik Pangeran..." Ucap kedua pelayan itu seraya memelas dan pergi.
Hampir saja mereka membuatku pingsan dengan perlakuan yang tidak pernah orang lain lakukan padaku. Aku sangat malu tadi.
Setelah menenangkan pikiran dari kejadian barusan, aku kembali melepaskan bajuku. Dan aku menyadari bahwa badanku lebih kekar dari sebelumnya.
Ini cukup aneh. Aku juga baru menyadari bahwa aku mengenakan kalung dileher. terlihat seperti kalung kerajaan.
Kemudian aku membuka lemari yang ada di depanku. Aku terkejut dengan isi yang ada di dalam lemari. Banyak pakaian mewah ala kerajaan digantung di dalam lemari tersebut. Aku lalu mengambil kemeja putih dan sebuah jas biru ala pangeran kerajaan.
Aku penasaran bagaimana penampilanku di cermin dengan pakaian seperti ini.
Aku lalu menghampiri cermin ukuran besar yang ada disamping lemari. Disitu aku mulai berkaca dan menyadari sesuatu.
"Tubuhku..."
Pantas saja aku merasakan banyak keanehan. Ini tidak seperti diriku yang biasanya. Wajahku, penampilanku, tubuhku, semuanya jelas berbeda.
Aku sangat tau rambutku berwarna hitam dan lebat, rambut ini jelas-jelas berwarna emas pirang. Disini mataku berwarna kuning, bukan hitam. Benar-benar mirip seperti raja tadi.
"Kalau begitu dimana tubuhku?"
"Sebenarnya ini dimana?"
Aku berusaha mengingat hal yang terjadi seharian ini.
*---
Tadi pagi aku berangkat sekolah seperti biasa. Aku juga tidak begitu mengingat kejadian disekolah. Yang kuingat hanyalah pelajaran yang diterangkan sensei, seperti sejarah dan matematika. Lalu sepulang sekolah aku berkelahi.
Tiga orang senpai memukuliku dengan tongkat pemukul Baseball hingga aku babak belur. Aku pulang dengan baju lusuh dan penuh luka disekitar tubuh.
Lalu aku hampir bunuh diri dari atas jembatan, walaupun akhirnya aku terjatuh ke sungai karena terpeleset.
Setelah itu aku terbangun ditepi sungai yang ada di hutan tadi. Dan sekarang aku ada disini
---*
"Jadi sebenarnya aku sudah mati atau belum?"
Aku mulai bingung dan memikirkan kemungkinan yang ada.
Kemungkinan pertama: aku sudah mati dan bereinkarnasi dengan tubuh yang baru.
Kemungkinan kedua: ini hanyalah mimpi yang begitu nyata.
Kemungkinan ketiga: setelah aku tenggelam di sungai dan tidak sadarkan diri, jiwaku terpisah dari tubuh asliku dan masuk ke tubuh ini.
"Kalau begitu bagaimana keadaan tubuhku dan pemilik tubuh ini?"
"Apakah dia sudah mat-."
sebelum aku menyelesaikan ucapanku, terdengar suara Yura dari luar.
"Pangeran, apakah anda sudah selesai mengganti pakaian?"
Aku juga mendengar suara Nancy dari luar.
"Raja telah menunggu anda lho."
"Oh, tunggu sebentar..."
Para pelayan itu memanggilku disaat aku sedang fokus berpikir. Raja juga sepertinya sudah menungguku. Pasti ada hal penting yang harus dibicarakan.
"Kira-kira ada apa ya?"
Aku lalu keluar dari kamar, membuka pintu besar yang ada dengan kedua tanganku. Dua gadis pelayan yang tadi masih berdiri didepan, mereka menundukan kepala ketika melihatku keluar. Aku lalu mengabaikan mereka dan pergi berjalan di lorong istana.
Sambil berjalan aku mengingat jalan menuju aula raja. Entah kenapa aku terus mendapatkan ingatan tentang jalan-jalan yang ada di lorong istana ini. Rasanya seperti Déjà vu.
Aku sampai di depan pintu besar menuju ke dalam tempat raja. Sepertinya biasa para prajurit menundukkan kepalanya lalu membukakan pintu. Didalam ruangan sekarang sudah ramai orang berkumpul, bahkan lebih banyak dari yang sebelumnya.
Aku melihat seorang ratu—dilihat dari penampilannya yang mengenakan mahkota emas—berdiri tepat disamping Raja yang sedang duduk. Kulitnya putih, bibir merah menawan, rambut orange kecoklatan, serta mata biru. Dia adalah Rosarie Lucian-Ibu kandungku di dunia ini, itulah yang terbenam didalam ingatanku.
"Ara~ Calon Putra Mahkota kita sudah selesai bersiap-siap rupanya," Ucap sang Ratu sambil menempelkan tangan kanannya di pipi.
Selain itu disamping kanan dan kiri karpet merah yang aku lalui untuk berjalan berdiri para menteri menteri kerajaan. Aku melihat Setsuna berdiri diantara mereka, disampingnya berdiri Pria berbadan tinggi dan kekar yang berpakaian seperti seorang Ksatria Kerajaan. Dia adalah Ayah dari Setsuna, Komandan Prajurit Kerajaan yang ada disini. Sepertinya orang-orang penting Kerajaan dikumpulkan diruangan ini sekarang. Pasti ada hal penting yang ingin dibicarakan.
"Seperti biasa kau terlihat tenang dalam situasi seperti ini ya, Kagayaki-Nii-Sama."
Aku menoleh belakang, seorang pemuda tampan yang lebih muda dua tahun dariku berjalanan menuju kearahku. Sepertinya dia juga baru saja masuk ruangan sama sepertiku. Humm, dia sepertinya adalah Adik Laki-lakiku yang berusia 15 tahun.
Shinji Lucian, putra kedua dari Raja. Memiliki ciri rambut berwarna orange kecoklatan—sama seperti Ratu. Kulit putih dan mengenakan pakaian kerajaan berwarna putih bercampur merah.
"Kenapa kau juga ada disini, Shinji."
"Karena sekarang kita sedang membicarakan hal penting, tentu saja Ayahanda memanggil kita berdua." Ucapnya tersenyum sambil menyilangkan kedua tangan.
Sebenarnya hal penting apa yang ingin Raja bicarakan?
Raja kemudian bangun dari singgasananya.
"Para hadirin yang terhormat, "
Serentak semua peserta yang ada didalam termasuk aku menoleh kearah Raja. Sang Raja kembali melanjutkan ucapannya,
"Terimakasih telah datang pada pembicaraan yang penting ini. Hari ini saya sebagai Raja pemimpin negeri ini ingin mengumumkan calon Putra mahkota yang kelak akan menjadi Raja di negeri ini."
Semua pandangan saat itu juga tertuju padaku dan Shinji.
"Tentunya kita semua tau peraturan dalam pemilihan Putra mahkota di kerajaan ini. Putra mahkota akan dinobatkan secara turun temurun ke anak pertama, itu artinya Kagayaki-lah yang akan menjadi Putra mahkota."
Kagayaki? Ehh, itu artinya aku.
Seperti yang kuketahui, baru saja aku sampai di dunia ini. Aku sudah ingin dinobatkan sebagai Putra mahkota, sungguh merepotkan.
"Namun seperti yang kita semua ketahui juga," Raja kembali berbicara.
"Jika sang anak pertama memiliki adik, dan berusia setidaknya 15 tahun. Maka adiknya berhak menantang sang kakak dalam pertarungan satu lawan satu yang adil, dan pemenangnya lah yang menjadi Putra mahkota resmi."
Shuji pun tersenyum sambil menyilangkan kedua tangannya sembari berkata,
"Tidak Ayah, aku sama sekali tidak berminat menjadi Putra mahkota. Tugas yang merepotkan itu sepenuhnya aku serahkan kepada Kagayaki-Nii-sama."
Kukira dia berniat menantangku dalam pertarungan yang raja maksud. Sungguh kenapa bisa aku tiba-tiba terlibat dalam hal merepotkan ini.
"Kalau begitu yang akan memegang gelar Putra mahkota sepenuhnya adalah dirimu Kagayaki, apakah kau bersedia?"
"Apa boleh buat, memang tidak ada pilihan lain lagi. Kalau begitu akan kuterima tawaran Ayah."
"Whoa...," seru para hadirin yang ada diruangan.
Semua orang yang ada didalam ruangan bersorak gembira dan bertepuk tangan, termasuk Ratu, Setsuna, dan Shinji. Raja pun ikut tersenyum mendengar jawabanku.
Setelah suasana kembali tenang Raja pun memberi pemberitahuan terakhir.
"Kalau begitu sudah diputuskan, Kagayaki lah yang akan menjadi Putra mahkota resmi kerajaan. Besok siang adalah penobatan dan pengumuman resmi nya kepada para penduduk negeri ini. Tiga hari setelahnya akan diadakan jamuan yang dihadiri bangsawan-bangsawan negeri ini."
Setelah pengumuman itu selesai perkumpulan ini pun ditutup. Para menteri memberi ucapan selamat padaku. Shinji juga menghampiri ku dan memberikan selamat.
"Selamat ya, Onii-san."
"Ahh terimakasih banyak Shuji, kuharap kau tidak keberatan dengan keputusannya."
"Ahh tentu aku tidak keberatan, menjadi Putra mahkota pasti sangat me-."
"Pangeran, selamat ya!!!" Ucap Setsuna yang tiba-tiba menghampiri ku.
"Ahh iya, terimakasih banyak ucapan nya Setsuna-chan."
"Umm, begini Pangeran-kun. A-aku..."
"Aku...?"
"Bi-bisakah kita malam ini ber-."
Setsuna dipanggil oleh Ayahnya sebelum dia selesai bicara.
"Maaf pangeran, seperti nya aku harus pergi duluan. Sampai jumpa."
"Ehh???"
---
Aku berjalan menuju kamar ku, disana dua 'Maid setiaku' berdiri menunggu didepan Pintu.
"Selamat datang kembali Pangeran." Ucap kedua pelayan itu sembari membukakan pintu
Aku kemudian masuk kedalam kamarku disusul oleh kedua pelayan ku.
Rasanya melelahkan, aku memutuskan untuk duduk diatas Ranjang ku. Kedua Pelayanku seperti biasa berdiri di depanku. Mereka seperti tidak ada lelahnya mengikuti ku.
"Bagaimana pertemuan anda dengan Raja, Pangeran." Tanya Yura.
"Ahh, kupikir dia menyuruh ku untuk apa. Ternyata menyuruh ku untuk jadi Putra Mahkota." Jawabku.
"Ehh..., Pangeran sudah jadi Putra Mahkota?" Tanya Nancy penasaran.
"Belum benar-benar jadi Putra Mahkota kok." Jawabku.
"Ara-ara Nancy-chan, seperti nya kamu baru tahu. Dikerajaan ini anak pertama dari raja akan dinobatkan menjadi Putra Mahkota penerus raja." Ucap Yura menjelaskan.
"Ternyata seperti itu, maafkan ketidak tahuanku. Karena aku tidak berasal dari negeri ini, jadi aku harus lebih banyak belajar dari Yura-san." Ucap Nancy.
"Umm tapi Pangeran, apakah Pangeran Shinji tidak keberatan dengan keputusan Raja?" Tanya Yura dengan raut wajah khawatir.
"Tidak sama sekali kok, dia bilang akan kerepotan kalau menjadi Putra Mahkota." Jawabku.
"Ara, ternyata seperti itu. Dasar Pangeran Shinji." Ucap Yura sambil tersenyum lega.
---
Malam pun tiba disini, semua kejadian sebelumnya telah berlalu. Hari ini rasanya sangat melelahkan, aku pun berbaring di ranjang ku. Rasanya nyaman sekali berada di Ranjang sebesar ini.
"Ahhh..."
Aku menghela nafas, melepaskan semua beban yang ada dipikiran ku sambil bersantai. Rasanya sangat tenang sampai terdengar suara benturan di kaca jendela.
Aku bangun dari ranjang dan mengampiri kearah jendela kamar. Untung saja tidak ada kaca yang pecah saat kutengok. Kemudian aku membuka jendela karena penasaran. Kulihat Setsuna berdiri dihalaman luar.
Dari atas kamar ku dia seperti melambaikan kedua tangannya ke arahku. Rasanya dia seperti memberi kode padaku. Tapi aku tidak begitu paham dengan maksudnya.
Aku berpikir sejenak dan melihat kesamping Jendela ku. Sebuah Tali tambang yang panjang dan melingkar disangkutkan dipinggir jendela. Bisa-bisa nya aku tidak sadar ada tali disini.
Tanpa pikir panjang aku menjatuhkan ujung talinya kebawah. Sementara itu ujung tali yang lainnya kupegang erat. Setsuna pun langsung naik menggunakan tali itu. Rasanya cukup berat menahan ujung tali tersebut, namun tanpa sadar Setsuna berhasil naik keatas.
Aku yang baru sadar bahwa Setsuna-chan berhasil naik hanya terdiam memandangi nya sambil terus menahan ujung tali. Di momen itulah kami bertatapan satu sama lain untuk yang kedua kalinya. Suasana ini membuatku canggung dan tidak bisa berkata-kata.
"Selamat malam Pangeran-kun." Ucap Setsuna sambil tersenyum padaku.
"M-malam juga Setsuna-, chan."
Setsuna kemudian melompat dan masuk kedalam jendela. Dia sekarang berada tepat dihadapan ku. Akupun melepas ujung tali begitu saja dan tergeletak dibawah.
"Kenapa, kenapa kau datang malam malam begini."
"Anu..., Begini Pangeran-kun. Tentang perkataan ku sebelumnya. Aku ingin bertemu dengan mu malam ini, I-itu yang kumaksud."
"Ahh jadi maksud perkataan mu yang sebelumnya. Umm, omong-omong apa yang kau lakukan pada Jendela ku Setsuna-chan?"
"Eehhh..., I-itu. Aku melempar nya dengan batu hehehe."
Bisa-bisa nya dia bicara begitu sambil tertawa.
"Dasar, kalau saja kacanya pecah pasti Raja akan menghukum mu."
"Ehhh..., Maafkan aku Pangeran-kun."
"Humm, aneh sekali. Tidak biasanya kau memanggilku Pangeran saat sedang berdua saja."
"T-tidak bolehkah..., Aku hanya ingin memanggil mu dengan lebih sopan." Setsuna tersipu malu.
"Tentu saja boleh, bukankah aku pernah mengatakan padamu. Cukup Panggil namaku saja saat sedang berdua, tidak perlu formal begitu kok."
Daritadi aku bicara seolah sudah mengenal lama Setsuna-chan. Padahal kami baru saja bertemu siang tadi di hutan. Tetapi sekarang aku adalah seseorang yang berbeda.
Ya, namaku yang sekarang adalah Kagayaki. Setsuna-chan adalah teman dekatku sejak kecil, aku tidak boleh melupakan hal itu. Harusnya aku sadar lebih awal.
"Kagayaki-kun," ucap Setsuna sambil memandangi keluar jendela.
"Iya Setsuna-chan?"
"Selamat ya, sebentar lagi kamu dinobatkan menjadi Putra mahkota."
"Bukankah kau sudah mengucapkannya padaku sebelum ini."
"Bukan begitu, hanya saja aku merasa sangat senang kau mau menjadi Putra mahkota." Ucap Setsuna sambil tersenyum gembira kearah ku.
Setsuna lalu memeluk erat badanku. Tinggi badan kami hanya berbeda 4cm saat berpelukan, tentu aku lebih tinggi darinya. Selain itu rasa pelukan ini hangat.
Baru kali ini aku merasakan pelukan. Tidak, mungkin sudah sangat lama. Jadi kubiarkan Setsuna-chan terus memelukku malam ini.
[Chapter 1 - end]