Aku tidak percaya berakhir di tempat pria ini. Dia tidak membiarkan ku untuk berbicara sepatah kata apa pun sedari tadi. Tetapi anehnya aku mengikuti kemauannya. Sial.
Sekarang aku sedang duduk di ruang tengah kediaman pria ini. Dan aku mengerti alasan dia dengan mudahnya mengirim uang bayaranku, rupanya dia memang sangat kaya.
Berbicara tentang uang bayaran, sebenarnya aku tidak ingin bekerja di club sialan itu. Aku terpaksa bekerja di sana karena Tante girang yang merawat ku menjualku, ah tidak— menukarku sebagai jaminan dari utang-utangnya pada pemilik bar.
Untung saja pemilik bar itu tidak menjadikan ku sebagai wanita penghibur, cukup aneh bukan? Tetapi biarlah itu berlalu, sekarang aku harus memikirkan caraku bisa keluar dari genggaman pria sialan ini.
"Minumlah," dia menuangkan segelas Vodka pada gelas.
Apa tidak ada minuman lain? Air putih pun tidak apa-apa, aku malah menginginkannya.
"Tidak terima kasih," balas ku ketus.
Dia terlihat dengan jelas jika dia tidak menyukai cara bicaraku.
"Aku cukup sabar menghadapi mu sedari tadi, apa kau tidak ingin menunjukkan sikap hormat mu pada orang yang membebaskan mu pada tempat itu?"
Untuk apa berterima kasih? Aku justru membencinya. Dia membuat semuanya berantakan!
Dia menghela napas menyadari diam ku. Dia duduk di depan ku lalu mengeluarkan cerutunya dan mulai merokok. Benar-benar tidak memiliki etika, asap rokoknya sangat mengganggu.
"Katakan namamu,"
Ah benar. Sedari tadi kami tidak mengenal nama satu sama lain. Atau tidak?
"Apa kau mendadak bisu?"
Sial.
"Erisia" balas ku singkat.
"Apa aku harus mengajar bibirmu bicara jelas? Katakan nama lengkap mu,"
Aku memutar mataku dengan kesal. "Erisia Benedetta,"
"Sounds unique," ujarnya.
Aku hanya menatapnya saja.
"Alright Mrs. Benedetta, karena alasan lain, aku tidak jadi menjadikan mu sebagai bartender pribadi ku,"
Keningku mengerut. "Lalu apa?"
Dia menunjukkan senyuman penuh seringai lagi. "Aku ingin kamu menjadi pelayan pribadiku,"
"What the F—?"
Sebelum aku menyelesaikan ucapanku, lagi-lagi aku merasakan benda kenyal di bibirku. Sial! Aku kecolongan dua kali.
"Apa yang kau lakukan??!" Pekikku terkejut.
"I said, watch your mouth, sweetie. Aku tidak akan mentolerir kata-kata umpatan yang keluar dari bibir manismu itu,"
"Shut up?!"
Dia terkekeh. "Kau benar-benar sesuatu, hari ini aku akan memberi pelonggaran, tetapi tidak untuk nanti," dia berdiri lalu berjalan mendekatiku.
Dia sekali lagi memegang daguku, mengangkatnya sehingga dapat menatapnya dengan jelas.
"Listen Mrs. Benedetta, aku serius dengan ucapanku dan kau tidak memiliki wewenang untuk mengubahnya, ingat posisimu, aku yang menyelamatkan mu dari tempat menjijikkan itu,"
Cih. Aku membenci pria ini. Sungguh tidak tahu malu dan begitu arogan.
"Dan ingat, aku tidak akan mengubah statusmu. Aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, sekali pun tubuhmu ini,"
Sial! Dia begitu merendahkan ku.
"Damn you!!"
"Apa kau begitu suka jika aku cium?"
What the? Spontan aku menutup bibirku lalu menepis tangannya yang memegang daguku.
Pria gila ini terlihat terkekeh, seperti senang jika menggoda ku. Ugh! Ini sangat menjengkelkan.
"LILIAN!!"
Ketika pria ini berteriak menyerukan nama yang tidak aku kenal, seorang wanita cantik datang menghampiri kami. Jika saja dia tidak memakai tanda pengenal, aku akan mengira jika dia adalah pasangan pria gila ini.
"Siapkan dia, dan tempatkan dia di sebelah kamarku, pastikan tidak ada yang kurang!" Perintahnya dengan nada keras.
Benar-benar pria yang senang otoriter.
"Baik Tuan,"
Aku dibawa oleh wanita yang di sebut Lilian tadi. Kami naik ke lantai 2 rumah ini. Jujur, aku tidak henti-hentinya berdecak kagum dengan rumah ini. Tidak dapat aku pungkiri, arsitektur rumah ini sangat bagus dan menggugah selera.
Kami berhenti di sebuah pintu. Wanita tadi mengeluarkan kunci lalu memintaku masuk. Kami berdua masuk ke dalam kamar. Tanpa berbicara sepatah kata pun, dia membuka resleting kostum kelinciku.
"Akh!" Pekik ku kaget.
"Tuan meminta saya menyiapkan Anda, jadi mohon kerja samanya,"
Aku terdiam mendengar itu.
Cukup lama dia 'menyiapkanku' bahkan ada sesi pemeriksaan yang tidak aku sangka-sangka. Aku masih terkejut dengan semua ini. Aku tidak menyangka akan ada sesi itu. Yang menjadi permasalahan adalah aku pikir hanya berdua saja ternyata ada orang lain juga.
"Silakan mengenakan pakaian yang saya sediakan di dalam," ujarnya dengan wajah tanpa ekspresinya.
Aku berjalan keluar dari kamar mandi dan melihat pakaian merah yang sebenarnya tidak juga layak dikatakan sebagai pakaian. Terlalu terbuka. Aku pikir ini baju tidur pengantin.
"Silakan kenakan,"
Mengapa dia begitu menekanku? Aku sangat tidak nyaman.
Aku mulai mengenakan pakaian itu. Pakaian ini sangat-sangat terbuka dan mengekspose tubuhku. Sial. Aku seperti wanita penghibur sekarang.
"Apa tidak ada pakaian lain?" Tanyaku pada Lilian.
"Tuan akan menyukai Anda jika mengenakan pakaian ini,"
Aku memutar malas mataku. "Aku tidak peduli pendapat pria itu, apa tidak ada pakaian normal?"
"Tuan akan marah jika apa yang dia inginkan tidak dapat dia miliki,"
"Sial! Sebenarnya apa mau pria itu?"
Lilian terdiam. Cukup lama dia berbicara. "Saran saya, jangan membuat Tuan marah. Atau, nyawa Anda terancam."
"Apa maksudmu?"
"Anda akan tahu nantinya,"
Aku benar-benar frustasi sekarang.
"Baiklah, tapi setidaknya beritahu aku siapa nama pria itu?"
Sekali lagi Lilian diam sebelum menjawab. "Biasanya Tuan akan memberitahu sendiri, untuk sekarang Anda bisa memanggilnya Mr. Right."
Mr. Right? Nama aneh macam apa itu?
"Aku butuh nama aslinya," balasku menuntut jawaban.
"Maaf, saya akan kehilangan pekerjaan saya jika melanggar aturan. Silakan duduk, saya akan menyisir rambut Anda,"
Aku berdecak kesal tetapi tetap melakukan apa yang diminta Lilian.
Ketika Lilian sedang menyisir rambutku, aku dapat mendengar suara pintu yang di buka. Aku menoleh dan melihat pria gila itu lagi. Pakaiannya juga berubah, dia memakai jubah hitam.
Lilian berhenti menyisir lalu menuntun ku untuk berdiri di depan pria gila itu. Kemudian, dia terlihat berjalan mendekati pria gila itu dan berbisik.
"Perfect,"
Aku penasaran apa yang bisikkan pada pria gila ini hingga dia berkata seperti itu.
"Kau bisa keluar Lilian,"
"Baik Tuan,"
Setelah Lilian pergi, aku segera memberi pertanyaan.
"Sebenarnya apa yang kau rencanakan hah? Lepaskan aku, aku akan membayar balik dirimu!"
Pria itu atau yang di sebut Mr. Right terkekeh. Sial, aku serius jika mengatakan bahwa aku membenci tawa itu. Benar-benar merendahkan ku.
"Jangan harap,"
"Sebenarnya kau siapa hah?"
Pria itu menatapku intens. Dia berjalan lalu memegang daguku. Apa pria ini menyukai daguku? Mengapa dia begitu sering memegangnya?!
"Kau akan tahu nantinya, cukup kenali aku sebagai Mr. Right,"
Sial. Aku membencimu.