Chereads / Bloody Line: Under The Drop of Blood / Chapter 319 - Chapter 319 Not a Faded

Chapter 319 - Chapter 319 Not a Faded

Sesampainya di restoran, suasana di sekitar Neko dan Felix terasa cukup sibuk, dengan meja-meja yang dipenuhi oleh orang-orang yang sedang menikmati makan malam mereka. Lampu-lampu gantung yang berpendar lembut menciptakan atmosfer hangat di dalam ruangan. Namun, meskipun ramai, Neko hanya terdiam menunggu, tubuhnya sedikit tegang menantikan kedatangan seseorang. Felix, yang berdiri di sampingnya, terlihat lebih santai, meski wajahnya sedikit cemas.

"Kau bilang dia akan datang tepat waktu? Aku benar-benar sangat malas, dan seberapa bahayanya dia itu?" Neko berbicara seperti menganggap orang itu enteng. Suaranya sedikit terdengar kesal, mungkin karena rasa malas yang meresap, namun tatapannya tidak bisa menutupi ketidakpeduliannya terhadap situasi yang akan datang.

Felix mengangguk dengan tenang, meskipun nada suaranya terdengar sedikit serius. "Jika kau menyentuhnya, dia akan menceburkanmu ke kolam," kata Felix sambil menunjuk kolam renang yang terletak di luar restoran, yang dikelilingi dengan pepohonan rimbun dan pencahayaan yang menciptakan kesan misterius pada malam itu. Udara segar dan sedikit dingin, yang menambah ketegangan dalam suasana.

"Aku tidak peduli, aku akan pergi saja," Neko langsung berdiri dan berjalan pergi, langkahnya cepat, membuat Felix terdiam sejenak, menghela napas panjang. Ketegangan yang menguar dari tubuh Neko sepertinya tidak bisa disembunyikan lagi.

Neko berjalan melewati pintu besar restoran, dan jalan keluar yang terbuat dari batu granit hitam itu memang melewati kolam renang. Suasana malam yang tenang mendukung suasana yang lebih intens, namun di saat itu juga seorang pria mendadak saja menarik lengannya, membuat Neko terkejut. Bau air dan tanah yang basah menyatu dengan aroma harum bunga malam yang tumbuh di sekitar kolam. Mereka saling mendekat, dan sebuah ketegangan tercipta di udara saat Neko terdiam, tidak tahu harus berbuat apa.

Felix yang merokok dengan santai di sudut restoran, menoleh ke arah kolam renang itu. Mata Felix membesar saat melihat istrinya disentuh orang lain. Suasana yang semula tenang berubah menjadi tegang dan penuh amarah yang membara. "(Sialan,)" gumam Felix dengan nada geram, sementara perasaan meluap-luap merasuki hatinya. Suara desahan angin malam yang lembut pun terdengar seperti samar di antara detakan jantungnya yang semakin cepat.

---

"Hei, kau, gadis manis... Tidak pernah aku lihat gadis manis seperti mu, mau sewa kamar bersama ku? Hm~" Tatapan pria itu penuh dengan kesombongan, dan suara rendah yang terdengar menggoda seperti bisa menghipnotis siapapun yang mendengarnya. Lampu dari kolam renang yang redup menyinari wajahnya, menambah kesan licik pada senyumnya.

Lalu Felix tiba-tiba saja berteriak, suaranya menggetarkan udara yang kaku. "Lepaskan dia!" teriaknya dengan nada tegas dan penuh peringatan. Suasana seakan terhenti sejenak, hanya suara langkah kaki Neko yang terhenti terdengar.

"Oh Felix," pria itu menyapa dengan senang. Ternyata, pria itu adalah orang yang akan ditemui Neko dan Felix. Keadaan di sekitar mereka semakin memanas, atmosfer menjadi semakin mencekam, seolah ada badai yang siap meledak.

"Kenapa kau memintaku melepasnya? Oh, aku tahu... Apa kau ingin aku menceburkannya di kolam renang ini?" kata pria itu, sambil tertawa kecil, merasa di atas angin dengan kekuasaannya.

"Apa?" Neko menjadi terkejut. Keheranan bercampur dengan kebingungannya, seolah-olah dia tidak mengerti mengapa pria itu begitu mudahnya bertindak kasar. Lalu pria itu menatap ke Neko dengan penuh pemikiran dan seketika melepas Neko, membuat Neko kembali terkejut. Hal itu membuat Neko terjatuh ke kolam dengan gerakan lambat yang tampak dramatis, dan Felix yang melihat itu menjadi terdiam kaku, seolah tubuhnya membeku di tempat.

Neko keluar dari air dengan tubuh yang basah kuyup, rambutnya meneteskan air seperti tirai transparan yang menutupi sebagian wajahnya. "Apa kau harus melakukan ini?! (Dasar orang aneh,)" suara Neko terdengar penuh dengan kejengkelan, namun juga kebingungan yang tak terungkapkan. Matanya tajam menatap pria itu dengan penuh amarah.

"Haha, maaf... Aku keseleo tadi," kata pria itu sambil berjongkok, menatap Neko yang masih berada di kolam dengan ekspresi sedikit bingung. Wajah pria itu terlihat canggung, namun ada kebohongan dalam suaranya yang tak bisa disembunyikan.

"Gadis sepertinya ternyata milik orang kejam ya, apa kau diperas olehnya agar kau mau sama dia... Pasti kau disiksa setiap hari kan, tapi aku tak melihat luka babak belur padamu," kata pria itu dengan nada sombong, seakan-akan ingin menggali informasi lebih jauh tentang kehidupan pribadi Neko.

Tapi di saat itu juga, Felix, yang sebelumnya hanya diam, tiba-tiba menendang pria itu hingga jatuh ke dalam kolam. "Berani sekali membuat istriku basah!!" tatap Felix dengan penuh amarah yang menyala. Neko yang mendengar itu menjadi terkejut, matanya membelalak tidak percaya, namun ada perasaan hangat yang menyentuh hatinya saat mengetahui Felix membela dirinya, meskipun pria itu adalah teman penting Felix.

"Fe... Felix?! Kenapa?! Siapa dia?! Istrimu?!" tatap pria itu yang keluar dari air dengan tubuh yang basah kuyup. Sekelilingnya tampak seperti dunia yang terbalik, tidak mengerti apa yang sedang terjadi. "Kenapa?! Istrimu?! Kapan kau menikah?! Apa kau memeras gadis cantik itu?!" Pria itu masih tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi, tetap berpikir bahwa Felix mungkin hanya bermain-main dengan Neko.

---

Lalu Felix mengulurkan tangan pada Neko yang perlahan menerimanya, sementara langit malam yang gelap semakin menyelimuti mereka. Seketika Felix menggendong Neko di dadanya dengan penuh kehangatan, melawan udara malam yang sedikit dingin. "Tunggu, kau bisa basah!!" Neko menatap Felix terkejut, tidak percaya dengan perlakuan Felix yang begitu peduli padanya.

Felix menatap serius pada pria tadi yang masih ada di kolam renang, sementara suara desiran air di kolam terdengar samar. "Aku membatalkan perjanjiannya, kontrak bisnisnya sudah selesai dan kita tak perlu menjalin kontrak lagi," kata Felix padanya dengan tegas, suaranya terdengar penuh wibawa. Pria itu hanya terdiam, wajahnya kembali menunjukkan kesombongan yang tak bisa disembunyikan, berpikir dalam hati. "(Cih, jika tahu begitu... Aku tak akan melepaskan gadis itu, kupikir itu hanya gadis mainannya Felix, ternyata istrinya... Benar-benar deh.)"

Lalu Felix berjalan pergi meninggalkan pria itu. Semua orang di sana melihat dengan wajah terperangah, seakan-akan mereka menyaksikan sebuah pertunjukan yang tidak terduga.

---

"Apa yang kau pikirkan? Jika kau membatalkan kontraknya... Bagaimana dengan pekerjaan perusahaan?" tatap Neko dengan khawatir pada Felix. Udara malam terasa semakin dingin, dan suara kendaraan yang berlalu-lalang terdengar di kejauhan, seolah menyambut pulangnya mereka.

"Tidak perlu terlalu dipikirkan, aku sedang malas," balas Felix dengan wajah seriusnya. Neko terdiam sejenak, tidak bisa menutupi perasaan campur aduknya. Wajahnya sedikit memerah, perasaan kagum pada Felix yang begitu keren di depan banyak orang masih terasa hangat di hatinya.

Tapi Neko ingat saat pria tadi mengatakan tak ada babak belur di tubuh Neko. Kata-kata itu seperti menggantung di udara, mengusik pikirannya. Ada sesuatu yang janggal dalam kalimat itu, sesuatu yang membuat Neko merasa tak nyaman meskipun tidak ada yang tampak salah. Di saat itu juga, Neko terpikirkan sebuah pertanyaan yang perlahan muncul di benaknya, pertanyaan yang begitu sederhana namun sulit untuk dijawab. Namun, ia memilih untuk tidak mengucapkannya, setidaknya untuk saat itu.

Lalu Felix menurunkan Neko di garda mobil yang terletak di sisi jalan. Neko duduk di sana dengan bingung, matanya menyusuri jalanan yang sepi, hanya lampu-lampu jalan yang menyinari di kejauhan. Udara malam yang dingin terasa menusuk kulit, tetapi keheningan di sekitar mereka lebih terasa. Hati Neko dipenuhi berbagai pertanyaan, namun ia tak tahu harus mulai dari mana. Keheningan itu semakin membebani.

"Tunggulah sebentar," kata Felix, mengambil sesuatu dari balik kaca mobil. Ia berjalan masuk, tubuhnya menjulang tinggi di bawah cahaya lampu jalan, meninggalkan Neko yang masih terdiam. Beberapa detik kemudian, Felix kembali dengan handuk di tangan. Ia dengan lembut mengambil posisi di samping Neko dan memakaikan handuk itu di tubuh Neko. Sentuhan hangat handuk itu sedikit menghilangkan rasa dingin yang mencekam.

"Apa kau kedinginan?" tatap Felix, suaranya penuh perhatian, seolah ingin memastikan semuanya baik-baik saja.

"...Tidak juga," jawab Neko, meskipun sebenarnya tubuhnya mulai merasakan kedinginan yang luar biasa. Namun, ia tak ingin menunjukkan kelemahannya.

"Amai, Maafkan aku, membawamu pada orang aneh," kata Felix, suara yang sedikit lebih dalam. Ia mendekat, kedua tangannya juga memegang garda mobil di samping kaki Neko, memberikan rasa aman namun tetap ada kecanggungan di udara di antara mereka.

"Tak apa... Ini juga bukan tujuanmu," balas Neko, matanya menatap ke arah lain, menghindari tatapan Felix. Ia memegang pipi Felix dengan tangan yang lembut, merasakan detak jantungnya yang cepat. Lalu, seiring dengan keheningan yang semakin terasa, mereka saling menatap dan bibir mereka bertemu dalam sebuah ciuman singkat namun penuh perasaan.

"Hentikan..." Tapi Neko menghentikan itu di pertengahan dengan wajah tak nyaman. "Jangan melakukan itu di sini..." Dia tak nyaman sambil membuang wajah, merasa cemas akan apa yang baru saja terjadi.

Felix pun menatapnya dengan kecemasan yang tampak jelas di wajahnya. "Amai, maafkan aku, aku padahal sudah berjanji... untuk melindungimu..." Tatapannya tajam, penuh penyesalan.

"Aku tahu itu... Aku sudah menduga ini akan terjadi... Tapi, sebenarnya siapa dia?" tanya Neko, suaranya sedikit bergetar meskipun ia berusaha terdengar tenang.

"Hanya rekan bisnis, aku ingin menjalin kontrak bisnis dengan dia, tapi dia memiliki satu syarat: membawa gadisku. Jika aku tidak membawanya, dia akan menertawakan aku sepuasnya dan berkata, 'Pria sepertimu belum memiliki pasangan, sangat aneh.' Karena itulah aku membawamu. Tak mungkin aku membawa wanita lain jika aku punya kau, tapi ini malah terjadi." Felix menghela napas panjang, tampaknya merasa kecewa dengan keadaan yang tak bisa ia kendalikan.

"... Bicara soal wanita, bisa kau jelaskan apa yang dimaksud 'gadis mainan' oleh lelaki itu?" tanya Neko, suaranya keras dan penuh rasa penasaran. Felix terdiam mendengarnya, matanya menunduk sejenak, seolah tak siap untuk melanjutkan pembicaraan ini.