Tapi kemudian ada yang masuk, yakni perawat tadi yang melihat Felix menunggu Neko di sana sambil memegang erat tangan Neko. "Tuan Felix."
Felix menoleh padanya dengan wajah dinginnya.
"Tuan Felix, apa Anda tidak ingin melihat putra-putri Anda di ruang bayi?" tatapnya.
Saat itu juga, Felix terdiam menatapnya. "Apa maksudmu? Putra-putri? Mereka berdua sepasang gender?"
"Ya, itu sangat bagus, dan juga unik karena jarang ada bayi kembar yang sepasang gender," kata perawat itu.
Lalu Felix terdiam. Ia melihat wajah Neko yang tampak terbaring lemah. Felix tersenyum kecil dan mencium kening Neko, lalu menatap ke perawat tadi. "Bawa aku pada bayi-bayi itu," kata Felix.
"Baiklah, mohon ikuti aku," perawat itu menuntun Felix. Sesampainya di lorong, terlihat ada dua perawat wanita yang masing-masing membawa bayi yang sangat manis. Sebelumnya, ada banyak orang yang lewat dan melihat bayi itu.
"Astaga, sangat manis... Bayinya sangat lucu," mereka mulai mendekat ke dua perawat itu.
"Siapa pemilik bayi ini, gennya sangat manis," mereka menatap. Salah satu bayi itu kemudian membuka mata dan menatap mereka. Rupanya, warna mata bayi itu berwarna merah. Ia menguap sangat imut, seketika meluluhkan hati semua orang di sana. Mereka berdua sangat manis dan imut.
"Mereka?" Felix terdiam.
"Ya, Tuan Felix, mereka kedua putra-putri Anda. Mereka sangat imut. Di rumah sakit ini, mereka akan diberi penghormatan karena kedua bayi itu sangat manis. Sebelumnya memang putra Anda yang pertama, dia juga manis saat kecil dan sekarang. Dia menjadi lelaki kecil yang tampan. Aku yakin kedua bayi kembar Anda juga akan menjadi wanita dan pria yang baik," kata perawat itu. Lalu dia, perawat yang ada di depan mereka, mendekat.
"Tuan Felix, apa Anda ingin mencobanya?" Salah satu perawat itu memberikan bayi. Bayi itu menatap Felix dengan diam.
Melihat wajah Felix, ia terdiam dengan wajah polos.
"(Apa dia takut padaku?)" pikir Felix yang tahu akan membawa bayi itu. Tapi tiba-tiba saja bayi itu tertawa senang, seketika semuanya langsung terpukau.
Felix menjadi tersenyum senang, ia menggendong bayinya itu.
"Yang Anda bawa merupakan bayi perempuannya," kata perawat itu, sementara bayi satunya dibawa perawat di sampingnya.
"Biarkan aku juga membawanya..." Felix mengulurkan tangan. Dia bisa dengan aman membawa dua bayi di kedua tangannya. Bayi-bayi itu menatapnya dengan senyuman kecil, padahal mereka masih bayi yang kecil, tapi ekspresi yang mereka ciptakan tampak senang lahir di dunia, layaknya mereka sudah menunggu sangat lama untuk lahir.
"Kalian... Sudah berusaha untuk hidup..." Felix menatap sangat dekat dan mencium mereka satu per satu.
"Mana yang lebih tua duluan?" tatap Felix pada perawat-perawat itu.
Perawat-perawat itu terdiam, lalu tersenyum kecil membuat Felix terdiam bingung.
--
Tak lama kemudian, Felix masih menatap kedua bayinya yang tertidur di ruang khusus bayi. Ia menatap mereka dan memegang pipi mereka berdua dengan jarinya yang besar.
"(Mata mereka... Merah sejak lahir... Apa ini artinya mereka meneruskan garis darah itu... Tapi mereka masih terlalu kecil...)" Antara khawatir atau senang sedang memenuhi pikiran Felix.
Tiba-tiba saja mereka berdua, dengan masih tertidur, memegang jari Felix. Felix terdiam dengan wajah tak percaya, ia tersenyum kecil sendiri melihat tingkah bayinya yang sudah unik duluan.
"(Kalian lelaki dan perempuan yang manis, aku harap kalian bisa menjadi baik sama seperti Hwa, dia akan menjadi kakak untuk menuntun kalian ke jalan yang baik.)"
"Oh, benar, Hwa..." Dia baru ingat Hwa, lalu dia berjalan pergi meninggalkan bayi-bayinya yang terlelap di sana untuk ke ruangan Hwa.
Di sana, Hwa disuapi makan oleh Kikiyo. Dia makan dengan lahap sambil bersandar perlahan di bagian ranjang.
Mereka berdua menoleh ketika Felix datang.
"Ayah..." Hwa menatap, lalu Felix mendekat. Dia memegang pipi dan leher Hwa dengan perlahan. "Bagaimana perasaanmu? Kau masih sakit? Takut?" tatapnya.
Lalu Kikiyo menjawab, "Jangan khawatir, dia lelaki yang kuat..." tatapnya. Lalu Hwa terdiam dan mengangguk perlahan.
"Itu bagus..." Felix tampak tersenyum senang kemudian mencium kening Hwa, membuat Hwa menutup mata merasakan itu. Lalu Felix mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Dia hanya bicara, "Bawa dia kemari..."
Lalu menutupnya, dan Hwa langsung bertanya. "Ayah, aku ingin melihat ibu..." tatapnya.
Felix terdiam sejenak, lalu menjawab, "Katakan pada Ayah dulu, lukamu masih sakit atau tidak?" tatapnya.
Hwa menjadi terdiam, dia lalu memegang perutnya dan menggeleng. "Ini sudah tidak sakit... Dan, apakah aku terlalu lemah... Aku terlihat takut... Maafkan aku..." tatapnya dengan kecewa.
"Apa yang kau bicarakan?" Felix menatap bingung.
"Ayah bilang aku harus menjadi lelaki kuat... Tapi nyatanya, aku benar-benar ketakutan..."
"Kau sudah menjadi lelaki kuat, Hwa..." Felix menatap lembut. "Kau bertahan hingga sekarang... Jika kau tidak bisa bertahan, Ayah tak tahu apa yang harus Ayah katakan pada ibumu... Dia pasti akan menangis... Tapi jangan khawatir, wanita yang membuatmu begini akan mendapatkan balasannya..." tatapnya dengan serius.
Tapi Hwa terdiam, lalu menatap. "Apakah Ayah akan membunuhnya?" tatapannya seperti memohon untuk mengatakan tidak.
Hal itu membuat Felix terdiam, dia tak bisa berkata-kata, sebelum dia bisa melakukannya, Hwa menambah. "Bibi itu bilang, dia disakiti oleh Ayah... Itu adalah hal wajar jika dia menginginkan keadilan... Ini baik-baik saja jika aku harus menjadi target, paling tidak aku bisa melindungi ibu, kan..." tatapnya, dia tersenyum dengan mencoba untuk melembutkan meskipun kaku.
Felix juga tersenyum kecil dan membelai cepat kepala Hwa. "Yeah, kau melindungi ibumu... (Wanita itu memilih Hwa... Jika dia memilih Amai untuk dibeginikan, aku tak hanya kehilangan Amai, tapi juga bayi-bayi itu...) Kau hebat, Hwa..." tatapnya. Kehangatan itu membuat Hwa sembuh terlalu cepat, membuat Kikiyo juga tersenyum melihat itu.
Tapi di benaknya masih ada pertanyaan. "(Sebenarnya aku ingin bilang sesuatu pada Felix, ini adalah hari ke-3 Hwa ada di rumah sakit. Seharusnya lukanya masih sangat sakit untuk lelaki kecil sepertinya. Tapi jika dilihat, dia tampak sehat-sehat saja, yang artinya lukanya tidak menyakitinya lagi, itu bisa dibilang aneh...) Sepertinya hanya dia yang tahu misteri tubuh Hwa."
Lalu ada yang masuk, tak disangka-sangka itu adalah Nalika.
Seketika Hwa terkejut meremas selimutnya.
"Cepatlah kemari," tatap Felix pada Nalika. Tapi Felix merasakan sesuatu, ia menoleh pada Hwa dan rupanya Hwa meremas baju Felix sambil menggeleng pelan.
"Hwa, tenanglah. Jika dia menyakitimu lagi, Ayah akan menghentikannya," kata Felix.
Lalu perlahan Hwa melepas Felix dan Nalika berjalan mendekat padanya dengan wajah terpaksa. "Hwa..." tatapnya. Hwa tak tahu apa yang akan Nalika lakukan jadi ia sudah takut duluan.
Tapi tiba-tiba Nalika bersujud dan berlutut di depan ranjang Hwa, membuat Hwa terkejut.
"Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf padamu... Aku mohon maafkan aku," kata Nalika. Melihat itu, Hwa mungkin tidak akan membiarkan Nalika ada di bawah.
"Bibi... Aku mohon berdirilah," Hwa menjadi turun dari ranjangnya sendiri dan mendekat ke Naika.
Felix hanya terdiam menyilang tangan, menatap mereka dengan wajah datarnya sambil bersandar agak jauh di dinding.
"Bibi, aku mohon angkat kepalamu," kata Hwa mendekat padanya.
"Tidak, aku tidak akan mengangkat kepalaku... Aku mohon maafkan aku, dan jangan panggil aku bibi, panggil saja aku orang jahat untukmu."
"...Orang jahat berbuat mengerikan karena perasaan yang sudah habis. Jika bibi bisa minta maaf seperti ini, itu artinya bibi bukan orang jahat sepenuhnya, kau hanya menjadi jahat karena perasaan yang telah habis," kata Hwa. Dia bahkan masih bisa bersikap baik pada Naika.
Felix hanya menatap mereka dengan kedua tangannya bersilang di depan dada.
Nalika yang mendengar itu tentu saja tak percaya. Ia terdiam, menangis sambil mengangkat kepala menatap Hwa. "Terima kasih," ia tersenyum lalu memeluk Hwa yang terkejut. Hwa menatap ayahnya yang terdiam dingin dari tadi, lalu Hwa juga menerima pelukan Nalika.
Setelah itu, Nalika berdiri dan ada Kim yang masuk ruangan itu, ia menunggu Nalika.
"Aku pergi dulu," tatapnya.
"Kemana Bibi akan pergi?" tanya Hwa. Tapi Felix mendekat, memegang kepala Hwa, membuat Hwa terdiam.
Nalika hanya tersenyum lalu pergi bersama Kim.
"Aku malu pada diriku sendiri, seorang anak kecil saja bisa memaafkan aku, tapi aku hanya mementingkan apa itu balas dendam."
Nalika akan dimasukkan ke dalam penjara, dia akan berpikir keras di sana atas semua perlakuannya karena Felix menuntutnya.
"Ayah, di mana Ibu? Apakah ibu masih ada di rumah?" tanya Hwa.
Lalu Felix menjawab dengan senyuman kecil. "Kabar baik Hwa, adik mu sudah lahir...." tatapnya.
Seketika mata Hwa melebar tak percaya, dia bahkan tersenyum lebar. "Wah.... Adik ku!? Tapi dimana Ibu?" Hwa masih bertanya.
"Dia ada di ruangannya, bagaimana jika kau melihat kedua adikmu dulu?"
"Hah? Dua?"
"Ya, adikmu dua. Laki-laki dan perempuan," kata Felix. Seketika Hwa tersenyum senang. "Aku punya dua adik, yeyyyy, rupanya benar, mereka kembar!" ia langsung bersemangat.
Lalu Kikiyo mendekat ke Hwa dan memeriksa tubuh Hwa yang dari tadi sudah bisa berdiri, dia berwajah curiga lalu menatap ke Felix. "Tidak kah kau heran?" tatapnya membuat Felix terdiam bingung mengangkat satu alisnya.
"Lelaki kecil ini.... Dia sembuh dengan cepat, tidak. Maksudku dia sudah tidak mengalami rasa sakit, tapi lukanya masih basah.... Benar kan Hwa?" tatapnya pada Hwa yang terdiam polos.
"Apakah itu sebuah masalah?" Felix menatap mendekat.
"Memang bukan masalah, tapi ini hanya aneh... Regenerasi luka nya saja sangat lambat, tapi kenapa reaksi yang ditimbulkan sangat cepat hilang? Aku yakin dia kedepan nya tak akan bisa merasakan luka... Tapi mungkin, dia hanya akan merasakan ketakutan... Secara berlebihan," tatap Kikiyo dengan serius.
Seketika Felix membuka mata lebar dan Kikiyo juga tambah serius. "Aku yakin kau mengerti apa yang ku bicarakan," tatapnya.
"(Me-mental, Hwa....?!)" Felix tak bisa mengedipkan matanya begitu tahu fakta yang dia dengar.
Tapi Hwa memasang wajah bingung. "Ayah, kenapa? Apa aku ada masalah?" tatapnya dengan polos.
Felix lalu menggeleng cepat tersadar. "Tidak, tidak ada.... Kau sudah sehat dan sembuh.... Jadi kita akan melihat kedua adik mu..." tatapnya mencoba mengalihkan pembicaraan lalu Hwa tersenyum senang.
"Tolong pastikan, bahwa Hwa tak akan mengalami itu," tatap Felix pada Kikiyo yang terdiam menyilang tangan lalu dia menghela napas panjang. "Aku tak pernah menemukan solusi, aku hanya bisa mempelajari sesuatu tanpa menemukan solusi, tapi aku akan coba...."