Chereads / Bloody Line: Under The Drop of Blood / Chapter 301 - Chapter 301 Not a Faded

Chapter 301 - Chapter 301 Not a Faded

Sementara itu, Neko hari ini terasa kurang enak badan, jadi dia memutuskan untuk tidur setelah berbicara dengan Kikiyo.

Neko tampak tertidur di ranjangnya sendirian dengan pikiran yang semakin khawatir.

"(Aku curiga Hwa tidak ke sekolah... Tapi mungkin, dia tidak akan kenapa-napa kan?)" Dia menjadi kepikiran dan itu membuatnya menutup mata dan terlelap.

Siapa yang menyangka Neko masih bermimpi, ia berada di tempat yang sama, tapi anehnya perutnya tidak besar, sama seperti ia tidak hamil, padahal di dunia nyata ia hamil.

Neko melihat sekitar. "(Mimpi ini lagi,)" pikirnya dengan wajah biasa, karena ia sudah berturut-turut mengalami mimpi yang sama seperti itu, membuatnya terbiasa.

Tapi sesuatu muncul, ia menoleh dan melihat ada dua mawar merah kecil yang ada di samping bawahnya dan ada bunga mawar biru di antara mawar kecil itu. Ukuran mereka tidak besar, seperti mengartikan seorang anak kecil.

Neko terdiam, ia baru merasa sesuatu, dengan senyum kecilnya berlutut menatap dekat mereka. Ia menyentuh mawar biru itu terlebih dahulu. "Aku tahu... Kau Hwa, malaikat kecilku, membuat tawa untukku dengan kebahagiaanmu lahir di dunia ini. Mata biru cerahmu sangat menenangkan seperti lautan yang tenang," kata Neko. Ia lalu menyentuh kelopak mawar merah itu dengan kedua tangannya karena bunga itu ada dua, seperti kembar. "Dan ini kalian... Dua malaikat kecil yang akan menyusul ke dunia ini, kalian mirip rupaku, rupanya," senyum Neko.

Tapi tiba-tiba sesuatu terjadi, di mana ketiga bunga itu mengeluarkan sesuatu dari lubang kelopaknya. Mereka rupanya mengeluarkan darah yang sangat terlihat merah. Neko terkejut melihat itu, tiga mawar itu kemudian menghilang dari pandangan Neko, membuat mimpi buruk yang sangat menekan. Itu sudah jelas bukan pertanda yang baik.

Tiba-tiba Neko terbangun begitu saja dari ranjangnya sambil terengah, entah karena mimpi buruk tadi. Ia memegang kepalanya. "(Apa yang baru saja terjadi?)"

Ia terpikir, tapi tiba-tiba ia merasakan sesuatu di perutnya. Ia dengan perlahan membuka selimut yang menutupinya dan di saat itu juga, darah muncul, membuatnya terkejut tak percaya. Ia mengalami pendarahan.

---

Di tempat lain, Felix masih di rumah sakit, dia menatap Hwa yang tertidur di ranjang rumah sakit. "(Aku khawatir, Hwa akan terganggu dengan ketakutannya...)" pikirnya dengan cemas setelah dia melihat bagaimana Hwa benar-benar sangat ketakutan.

Tapi ponselnya berbunyi dari Kikiyo, membuatnya mengangkatnya. "Ada apa? Apa Amai baik-baik saja?" Sebelum dia bisa menyelesaikan bicaranya, Kikiyo langsung menyela.

"Neko!! Terjadi sesuatu padanya!!" kata Kikiyo dengan berteriak panik dan dengan nada gemetar. Seketika Felix terdiam kaku, ia menjatuhkan ponselnya dengan refleks tak tahu apa-apa.

Seketika ia berdiri dan berjalan terburu-buru meninggalkan Hwa di tempat yang masih tertidur.

Tak lama kemudian, tampak Felix berjalan cepat di lorong rumah sakit bagian lain. "(Kenapa ini terjadi sebelum masa pasca kelahirannya?! Padahal aku sudah melakukan segala cara agar tidak terjadi hal ini!)" Felix sampai panik memegang kepalanya sendiri memikirkan Neko.

Lalu seorang perawat yang telah mengenali Felix datang padanya. "Tuan Felix," panggilnya, membuat Felix menoleh.

"Di mana Amai?!" ia langsung bertanya.

"Tuan Felix, tenang sebentar, Nona Amai ada di ruang operasi."

"Kenapa dia bisa ada di sana?" tatap Felix. Tatapannya benar-benar sangat kesal, tak bisa menahan kemarahannya dan akan mengeluarkannya pada perawat yang hampir ketakutan itu.

"No... Nona Amai mengalami pendarahan, Anda harus tenang dan bekerja sama dengan kami. Para dokter juga akan membantu," kata perawat itu. "Saya akan kembali sebentar lagi setelah membawa laporan pada dokter," tambahnya, lalu ia berjalan pergi.

Felix menjadi semakin gila dan tak bisa menahan stresnya. Ia takut dan khawatir Neko akan mengalami hal yang sama lagi—terluka dan mengalami rasa sakit yang akan mengarah pada kematiannya sendiri.

"(Sialan,)" Felix memegang kepalanya dengan cemas. Ia menatap ruang operasi yang ada di depannya agak jauh. "(Seharusnya aku tahu ada yang tidak beres dengan mimpinya, aku seharusnya menemaninya saja... Ini semua karena pekerjaan sialan, juga Hwa yang mengalami tragedi....)" ia mulai menyalahkan semuanya.

Sementara itu, Zuo dan Ariana tampak ada di sebuah gym pribadi, mereka mengembangkan kemampuan mereka tapi Zuo menghela napas panjang. "Haduh... Aku capek sekali... Kenapa kita harus begini? Kim sialan itu benar-benar seperti memainkan kita..." tatapnya dengan kesal.

"Mungkin dia punya urusan lain, jadi dia membiarkan kita bersenang-senang di sini... Mungkin..." balas Ariana.

"Apa dia sibuk karena Neko akan melahirkan?"

"Kenapa kau berpikir begitu?" Ariana menatap bingung.

"Siapa tahu kan? Kita tak tahu apa yang terjadi di luar, karena bahkan kita tak keluar dari sini..." kata Zuo.

Tapi di tengah obrolan mereka, mendadak ada yang masuk, rupanya itu adalah Kim. "Kalian! Kemarilah..." tatapnya, membuat Zuo dan Ariana terdiam bingung lalu berjalan mendekat ke sana. Mereka berdiri saling berhadapan.

"Hei, kenapa kau tidak terlihat di mata kita sejak kemarin-kemarin nya?" Ariana menatap.

"Aku harus mengurus beberapa hal, ada hal yang buruk terjadi... Mungkin aku tidak perlu melihat tingkat kepercayaan kalian. Aku akan ambil risiko saja daripada aku tak ada waktu untuk melihat bagaimana kalian bisa dipercaya, aku akan memberikan perintah pertama dari Tuan Felix untuk kalian..." tatapnya.

"Apa?! Tunggu! Jadi kau memutuskan untuk mempercayai kita dan memberikan tugas pertama ini untuk membantu kalian?" Zuo menatap tak percaya.

"Tidak juga, aku tidak sepenuhnya percaya pada kalian. Tapi jika kalian bicara soal apa itu kepercayaan, hanya perlu dilihat dari diri kalian sendiri. Aku tak peduli dalam tugas ini apakah kalian bisa dipercaya atau tidak, ini juga tak akan menimbulkan keuntungan dan kerugian sepihak..."

"Haduh, banyak bicara, cepat berikan tugasnya pada kami agar kami dapat mendapat bayaran cepat..." kata Ariana.

Lalu Kim menceritakan bagaimana kejadian buruk ini terjadi, mulai dari tragedi Hwa bahkan kondisi Neko sekarang. Ariana dan Zuo mendengarkan dengan wajah yang tak mau berkedip.

"Jadi, tugas ini untuk kalian, yakni, menjadi mata-mata di bagian Beum. Lakukan cara apa pun agar kalian mendapatkan kepercayaan Beum. Padahal dia dulu sudah tak mau berurusan dengan Nona Akai, tapi dia malah menghasut wanita jalang itu. Jika dia tak punya rencana untuk membuat buruk Nona Akai, maka mundur saja. Tugas kalian hanyalah mengetahui apa yang dilakukan Beum selanjutnya, termasuk kehidupan, juga jangan lupa cari informasi sebanyak-banyaknya melalui adiknya juga bisa..." kata Kim.

"Berapa lama kita melakukannya?" tatap Zuo.

"Jika kalian seseorang yang profesional, mendapatkan kepercayaan secara cepat, lakukan secara 1 minggu. Tapi jika itu berat, aku akan memberikan waktu 1 bulan. Tapi itu tak akan berhenti, tetap awasi pergerakan mereka..." kata Kim.

Lalu Zuo dan Ariana tampak mengerti paham. Sekarang mereka menjalankan tugas pertama dari Felix. Dan jika soal kepercayaan, akan terlihat nanti. Bisa jadi mereka akan bergabung dengan Beum dan meninggalkan kepercayaan mereka, karena itulah mereka tidak patut dicurigai dulu. Hanya perlu dilihat dari tugas pertama mereka ini.

Setelah mereka berdua pergi, Kim juga berjalan pergi untuk menemui seseorang. Dia masuk ke dalam sebuah gudang tua. Ketika gerbang dibuka, terlihat sosok Nalika yang tampak tak berdaya terikat di kursi kerasnya. Dia melirik ke Kim yang datang.

"Kau sudah memakan makanan yang kuberikan?" Kim menatap roti isi yang masih utuh di bawah Nalika.

Nalika menatap tajam dan membalas. "Bajingan!!! Aku tidak akan pernah mau makan!!!"

"Terserah jika kau tidak mau makan, lagipula bagaimana caramu makan. Percuma saja Tuan Felix memintaku untuk memberimu makan. Tak peduli kau akan mati kelaparan atau tidak..." Kim tak mau kalah menatap tajam padanya.

"Cih, peduli apa dia!! Lepaskan aku!!! Aku akan mengadu ini pada Beum!!"

"Dia tidak akan mendengarkanmu..." kata Kim, membuat Nalika seketika terdiam tak percaya.

Lalu Kim menambah. "Dia hanya menjadikanmu boneka... Dia aslinya hanya suka pada Nona Akai, kau itu hanyalah wanita biasa di mata semua orang. Siapa kau yang mau menjadi penyaing Nona Akai, kau hanyalah sampah..." kata-kata Kim membuat Nalika benar-benar emosi, dia tak percaya dia direndahkan begitu.

"Andai saja... Andai saja aku bisa mengandung bayi dari Felix... Pasti dia sudah memilihku dari awal!!" teriaknya.

Tapi Kim juga membalas. "Sekarang?" Membuat Nalika terdiam tak berkutik. Dia tentu saja tak bisa menjadi wanita yang seperti dia bicarakan tadi. Dia sekarang hanya terdiam dan menyesal.

"(Sial... Kenapa... Kenapa...)" Dia mulai menangis juga.

Kim yang mendengar isakannya hanya bisa menghela napas panjang. "Berhentilah bersikap begitu, hanya perlu minta maaf pada mereka, kau akan bebas dari pikiranmu, setelah itu tinggallah di penjara... Karena kau sepenuhnya salah dalam hal ini... Sedikit informasi saja, Tuan Felix dan Nona Neko memiliki sikap balas dendam yang kuat. Jika ada seseorang yang ikut campur, mereka juga akan tak tinggal diam, jadi jaga sikapmu lain kali. Aku di sini hanya sebagai perantara, dan sekarang aku bertanya padamu. Wanita bernama Nalika, apa kau mengakui kesalahanmu sekarang?" tatap Kim.

Nalika hanya diam, dia hanya bisa menyesal dan tak mendengarkan apa pun.

Tapi Kim menganggap Nalika menjawab bahwa dia menyesal. "Aku akan membawamu suatu saat untuk melihat Hwa dan Nona Akai, kita akan melihat bagaimana caramu meminta maaf dan menyesal..." kata Kim lalu dia berjalan pergi, kembali menutup tempat yang gelap, membuat Nalika terdiam di sana.

Di sisi lain Hwa terbangun dari tidurnya dan dia melihat Kikiyo yang memeriksa kondisinya termasuk lukanya. Dia menyadari Hwa bangun. "Oh kau sudah bangun?" tatapnya. Dia kembali menutup baju Hwa.

"Dimana Ayah?" tatapan polos Hwa tampak kesakitan dan masih terlalu takut.

"Jangan khawatir, dia sedang melakukan sesuatu, aku diminta untuk menjagamu. Bagaimana perasaan mu?" Kikiyo menarik kursi dan duduk di samping Hwa.

Hwa hanya terdiam, dia masih saja mengingat hal itu, mengingat soal pisau, pandangan nya yang buram bahkan wajah Nalika. Juga darah yang mengerikan terus mengalir di matanya membuat pandangan yang aneh untuk Hwa mengingat itu.

"Egh.... Aku tak tahu, sakit sekali..." dengan ekspresi sakitnya dia tampak menangis dengan mata berkaca, tapi Hwa merasakan pandangan nya memerah. "Bibi Kikiyo.... Kepala ku sakit..." dia mencoba meraih tangan Kikiyo.

Tapi Kikiyo dari tadi terdiam tertegun karena melihat sesuatu yang mengerikan, dimana ketika Hwa menutup mata, tetesan air matanya mengalir. Tapi itu bukan air mata, melainkan air darah. "(Tangisan darah?! Itu faktor utama akan muncul mata merah?!)"

Tapi Kikiyo segera menggeleng, dia mengambil tisu dan mencoba membersihkan darah di wajah Hwa, meskipun Hwa tak menyadarinya.

"Hwa, bisa buka mata mu perlahan?" tatapnya.

Lalu Hwa membuka mata, Kikiyo berpikir mata Hwa akan berwarna merah, tapi siapa yang menyangka, matanya masih tetap berwarna biru kristal seperti Felix. Kikiyo terkejut sekalipun kecewa, dia juga heran. "(Ada apa ini?!)"