Chereads / Bloody Line: Under The Drop of Blood / Chapter 297 - Chapter 297 Not a Faded

Chapter 297 - Chapter 297 Not a Faded

Hwa dibawa ke suatu tempat, tempat dengan ruangan lampu biru. Ia diikat di suatu kursi yang membuatnya takut, lalu ada suara jejak kaki wanita dengan sepatu hak tinggi.

Hwa semakin terdiam, kelopak matanya melihat ke segala arah dengan mulut yang terisolasi.

Lalu suara muncul. "Wah sayang, sudah sebesar ini rupanya, benar-benar kebetulan sekali aku melihatmu di toko bunga sendirian," kata seorang wanita yang rupanya adalah Nalika.

Ia membungkukkan badan menatap Hwa, lalu dengan cepat melepas isolasi di mulut Hwa, membuat Hwa terkejut kesakitan.

"Halo sayang, aku Nalika, bibimu, Ayah mu selalu memanggil ku dengan sebutan Leya," kata Nalika dengan wajah ramah, tapi Hwa tetap saja ketakutan.

"Aw... Maaf sayang, bibi tidak bermaksud menakutimu. Kau harus mengerti, bibi suka hal yang berbau aksi, jadi bibi membuat drama seperti ini. Kau pernah lihat film aksi, kan?" tanya Nalika, tapi dengan gemetar Hwa menggeleng dengan cepat.

"Kenapa kau tidak pernah melihat film? Apa orang tuamu melarangmu? Oh... Apa orang tuamu tak sayang kamu?" tanya Naika, ia mulai memancing Hwa.

Dengan cepat Hwa langsung bilang, "Ibu dan ayah sayang aku!" dia bahkan langsung berteriak bahkan menambah. "Dan jangan sebut mereka tak menyayangiku. Aku hanya ingin belajar agar aku bisa melakukan apa yang aku mau ke depannya, bukan hanya aku mau, tapi keinginan orang tuaku juga."

"Wah, lelaki yang pintar, pantas saja kepintaranmu sama dengan ibumu... Apa kau tahu siapa aku? Orang tuamu tidak bilang, ya? Tentu saja karena kau belum dewasa... Aku adalah bibimu, yang tadi itu bibi minta maaf ya, bibi adalah rekan dari ayahmu. Tenang saja, bibi sudah bilang pada ayahmu bahwa aku boleh mengajakmu jalan-jalan. Kau suka jalan-jalan, kan... Namamu... Hwa, kan?" tanya Nalika mencoba lembut membodohi Hwa.

". . . Kenapa bibi bisa tahu orang tuaku dan aku sendiri?"

"Karena aku suka padamu, Hwa. Kau manis dan orang tuamu juga serasi... Jadi hari ini, bibi ingin membawamu jalan-jalan agar kita semakin dekat sebagai bibi dan ponakan. Mengerti, Hwa? Ayo jalan-jalan," kata Nalika yang perlahan melepas pengikat tali Hwa.

Lalu Nalika mengulurkan tangan. Awalnya Hwa ragu, tapi saat melihat senyum Nalika, ia menjadi yakin bahwa Nalika wanita baik, lalu ia menerima uluran tangan Nalika dan berjalan pergi dari ruangan itu.

Hwa benar-benar masih tidak tahu apa yang disembunyikan Nalika padanya, tapi Nalika benar-benar telah menghipnotisnya untuk ikut padanya pergi, membuat Felix dan Neko khawatir.

---

"Apa?!" Kim terkejut ketika mendengar apa yang dikatakan Acheline bahwa Hwa telah diculik.

Seketika Kim terdiam memegang kepalanya. "Astaga... Ini sialan... Bagaimana ini bisa terjadi, bagaimana kau menjaganya, Acheline?!" teriak Kim dengan sangat panik.

"Aku tahu itu, aku melepas pengawasanku. Sekarang kau harus membantuku menemukannya. Aku menempelkan GPS di mobil itu," Acheline menunjukkan ponselnya yang memperlihatkan letak mobil penculik tadi.

"Hoo, itu sangat jauh," Kim menjadi putus asa, lalu Acheline melempar helmnya untuk dipakai.

"Cepat... Kita tak punya banyak waktu sebelum bos tahu," kata Acheline yang sudah siap mengendarai motornya. Kim menghela napas pasrah lalu ia memakai helmet speed-nya dan duduk di boncengan Acheline. Seketika, dengan cepat Acheline melaju kencang.

Sementara itu, Felix berada di balkon kantornya, ia tengah memikirkan Neko sambil merokok.

Lalu teringat sesuatu, ia teringat pada Hwa yang ada di rumah sendirian. "(Dia pasti kesepian karena ibunya harus mengobrol dengan dokter....)"

Lalu ia mencoba menghubungi Kim. Kim yang ada di atas motor Acheline merasakan ponselnya bergetar di sakunya. Ia lalu mengambil ponselnya dan terkejut ketika itu dari Felix.

"Acheline, Tuan Felix menghubungiku," kata Kim dengan panik.

"Ha, apa yang kau katakan?!" Acheline menjadi tidak mendengar karena mereka tengah ada di atas kendaraan yang bising.

"Berhentilah sebentar!!"

"Tapi, ini hampir sampai," balas Acheline, seketika ia memutar gas di lengannya dan seketika mereka melaju sangat kencang. GPS itu mengarahkan mereka ke sebuah pelabuhan, lalu Acheline menghentikan motornya dengan gaya memutarnya hingga bannya harus melukis jalanan pelabuhan.

"Itu dia," kata Acheline. Tiba-tiba saja Kim terjatuh dari motor.

"Akh... Sial!" teruskan dan suara jatuhnya sangat renyah membuat Acheline terkejut melihatnya.

"Hei.... Ada apa?" tanya Acheline sambil turun dari motor. Kim terbaring di bawah dengan helm yang masih terpakai. "(Lain kali aku tidak mau dibonceng olehnya lagi.)"

Acheline melihat ponsel Kim masih berbunyi, ia lalu mengangkatnya. "Halo Boss, apa ada masalah?"

"Kenapa kau yang mengangkatnya?"

"Oh, anu.... Kim tengah... Dia sedang ada di belakang, jadi aku yang menerima teleponnya." Acheline mencoba mengalihkan Felix. Padahal mereka sedang ada di pelabuhan luas.

"Di mana Hwa? Apa dia baik-baik saja?" tanya Felix.

"E... Ya, Tuan Kecil baik-baik saja," balas Acheline.

Kim yang ada di bawah menjadi tersadar, ia lalu bangun berdiri melihat Acheline yang fokus bicara pada ponselnya. "Ya, semoga baik-baik saja," kata Acheline, lalu ia menutup panggilan dan memberikan ponsel itu pada Kim.

"Apa yang kau bicarakan tadi dengan Tuan Felix?" tanya Kim.

"Ehem, berterima kasih lah padaku karena dia berhasil percaya bahwa Hwa ada di rumah."

"Cih, terserah," balas Kim. Mereka terlihat masih menggunakan helm masing-masing.

Tapi tiba-tiba saja mereka terdiam karena mereka sudah terkepung banyak orang. Dengan helm yang menutupi wajah mereka, mereka menatap semua orang itu yang akan menangkap mereka.

"Cepat tangkap kedua orang itu, mereka akan tahu kita ada di sini," kata semua orang itu. Kim dan Acheline hanya terdiam, belum diketahui wajah apa yang mereka berdua pasang.

Di sisi lain, Felix dihubungi seseorang di balkon. Ia lalu melihat bahwa itu dari nomor tak dikenal.

Awalnya ia terdiam, lalu mengangkat ponselnya. Di saat itu juga, suara wanita sialan muncul. "Hai Felix," sapa wanita itu, yang rupanya Nalika.

Seketika Felix terdiam kaku. "(Berani sekali dia mengatakan kata yang tak mau aku dengar,)" diamnya dengan kekesalan tinggi.

Lalu Nalika kembali berbicara. "Felix, apa kau sudah tahu putra kecilmu di mana?"

"Apa yang kau bicarakan? Dia ada di rumah," kata Felix.

"Oh benarkah? Bagaimana jika kau lihat foto yang aku kirimkan?" kata Naika. Lalu Felix melihat foto yang dikirimkan Naika di ponselnya. Seketika mata Felix melebar tak percaya, di foto itu terlihat Hwa dan Naika berselfie bersama dengan senyuman senang, dan Hwa terlihat memakan es krim di sana.

"Kau, apa yang kau lakukan pada Hwa?!"

"Hanya sekadar jalan-jalan, sayang. Dia butuh jalan-jalan, bukan? Lagipula dia lelaki yang suka jalan-jalan. Kau harus sering mengajaknya jalan-jalan, atau ini akibatnya, dia akan semakin dekat padaku hari ini karena aku membawa dan melakukan apa yang dia minta," balas Nalika.

"Kau, apa kau sengaja melakukan ini?"

"Tentu saja aku sengaja. Kau pikir aku susah bisa melupakan apa yang terjadi? Paling tidak aku ingin salah satu dari keluargamu mati atau bisa kau sendiri. Tapi menurutku, mungkin terlalu kejam mematikan orang, jadi aku akan perlahan menjadi orang terdekat Hwa. Beberapa kata yang kau katakan padanya yang tidak bisa mendekatku akan langsung ditolak Hwa karena dia tahu aku bersikap lebih ramah karena aku sengaja melakukan ini," kata Nalika. Seketika ponselnya mati, membuat Felix terdiam. Ia lalu meremas rokoknya, tak peduli itu panas atau tidak.

Untuk memastikan, dia menghubungi nomor Neko. Tak lama kemudian Neko menerima nya. "Halo? Kenapa?"

"Amai, Hwa ada di sana?" tanya Felix.

"Tidak, Hwa meminta izin padaku untuk pergi bersama Acheline di kedai Syung Ha, mungkin mereka ada di sana. Kenapa?" Neko bertanya layaknya dia tak tahu apa apa.

Karena Felix tak mau Neko mengetahui hal ini, dia hanya membalas. "Ini baik baik saja... Aku akan menutup..." lalu dia menutup membuat Neko terdiam bingung.

"Ada apa?" Kikiyo yang ada di hadapan nya tampak menatap nya. Lalu Neko menggeleng tidak ada apa apa.

--

"Hai Felix..." Sheo Jin terlihat mendekat ke Felix yang ada di parkiran mobil rumah sakit.

"Aku datang secepat mungkin karena kau menghubungiku ingin membicarakan sesuatu? Bagaimana dengan kondisi gadismu? Apa dia akan melahirkan? Kapan bayinya lahi?" tanyanya malah terus bertanya hal lain.

Felix terpaksa menjawab. "Masih ada 2 bulan lagi, jangan berisik..."

"Oh ok, aku tak sabar melihat bayi bayi lucunya..... Hehe... Jadi apa yang membuatmu memanggilku?" tambah Sheo Jin. Tiba-tiba Felix menarik bahu Sheo Jin dan mendekatkan wajahnya. "Cari wanita itu!" tatapnya dengan mata kesal.

"Wa.... wanita siapa?" Sheo Jin menjadi bingung.

"Dia mengambil Hwa dan sekarang aku tak tahu harus berkata apa padanya nanti. Jika Hwa sampai pergi dan ditempatkan di tangan yang salah, kau akan tahu bagaimana sifatnya nanti... Dia benar-benar menculik Hwa," kata Felix.

"Hm..... Apa..... Diculik?!" Sheo Jin terkejut. "Pangeran kecilku!! Tidak!! Jangan sampai dia masuk dalam organisasi kejam!! Dia masih muda... Astaga," dia malah panik sendiri. Itulah yang di takutkan Felix.

"Aku meminta bantuan darimu. Jika Amai tahu ini, dia akan bertambah tidak stabil karena terlalu keras memikirkan ini semua. Hwa berharga untuknya dan juga aku. Seharusnya dari awal aku mengatakan betapa kejamnya wanita itu agar Hwa menghindarinya. Tapi aku tak bisa mengajarkan hal yang seperti itu di umurnya yang masih terlalu kecil..."

"Aigo Felix.... Jangan khawatir sayang, kau temanku... Aku akan membantumu. Lagi pula, pangeran kecil sangat berharga juga untukku. Aku tidak akan bisa memandang wajah manisnya itu nantinya. Dan juga, aku mau bilang.... Kau seharusnya membunuh wanita itu jika kau memang salah. Dari dulu kau juga suka membunuh orang tanpa melihat gender," kata Sheo Jin.

Tapi Felix hanya terdiam lalu berjalan pergi.

"Hm... Apa yang harus kulakukan?.... Padahal aku kemari ingin bertemu pangeran kecil yang tampan itu.... Dan sekarang, dia malah terculik. Jangan khawatir pangeran kecil.. Aku akan menyelamatkanmu," Sheo Jin memikirkan Hwa. Lalu dia berjalan pergi.