Enam bulan telah berlalu, terlihat Felix masuk ke dalam kamar Neko, dan ia terdiam dengan senyum kecilnya sambil bersandar di depan pintu, melihat Neko duduk di sofa sambil memegang perutnya yang besar.
Neko menoleh dan melihat Felix. "Bayi ini telah mencari ayahnya sepanjang hari," kata Neko.
"Bayi itu atau ibunya yang mencarinya?" Felix menatap lalu mendekat dan berlutut di depan Neko. Ia memegang perut Neko dan terdiam bingung, "Kenapa tak ada tendangan maupun pukulan di sini?"
"Tunggu saja dan tahan tanganmu," Neko memegang tangan Felix yang terus memegang perutnya.
Tiba-tiba saja suatu pukulan pelan terasa, membuat Felix tersenyum kecil, ia juga menempelkan telinganya di sana.
Di saat itu juga, Hwa datang. "Ibu... Ayah..." panggilnya.
"Hwa, bagaimana sekolahmu?" tanya Neko.
"Seperti biasanya, sangat menyenangkan. Apa yang sedang Ayah lakukan?" Hwa menatap sambil berjalan mendekat.
"Tiga minggu lagi akan ada penghuni baru di sini," balas Felix. Awalnya Hwa bingung, seketika ia tersenyum lebar karena ia tahu adiknya akan segera lahir.
"Yei, aku akan segera punya adik!!" Hwa menjadi bersemangat.
"Ya, belajarlah lebih rajin, Hwa, agar kau dikenal sebagai kakak yang pintar," kata Felix sambil mengusap kepala Hwa. Lalu Hwa mengangguk dan berjalan pergi dari kamar Neko.
Felix lalu memberikan Neko sesuatu, yaitu permen merah yang membuat Neko terdiam.
"Bagaimana dengan mimpi itu, kau masih bermimpi tentang itu lagi?"
"Yah, setiap kali aku tertidur, aku bermimpi singkat soal dunia tanpa warna itu," balas Neko sambil menerima permen itu.
"Apa kau sudah memeriksa bayi itu laki-laki atau perempuan?"
"Untuk apa? Kita bahkan tak melakukannya pada Hwa saat masih bayi. Aku ingin bayi ini membuat semuanya penasaran apakah perempuan atau laki-laki."
"Itu hal yang sama memang, tapi apa kau tidak heran? Perutmu lebih besar daripada saat mengandung Hwa dulu. Tidak sebesar ini, ini seperti ukuran bayinya dua kali lebih besar," kata Felix sambil memegang perut Neko.
"Jika dipikir-pikir itu memang benar." Neko juga menjadi heran. "Apa benar bayi itu ukurannya lebih besar? Bisa saja ada faktor lain, bukan?"
"Kenapa membahas itu sangat lama? Apa kau tidak ada pekerjaan?" Neko menatap Felix. Lalu Felix sedikit berpikir.
Ia lalu menghela napas panjang. "Aku ingin berhenti saja," balasnya, seketika membuat Neko terkejut. Felix merupakan bos dari pusat penagih bayaran, usahanya masih terbilang ilegal, tapi ia juga menjadi Chief dari Departemen Kekuasaan. Pekerjaannya yang sangat sibuk membuatnya harus mendatangi dua gedung setiap saat, membutuhkan banyak waktu, dan itu belum lagi pertemuan yang harus ia hadiri setiap hari. Dia merupakan pria tersibuk nomor satu di sini.
"Kenapa kau... ingin berhenti... Siapa yang akan memegang jabatanmu?" Neko menatap.
". . . Aku merasa waktuku terbuang hanya untuk pekerjaan yang selalu saja membuatku duduk, berdiri, berjalan tanpa berbicara apa pun karena aku mendengarkan pembicaraan dari aliran kerja sama lain," kata Felix dengan wajah kecewa, tak memandang Neko.
Lalu Neko tersenyum kecil dan memegang pipi Felix, membuat Felix menatapnya. "Kau sudah berusaha kemari, menemuiku tiap hari. Itu adalah waktu paling banyak, dan itu tidak aku anggap terlalu cepat. Kau masih bisa pulang, itu bisa dikatakan masih bisa bertemu denganku. Waktumu akan selalu banyak jika kau pulang," kata Neko.
Mendengar itu, Felix tersenyum kecil, ia memegang tangan Neko dan menciumnya. "Itu sangat baik. Maksudku, aku hanya ingin membangun suatu tempat di mana hanya ada aku, kau, Hwa, dan bayi kita saja."
". . . Menurutku itu adalah ide yang bagus, mungkin kau bisa membeli rumah yang hanya akan ditempati oleh kita semua," balas Neko.
"Ya," tambah Felix. Mereka saling menatap, dan Felix akan mencium kening Neko, tapi tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia tak mempedulikan itu dan mencium kening Neko, setelah itu mengambil ponselnya.
Ia lalu menghela napas panjang. "Aku harus pergi."
"Pergi saja, semoga harimu baik," kata Neko.
--
"Felix... Ini dokumen yang kau minta..." kata Sheo Jin yang masuk ke kantornya. Tapi ia terkejut dan menjatuhkan dokumen itu ketika sudah masuk. Rupanya tempat itu berantakan, kertas berserakan di bawah, bahkan buku-buku penting di sana tidak tersusun rapi.
Felix yang tertutup kertas di atasnya karena tertidur di meja, begitu mendengar suara Sheo Jin tadi, langsung bangun, membuat kertas-kertas yang menutupinya jatuh.
"Felix? Kau kah itu? Ini memang bukan hal yang bisa dibilang terjadi pertama kali, tapi kau semakin hari semakin buruk pada ruanganmu sendiri..." kata Sheo Jin.
Felix hanya bisa merasakan pusing dengan wajah berantakan, dia memijat beberapa kali matanya. "Ha... Aku harus setiap hari memastikan Amai baik-baik saja, aku hampir tak bisa menyeimbangkan pekerjaan dan kepedulianku terhadap keluargaku...." curhatnya sambil dengan nada yang kecewa.
Sheo Jin yang mendengarnya menjadi menggeleng kecil. "Aku akan membantumu kalau begitu..." Dia mendekat ke meja.
Hal itu membuat Felix menatapnya. "Sungguh?"
"Yeah, hanya kali ini.... Pergilah, nikmati hari-hari yang kau inginkan, Felix...." kata Sheo Jin.
Felix berdiri. "Kalau begitu, aku pergi...."
"Eh, tunggu!?" Sheo Jin terkejut ketika Felix berdiri tadi. "Felix? Itulah kau?! Lihatlah dirimu!!" Dia bahkan mendekat dan membuka baju setelah melihat perut Felix yang hampir terlihat bulat. "Hei.... Kau!?" Dia terkejut.
Felix langsung menutup perutnya. "Ehem... Kau tahu, Amai selalu membuat banyak makanan, jadi.... Aku memakannya.... Apalagi jika dia ingin makan sesuatu, dia selalu membaginya denganku...." Felix tampak berwajah tak nyaman.
"Astaga, Felix... Aku tahu umurmu hampir kepala 3, tapi tubuhmu harus dijaga... Ototmu sudah perlahan hilang dan jangan membuat alasan lain... Apakah ini karena kau jarang melatih dirimu, jarang bertarung dan melawan orang... Jika Amai menyadari hal ini, dia akan mengatakan apa nantinya. Lihat saja gadis itu, dia tidak memiliki perubahan pada tubuhnya, dia justru semakin cantik... Kau seharusnya semakin kuat... Dasar, kau jadi malas begitu..." Sheo Jin tampak kecewa.
Felix hanya bisa menghela napas panjang. "Aku tak memiliki waktu..."
"Aku akan menyewa gym untukmu..." Sheo Jin mengeluarkan ponselnya, tapi Felix terpikirkan sesuatu yang membuatnya mengulurkan tangan, membuat Sheo Jin bingung menatap.
"Tidak perlu gym... Aku akan melakukannya di tempat terbuka... Pasti...." Dia tampak bertekad.
"Apa maksudmu?" Sheo Jin tampak bingung, tapi Felix hanya terdiam dan berjalan pergi dari sana, membuat Sheo Jin masih bingung.
Sementara itu, Hwa tampak pulang dari sekolahnya, dia berjalan keluar dan melihat sekitar, lalu tersenyum senang melihat Felix yang menjemputnya. "Ayah!" Dia tampak sangat senang.
Felix hanya tersenyum kecil dan memegang leher belakang Hwa, membuat Hwa terdiam bingung, tapi ia terkejut melihat tatapan Felix yang tampaknya licik.
"Hwa... Ini saatnya kau melihat kekuatan pria yang sesungguhnya..." tatapnya membuat Hwa tampak pucat gemetar.
Tak lama kemudian terlihat Hwa ada di hutan luas, dia melihat sekitar dengan bingung, dia juga sudah berganti pakaian bersama Felix. Mereka menggunakan baju tanpa lengan. "Ayah... Kenapa... Kita menggunakan tanktop?" Hwa tampak bingung melihat kaos yang dipakainya.
Kemudian terlihat Felix berjalan dengan kaos hitam dan celana bercorak tentara. "Kau ingin membantu Ayah bukan?" tatapnya dengan santai sambil memukul pelan pohon besar di sampingnya.
"Um, apa yang Ayah maksudkan?" Hwa masih menatap ragu.
"Mari kita menebang beberapa pohon di sini, sembari melatih otot kecilmu..." tatap Felix.
Seketika Hwa terkagum. "Wooo aaahh... Apakah akhirnya aku bisa kuat!?"
"Tentu, kemarilah..." Felix membuatnya mengikutinya ke dalam hutan.
Di sisi lain, Neko menikmati waktunya sendiri di kafe sambil meminum teh hangat dan tak lupa sekali-kali mengelus perutnya perlahan. Di sampingnya, berdiri Kim yang akan selalu menjaganya.
"Apakah Hwa sudah ada jam pulang?" tanya Neko.
Kim terdiam sebentar lalu menjawab. "Sepertinya sudah, Tuan Felix memutuskan untuk menjemputnya...."
"Kenapa? Apakah dia tak punya pekerjaan? Apa yang terjadi pada pekerjaannya?"
"Yang aku dengar, Nona Sheo Jin mengambil alih pekerjaan Tuan Felix untuk sementara. Karena Tuan Felix membawa Tuan kecil di hutan pelatihan..."
"Tunggu, hutan pelatihan?" Neko tampak bingung.
Tapi di sela itu, ada yang memanggil. "Aigo, halo kamu cantik!" Siapa yang menyangka bahwa itu Sheo Jin yang langsung mendekat dan duduk di hadapan Neko. "Tidak keberatan jika aku ada di sini kan?" tatapnya dengan akrab.
Neko hanya tersenyum mencoba ramah lalu menuangkan teh untuknya karena dia memesan satu set teh hangat.
"Ah, terima kasih, aku tahu kau punya kebiasaan bersantai begini... Pasti menyenangkan menghabiskan waktu di sini di saat Felix selalu sibuk ya... Hahaha...." kata Sheo Jin sambil meminum tehnya.
"Apa yang dilakukan Nona Sheo di sini? Kim bilang kamu menggantikan pekerjaan Felix?" tatap Neko.
"Ah, itu, memang benar... Aku hanya istirahat di sela-sela pekerjaannya saat ini... Aku hanya kasihan pada Felix. Dia sudah tak menarik sama seperti dulu.... Tubuhnya sudah agak gendutan...." bisik Sheo Jin.
Neko yang mendengar itu menjadi tertawa kecil. "Ini mungkin salahku, selama aku masih bisa memasak, aku selalu memasak banyak hidangan, dan aku selalu memintanya untuk menghabiskan makanan jika ada sisa.... Lalu di saat bulan-bulan yang sekarang perutku membesar dan banyak maunya, aku tak segan-segan meminta makanan padanya, alhasil dia yang aku berikan sisa makananku..." kata Neko.
"Hei, itu bukanlah kesalahan besar, Felix pasti hanya sengaja tak mempedulikan tubuhnya. Aku justru kagum padamu. Bukankah kau mengandung bayi kedua, tapi kenapa kamu masih tetap cantik-cantik saja.... Cantik yang sangat abadi, aku jadi tidak takut untuk punya bayi nanti.... Ups, hahaha, aku tak ada rencana untuk menikah, hahahaha.... Ups, hehe.... Tapi sungguh, apa rahasiamu cantik?" tatap Sheo Jin.
Kim yang mendengar percakapan mereka menjadi terdiam. "(Nona Sheo ini, bicaranya banyak sekali yah.... Untungnya selama kehamilannya, Nona Neko tidak pernah mengeluarkan amarah apapun.... Dia menjaga emosinya...)"
Apa yang dipikirkan Kim memanglah benar, karena Neko hanya tersenyum tipis sambil meminum tehnya. "Aku tidak tahu apa yang aku dengar dari apa yang mereka pandang pada diriku, jika mereka berpikir sama dengan apa yang kau ucapkan, aku sungguh beruntung jika harus tampil lebih baik di depan Felix...."
"Hah? Sungguh? Kau hanya menginginkan Felix melihatmu cantik?"