[NOT A FADED]
Jam di dinding menunjukan pukul 7 pagi.
Mulut seksi itu mencabut sendiri dari leher besar itu dengan banyaknya darah mengalir di sana.
Tak berhenti di sana, mulut dengan dua gigi taring itu kembali mengigit luka baru di leher itu. Rupanya Neko berada di pangkuan Felix menggigit leher nya di ranjang tidur.
Felix terdiam, ia hanya memasang wajah biasa sambil memegang pinggang Neko.
Lalu Neko melepas mulutnya dan menatap ke Felix dengan mata kosong itu. Darah masih berbekas di mulutnya, Felix mendekat dan mencium bibir Neko, ia membersihkan bibir Neko dari darahnya. "Ingatlah, saat makan perhatikan mulutmu, jika kau tidak bisa mengatasinya, mintalah bantuan ku," kata Felix.
"Apa yang kau maksud?" Neko menatap bingung.
"Tidak ada, yang aku lihat hanyalah sesuatu yang manis di depan ku saat ini," balas Felix dengan senyum kecilnya.
Lalu Neko terdiam, ia menatap leher Felix. "Aku tahu ini sakit, maaf kan aku," ia menutupi gigitan tadi dengan tangan nya.
"Yah itu sangat sakit sekali... Sampai aku harus menahan nya."
"Apa?! Sesakit itu?!" Neko menjadi terkejut.
Tapi Felix menjadi terkekeh. "Kekeke aku hanya bercanda, rasanya tidak ada apa apa."
"Haiz...." Neko menghela napas panjang. Lalu mereka saling menatap dan tidak tahu ingin membahas apa tapi di sini yang terlihat canggung hanyalah Neko, Felix hanya menunjukan wajah santai itu.
". . . Menurutmu.... Apa yang dimaksud dengan dunia tanpa warna," tatap Neko.
". . . Maksud mu buta warna?" Felix menatap bingung.
"Bukan itu, maksud ku itu seperti mengandung unsur lain dalam dunia rana warna."
"Yah.... Jika kau bertanya soal psikologi seperti itu, aku hanya mengetahuinya sangat sedikit, dunia tanpa warna yang dimaksud adalah semua orang dan dunia ini tidak pernah mengakui mu, sekalipun mereka mengakuimu, mereka akan takut padamu, jika kau yang berwarna saja di dunia itu, yah begitulah. Tapi tidak mungkin semua nya berwarna pudar, mungkin hanya satu yang akan kau lihat memiliki warna," kata Felix.
Seketika Neko terkejut mendengar itu, itu bahkan bisa menjelaskan mimpinya padahal dia tidak bercerita soal mimpinya pada Felix.
"Katakan padaku, apa maksud dari hanya satu yang memiliki warna untuk ku."
Lalu Felix terdiam, ia menjadi berpikir dan mengingat ingat. "Entahlah, aku agak lupa tapi yang pasti benda yang berwarna itu memiliki arti sangat penting, jika kau berwarna dan dia juga berwarna itu berarti kalian saling terikat takdir tapi jika benda itu pudar, itu berarti dia juga berpikir seperti yang lain nya yang sudah pudar duluan," balas Felix.
"(Jadi..... Bunga hijau itu pudar karena berpikir aku tidak harus ada seperti yang lain nya,)" Neko terdiam, seketika muncul air mata yang menetes.
Felix terdiam mengangkat satu alisnya dengan bingung. "Kenapa kau menangis lagi?" tatap nya sambil mengusap air mata Neko yang di pipi nya.
". . . Apa... Aku... Aku tidak menangis," Neko bernapas tak percaya sambil memegang tangan Felix.
"Kau menangis, itu sudah sangat jelas," tatap Felix. Lalu Neko terdiam berhenti mengalirkan air mata, ia menundukan wajah. ". . . (Jika di pikir pikir aku belum memanggil nya dengan nama nya secara baik... Apa dia akan sama dengan bunga mawar biru itu, dia akan pudar tapi...) Um..." Neko menjadi ragu. Sementara Felix menunggu dengan bingung dari tadi.
"F.... Felix..." kata Neko. Seketika Felix terkejut mendengarnya. Ia tak percaya, setelah sekian tahun lama nya, Neko tak pernah memanggilnya dengan nama nya dan sekarang ia mencobanya.
"K... Kau mengatakan apa?" Felix menatap menjadi sangat dekat.
"Aku... Aku hanya memanggil nama mu.... Felix," tambah Neko. Seketika dan mendadak saja Felix mencium bibir Neko membuat Neko bermata lebar.
Felix juga mendorong Neko ke bawah membuat Neko terbaring di ranjang dan ia juga masih mencium bibir Neko. Neko tidak memberontak, ia juga menikmati ciuman itu, ciuman pagi.
"(Yang aku tunggu adalah kata itu, dia memang belum sama sekali memanggil nama ku dan sekarang dia memanggil nama ku, rasanya seperti mendapatkan mutiara yang ada di lautan dalam.)"
--
"Aku akan menjemput Tuan Kecil," kata Acheline yang berbicara pada Neko di ruang tamu.
"Tidak hari ini, aku ingin menjemput Hwa," kata Neko.
"Tapi, terlalu jauh, kau harus setidaknya menaiki mobil."
"Tidak perlu, hanya beberapa kilometer, aku ingin berjalan jalan bersama Hwa, setelah kami setelah jalan jalan, aku akan menghubungi seseorang untuk menjemput," kata Neko.
"Baiklah," Acheline menjadi mengangguk dan setelah itu Neko berjalan ke sekolah Hwa.
Terlihat Hwa sudah menunggu di gerbang sekolahnya. Ia menoleh dan menjadi tersenyum lebar ketika tahu yang menjemputnya adalah ibunya. "Ibu!!" panggilnya yang langsung mendekat memeluk Neko.
"Bagaimana sekolah mu Hwa?" tatap Neko sambil mengelus kepala Hwa.
"Semuanya sangat baik, aku mendapat nilai tambahan lagi hari ini."
"Itu baru lelaki pintar," Neko tersenyum kecil.
"Ibu, apa ibu kesini sendirian?" tatap Hwa.
"Ya, karena ibu ingin mengajak mu jalan jalan, kau tahu tempat yang bagus Hwa?" tatap Neko.
"Aku tahu, kita ke taman, di sana banyak bunga yang cantik. Ayo ibu," Hwa menjadi tak sabar, ia menarik tangan Neko dan berjalan ke taman di kota itu.
Sementara itu Felix menutup laptop nya di meja kantornya, ia berdiri dan berjalan pergi dari kantornya. Kebetulan Kim akan masuk tapi ia dikejutkan dengan Felix yang keluar duluan.
"Tuan Felix... Anda sudah selesai?" tatap Kim.
"Aku sudah selsai, aku akan pulang, dimana Amai?"
"Nona Neko.... Menjemput Hwa dan sekarang mereka berjalan jalan di kota," balas Kim. Lalu Felix terdiam dengan wajah seriusnya.
--
"Bukankah ini bagus ibu?" kata Hwa menunjukan taman bunga yang indah itu. Neko menjadi terdiam tak percaya melihat indahnya banyak bunga yang tumbuh di sana, semuanya berwarna, tidak seperti mimpinya yang tidak berwarna sama sekali.
Neko melihat sekitar, tapi ia tak menemukan taman mawar, hanya bunga bunga tanpa duri saja yang tumbuh.
"Dari mana kau tahu ini Hwa?" tatap Neko.
"Teman ku yang memberitahuku, dia bilang orang tuanya sering kemari untuk menikmati waktu bersama. Kupikir ayah dan ibu juga bisa kemari berdua," kata Hwa.
"Yah, terima kasih rekomendasinya," Neko membelai kepala Hwa dengan senang.
Tapi ia terdiam ketika melihat sesuatu yang terlihat mencolok di sekitar taman bunga itu, ia perlahan berjalan ke sana sendirian dengan Hwa yang bingung.
Rupanya ada satu mawar merah yang tumbuh di sana. Mawar itu berbentuk masih kecil, terlihat sekali dia baru saja ingin mekar dari kuncup nya.
"Ada satu mawar di sini?"
"Oh, itu mungkin hanya orang asing yang menanam nya secara sengaja, mungkin pihak taman akan mencabutnya," kata Hwa.
"Kenapa?"
"Um.... Semuanya bilang itu karena duri, mawar memiliki duri dan yang pantas adalah kedai bunga, mereka bisa memetik mawar, menghilangkan dirinya dan merubahnya menjadi buket yang indah," balas Hwa.
Lalu Neko terdiam menatap kembali mawar itu. "(Itu sama saja mawar ini tak pantas untuk berada di sini, apa mereka menganggap mawar ini berbahaya... Di mimpiku.. Semuanya bunga mawar yang pudar, apa ini artinya mimpi ku tidak berarti sama sekali jika mawar tidak diijinkan tumbuh bersama yang lain nya?)"
Tak lama kemudian terlihat Felix berjalan di sekitar taman luas itu, ia berjalan dengan langkah besarnya sambil melihat ke sekitar dengan wajah seriusnya. Ia memutuskan untuk ke sana dan di saat itulah ia melihat Neko berjalan menggandeng tangan Hwa di depan Felix.
"(Itu mereka...)" pikir Felix. Ia berhenti berjalan dan melihat mereka pergi. Lalu melihat ke sekitar, begitu banyak orang berkunjung di tempat itu.
Lalu ada seseorang menepuk baju Felix dengan pelan dari belakang membuat Felix menoleh. Rupanya dia orang perempuan muda. "Ahjussi, tampan banget, mau jalan sama kita?" tatap mereka dengan wajah terkesan mereka.
Felix terdiam, ia lalu memasang wajah dingin membuat mereka kedinginan. "Aku tidak menghabiskan waktu untuk hal seperti itu, lihat gadis didepan itu, dia istriku," kata Felix. Lalu mereka menoleh ke Neko, seketika mereka terkejut melihat Hwa juga. "(Sudah berkeluarga rupanya.) Maafkan kami, kami akan segera pergi," mereka membungkukan badan lalu berjalan pergi meninggalkan Felix.
Setelah itu Felix kembali menatap Neko dan putranya. Mereka terlihat sangat senang dan menikmati jalan mereka sendiri. "(Dia tak tahu bahwa yang membuat nya tersenyum dan mencurahkan perasaan senang nya adalah mawar kecil itu (Hwa)" pikir Neko. Ia lalu berbalik badan dan perlahan menoleh ke Neko sebentar. Melihat Neko tersenyum dan tertawa hanya pada Hwa membuat nya ikut tersenyum kecil lalu ia berjalan pergi meninggalkan mereka dengan maksud tak mau mengganggu.
Setelah sore berlalu, Neko dan Hwa sudah selesai menikmati jalan jalan di taman bunga itu. "Ibu, sepertinya hari hampir gelap."
"Apa kau sudah puas?"
"Yah, sebenarnya akan lebih bagus jika kita menikmatinya hingga malam, karena akan ada sesuatu yang bagus muncul tapi ya tak apa apa, aku bisa kapan kapan kemari bersama ibu," balas Hwa. Lalu Neko tersenyum dan menggandeng tangan putranya keluar dari taman itu.
Tampak di luar ada mobil hitam milik salah satu Felix. Dan juga Felix ada di dekat mobil itu, ia membelakangi mereka sambil merokok.
"Apa?" Neko terkejut melihat Felix ada di sana. Sementara Hwa malah senang memanggilnya. "Ayah!!"
Felix menoleh dan menjatuhkan rokok nya, berjalan dengan menginjak rokok nya itu untuk mengangkat putranya.
"Bagaimana dengan jalan jalan mu?"
"Hehe sangat menyenangkan, Ayah, bagaimana Ayah tahu aku dan Ibu ada di sini?" tatap Hwa.
Lalu Felix menatap Neko yang terdiam memasang wajah biasanya itu, ia bahkan tak berani menoleh ke Felix.
Lalu Felix menurunkan Hwa. "Ayah akan memberi tahu saat di rumah nanti, pulanglah duluan, Ibu dan Ayah harus membicarakan sesuatu," kata Felix.
"Baik Ayah, Ibu aku pulang duluan," Hwa melambai lalu Neko juga perlahan melambai.
Di saat itu juga Hwa masuk ke mobil dan di antar supir yang telah ada menunggunya.
Felix lalu mendekat ke Neko. Ia akan mengatakan sesuatu tapi ia di sela Neko. "Maaf kan aku."
Seketika Neko terdiam bermata lebar. "Kenapa? Minta maaf?"