"Aku mengerti itu," kata Beum yang dari tadi sudah mendengar cerita dari Nalika.
"Baiklah, aku akan membantumu, ini hanya semata karena aku juga kesal pada pria itu... Tapi tunggu hingga lelaki kecil itu besar," tambah Beum. Lalu Nalika mengangguk senang.
Sementara itu Neko memeluk Felix secara tiba tiba dari ranjang rumah sakit membuat Felix terdiam tak percaya.
"Aku ingin kau pergi dari dia," kata Neko dengan masih menangis.
"Ya... Aku akan pergi darinya.... Kau... Masih mencintai ku?" tatap Felix. Lalu Neko juga menatapnya dan mengangguk pelan lalu mereka saling mencium bibir. Hingga pada akhirnya Neko benar benar bisa menerima sepenuhnya kisah cinta dari Felix untuknya seorang saja.
Lalu mereka saling menatap. "Bawa aku pulang," kata Neko.
"Kau ingin pulang? Tapi kondisimu apa akan baik baik saja?" tatap Felix.
"Aku baik baik saja, lagipula aku sedang rindu pada Hwa," balas Neko. Lalu Felix mengangkat dan menggendong Neko di dada.
Tapi ponsel Felix berbunyi. Neko juga mendengar itu, mereka saling menatap. Felix akan mengambil ponselnya dengan tangan satunya dan melihat bahwa itu dari Sheo Jin.
"Angkatlah itu, aku akan menunggumu di sini," kata Neko. Lalu Felix mengerti dan meletakan Neko kembali di ranjang. "Aku akan segera kembali," tatap nya lalu mendekat mengecup kening Neko dan kembali berjalan pergi dari ruangan Neko itu.
Felix menerima ponsel itu di lorong karena itu dari Sheo Jin.
"Hola?" sapa Sheo Jin yang bilang duluan. Dia nampak menggunakan nada bahagianya setelah ia mengamuk pada Felix saat itu, mungkin Felix sudah mencari cara agar Sheo Jin tidak marah padanya.
"Kau sudah menemukan nya?" tanya Felix yang membahas soal sesuatu.
"Sebentar lagi tenang saja... Kau bisa meyakinkan gadis itu dulu kan... Tak apa kau jujur Felix... gadis seperti nya itu kuat," kata Sheo Jin. Lalu Felix terdiam dan menghela napas.
"Memangnya selama ini aku berkata tidak benar?" kata Felix sambil menatap dingin.
"Haha ya iya, kau yang paling benar kok... Oh iya, aku dengar Gadis mu mengandung lagi kah... O hohoho sperma dari Tuan Besar ini benar benar cepat buat gadis hamil," kata Sheo Jin dengan nada bercanda nya.
"Baiklah.... Terserah saja, tetaplah awasi apa yang aku minta," Felix membalas lalu ia berbalik dan akan masuk ke dalam ruangan Neko lagi. Dia akan mengatakan apa yang terjadi pada Neko sekarang.
Terlihat Neko ada di dalam, ia dengan posisi duduk menatap ke jendela rumah sakit.
"Aku sudah bilang pada dokter, kau akan di pulangkan," kata Felix sambil mendekat padanya.
"Apa kau tidak bekerja selama aku di sini?"
"Aku meluangkan nya."
"Kau payah, sekarang waktu kerjamu akan bertambah."
"Hei, kau bisa mampir ke kantorku jika rindu aku," kata Felix sambil menatap bercanda membuat Neko memerah.
--
Beberapa minggu kemudian, Felix berjalan masuk ke ruangan kamar Neko. Terlihat ia berhenti di depan pintu tersenyum kecil sendiri menatap Neko yang duduk di samping ranjang dengan memegang perutnya sendiri. Ini baru satu bulan, Neko pasti sudah bisa merasakan bayi kecil yang ada di perutnya semakin bertumbuh.
Neko menjadi menoleh padanya dan terkejut, ia tak sadar Felix sudah ada di depan pintunya.
"Sebegitu terkejutnya kau melihat kedatanganku," kata Felix menatapnya dengan tatapan senyum kecilnya.
"Kupikir kau masih lama pulang," tatap Neko.
Sebelumnya setelah masalah itu, Felix menyelesaikan semua pekerjaan nya sekaligus di United States. Karena selama Neko di rumah sakit selama beberapa hari, Felix terus menunggunya hingga melupakan pekerjaan nya yang menumpuk.
Tapi sepertinya sekarang sudah tidak apa apa, ia sudah tenang tak memikirkan pekerjaan.
"Bagaimana pekerjaan mu?" tatap Neko.
"Semuanya akan selesai perlahan."
"Yah, memang perlahan, tapi kau akan kembali sibuk dalam waktu yang lama," kata Neko.
"Hei, ada apa? Aku hanya pergi selama satu minggu bukan, aku harap kau tidak merindukan ku sangat lama karena aku sekarang ada di sini," kata Felix sambil mendekat padanya, berlutut di depan Neko dan menyentuh perut neko.
"Kenapa kau menyentuhnya, kau tidak akan merasakan apa apa karena dia masih satu bulan," tatap Neko.
"Tapi aku merasakan kehidupan baru di sini," balas Felix, ia membelai pelan perut Neko dengan lembut.
Neko menjadi sedikit memerah sambil membuang wajahnya, Felix yang melihat itu menjadi tersenyum kecil. "(Sangat manis.)"
"Hwa terus menanyakan dimana Ayahnya," kata Neko.
"Hwa yang mencari atau Ibunya yang mencari?"
"Cih... Diam lah," Neko melirik kesal lalu mereka berdua mendengar suara dari pintu dan rupanya itu Hwa yang perlahan mengintip, lalu dia senang melihat kedua orang tua nya.
"Ayah sudah pulang!" Hwa berjalan mendekat dengan senang lalu Felix mengangkat putranya itu.
"Ah hahaha..." Hwa tampak senang di terbangkan.
"Sebentar lagi disini akan ada penghuni baru," kata Felix tapi sepertinya Hwa masih bingung.
Dia menatap Neko yang hanya memasang senyuman itu. "Belum, masih lama, jangan buat dia berpikir terlalu keras," kata Neko.
"Kenapa masih lama?" Hwa menatap polos.
"Setelah perut ibu membesar, di saat itulah kau bisa berharap ingin adik yang manis," tambah Felix.
"Wah benarkah?" Hwa menjadi tersenyum lebar tak sabar menunggu adiknya lahir nantinya.
"Ibu... Sebenarnya... Apa ada sesuatu di dalam ini, kenapa Ayah tadi terus menyentuh perut ibu?" Hwa menatap sambil memegang perut Neko.
"Letakan tanganmu di sana," kata Neko. Tiba tiba Hwa terdiam merasakan sesuatu. "Seperti ada sesuatu di sini, perut ibu biasanya rata, tapi di sini ada sesuatu, apa balon yang akan membesar?" dia juga menempelkan telinganya. Dengan berkata dan nada polosnya, dia nampak sangat imut.
"(Bahkan tingkah nya sama seperti nya,)" Neko memegang kepala sambil mengingat Felix.
Felix yang duduk di sampingnya sedang fokus pada ponselnya.
"Ayah, apa kau tak mau menebak ini... Ini sangat menakjubkan, aku bisa merasakan gerakan memutar," tatap Hwa. Lalu Felix menoleh dan berwajah terkejut. "Putaran kau bilang? Dia baru satu bulan," ia meletakan ponselnya dan mendekat memegang perut Neko.
"(Baru satu bulan sudah bergerak? Benar benar sangat kuat.) Dari adikmu Hwa, dia akan menjadi kuat sepertimu, karena kau dari kandungan juga sangat kuat," kata Felix, tapi sepertinya Hwa masih belum paham. Neko dan Felix hanya tersenyum kecil menatapnya.
--
Malamnya, Felix masuk ke kamar mandi, ia akan mandi menggunakan shower, saat akan melepas baju atasnya, ia mendengar pintu terbuka membuatnya menoleh.
Rupanya Neko, Mereka sama sama terdiam menatap satu sama lain. Lalu Neko menggeleng cepat. "Ehem... Aku akan pergi," ia akan menutup pintu.
Tapi tiba tiba saja Felix menahan pintu itu dan membukanya mendekat ke Neko.
"Apa yang mau kau lakukan?" Neko mundur perlahan dengan waspada.
Mendadak Felix menarik pinggang Neko.
"Ah apa yang?!" Neko menjadi terkejut Felix menariknya ke dalam dan menutup pintu.
"Apa yang kau lakukan?" Neko memberontak di bahu Felix, lalu Felix menurunkan nya dan meletakan nya di dalam bak mandi yang masih kosong tanpa air.
Neko terdiam dengan wajah yang menjadi bingung, tapi saat ia melihat ke Felix, ia menjadi terkejut karena Felix sudah melepas semua bajunya dan melemparnya ke ranjang baju yang akan di cuci. Lemparan nya pun sempurna meskipun agak jauh tempat keranjang itu.
"Kau ingin mandi bukan? Malam malam seperti ini akan lebih nyaman jika mandi dengan air hangat," kata Felix, ia memutar kran air ke suhu hangat, perlahan air membasahi Neko dari bawah yang ada di bak mandi.
"Hentikan, matikan kran nya, baju ku bisa basah," tatap Neko.
"Lepas saja, jika tak bisa, aku akan membantumu."
"Tidak," Neko mendorong tangan Felix yang akan menyentuhnya, ia lalu berdiri dan keluar dari bak mandi.
"Aku akan melepasnya sendiri," kata Neko yang membelakangi nya.
Lalu Felix tersenyum kecil. "Aku akan menunggu," balasnya sambil masuk duluan ke bak mandi yang akan penuh terisi oleh air hangat.
Neko terdiam ragu, ia lalu menghela napas panjang. Ia melepas semua bajunya perlahan. Dan Felix rupanya menyaksikan itu, karena Neko membelakangi nya, ia jadi bisa melihat punggung Neko, bekas tusukan belati dan peluru itu. Wajah Felix menjadi terdiam, lalu Neko menoleh padanya dengan menutupi dadanya dengan tangan nya.
"Untuk apa kau menutupinya, aku sudah melihatnya beberapa kali," kata Felix.
"Diam," Neko menyela dengan wajah malu.
"Kemarilah," ulur tangan Felix yang telah basah terkena air. Lalu Neko mendekat ke tangan itu, di saat itu juga Felix memegang pinggang Neko dan menarik nya pelan masuk ke dalam bak mandi. Neko terduduk di satu kaki Felix. Mereka saling menatap dengan wajah Neko yang membuang muka malunya dan Felix tersenyum kecil memandang nya.
"Tunjukan aku wajah bergairah mu itu, kau belum mengalami masa agresif sudah lama sekali, apa ini karena kau bisa mengendalikan nya?"
"Bersikap liar tidak akan baik untuk bayi yang aku bawa."
"Oh jadi kau menyebutnya liar? Menurutku itu adalah bersikap imut," tatap Felix.
"A... Apa maksud mu?!" Neko menjadi terkejut.
Lalu Felix menyentuh perut Neko membuat Neko terkejut memegang tangan Felix. "Tangan mu..." ia menatap dengan gemetar.
"Hm?" Felix mendekat menatap wajahnya. "Apakah suhu tangan ku hangat ketika menyentuh perutmu? Bayi itu pasti menyukai nya kan?" Felix sangat suka menyentuh perut Neko.
Tapi ia kembali memasang wajah cemas. Wajahnya benar benar berubah drastis membuat Neko terdiam bingung. "(Ada apa? Di mana senyum nya? Kenapa hening? Apa ada sesuatu yang aneh?)"
Lalu perlahan Felix memegang pelan luka di belakang punggung Neko. "Amai, apa kau masih ingat luka tato yang kau punya... Luka itu telah hilang selama bertahun-tahun tahun dan sekarang karena aku kau memiliki bekas luka yang membuat punggung mu seperti ini dan rasa sakit yang tak terbilang," kata Felix, ia berkata dengan wajah menyesal.