Hari selanjutnya yang masih dingin, Neko tampak berjalan dengan di ikuti Kim di belakangnya.
"(Jika di lihat ini tidaklah buruk,)" Neko melihat sekitar kota yang agak sepi itu karena dingin nya cuaca.
Tapi Kim yang ada di belakangnya hanya bisa memasang wajah khawatirnya. "Eum.... Nona Neko," ia memanggil dengan nada agak takut. Lalu Neko menoleh dengan wajah datarnya.
"Nona Neko.... Um... Aku benar benar minta maaf atas apa yang terjadi tadi malam, aku lalai dalam mengawal anda, karena kelalaian ku, anda bertemu dengan Tuan Beum," kata Kim. Lalu Neko terdiam dan menghela napas panjang.
"Aku tidak menghiraukan itu, dia juga tidak melakukan apapun padaku," balas Neko.
"(Nona Neko benar benar tidak peduli dia ingin diapakan Tuan Beum nantinya, dia memang takut tapi wajahnya malas untuk menunjukan wajah takut itu.) Nona Neko, apa aku perlu mengambil mobil duluan?" tawar Kim.
"Syung ha baru saja menghubungiku, dia ingin memberikan sesuatu padaku, bisa saja dokumen penting," Neko membalas.
"(Jadi itu sebabnya Nona Neko keluar hari ini, dia memang keluar hanya untuk menemui Syung ha, apakah sebegitu penting wanita pelayan itu?)" pikir Kim dengan bingung.
Lalu dari arah depan Syung ha berlari mendekat dengan membawa kotak kue. "Nona Neko... Aku punya sesuatu untukmu," dia mendekat dengan senang.
Tapi siapa sangka dia tersandung dan membuatnya melemparkan kuenya.
Neko berwajah terkejut dan seketika kue itu jatuh hancur di wajahnya.
Kim yang melihat itu menjadi terkejut pucat.
"M... Maafkan aku..." Syung ha menatap gemetar dengan tubuhnya yang masih di bawah.
Terlihat krim dari kue tadi menempel di kepala maupun di wajah Neko, Neko terdiam beraura membunuh, ia mengeluarkan pisau dari punggungnya mendekat perlahan ke syung ha.
"N... Nona Neko... Tenang... Tenang," Kim menatap mencoba menenangkan Neko.
Tapi Neko tetap menatap mengerikan pada Syung ha yang tambah gemetar.
"Huhuhu... Maafkan aku..." dia merengek.
Tapi siapa sangka, terdengar suara pria berhenti berjalan di depan mereka membuat mereka menoleh termasuk Neko dengan tatapan membunuhnya.
Neko terdiam kaku karena itu adalah Felix.
Felix berdiri menatap datar dengan rokok di mulutnya. "Apa yang sedang terjadi disini?" tatap nya sambil mendekat ke Neko.
"Tu... Tuan Felix, aku tak sengaja.... Maafkan aku," Syung ha berlutut memohon dengan tak berdaya.
"Tak apa, ini sangat manis," kata Felix yang mendekat ke wajah Neko membuat Neko terdiam waspada.
Seketika Felix menggigit pipi Neko membuat Neko terkejut. "Akhh.... Apa yang kau lakukan?!" Neko mendorong wajahnya. Lalu Felix menjilat bibirnya sendiri. "Bukankah ini manis, kue di wajahmu," tatap nya.
"Menjauhlah dariku," Neko hanya menatap kesal. Tapi Felix menarik pinggang Neko untuk tetap mendekat.
"Akhh pergilah!! Kenapa kau ada di sini?!"
"Kemana lagi, aku baru saja menjemput Hwa, dia minta di jemput olehku," kata Felix.
"Lalu kemana dia sekarang?" tanya Neko sambil membersihkan wajahnya dengan kain yang di berikan Kim.
"Ibu," lalu Hwa memanggil membuat Neko menoleh. Hwa baru saja keluar dari mobil Felix. Ia berjalan mendekat. "Ibu, aku mendapat nilai bagus tadi," kata Hwa.
"Benarkah, itu sangat bagus Hwa," Neko ikut senang sambil membelai kepala Hwa.
"Hehe terima kasih ibu, ngomong ngomong apa yang terjadi pada wajah ibu?" tatap Hwa dengan polos.
"Ini bukan apa apa, hanya saja agak terkena krim kue," balas Neko.
"Siapa yang melakukan itu pada ibu?!" Hwa menatap panik. Ia menjadi agak cemas.
"Tidak, tidak apa apa, jangan khawatir. Pulanglah bersama Ayah mu, di luar sini masih dingin," kata Neko.
"Lalu, ibu tidak ikut pulang?" tanya Hwa.
"Ibu harus di sini sebentar, mengurus sesuatu," kata Neko, ia menatap Syung ha dengan tatapan membunuh membuat Syung ha terdiam kaku melihat itu.
Malam itu, Neko mengambil baju Felix yang baru saja masuk ke dalam mesin cuci. Ia menatap kemeja putih Felix sebelum ia masukan ke keranjang.
Ia menatap bagian saku kemeja itu, ia terdiam mengusap pelan bagian itu. Rupanya ia teringat sebuah bekas lipstik di saku Felix saat mereka ada di jembatan itu. "(Aku lupa melihatnya dan langsung memasukan nya ke mesin cuci, aku masih ingin melihat bekas itu, tapi sepertinya itu hanya perasaan ku,)" pikir Neko. Ia masih terdiam curiga karena Felix kemungkinan di dekati oleh wanita lain yang mencoba merayunya.
Sementara itu Felix ada di sofa menatap ke laptop di meja. Ia lalu melihat jam dinding menunjukan pukul 9 malam. Setelah itu menutup laptopnya dan bersender di sofa melemaskan diri. Ia mengingat wanita yang ia temui di jembatan saat akan menyusul Neko di malam musim dingin itu.
"(Sebaiknya tidak ku pikirkan,)" pikirnya, sebenarnya wanita itu siapa dan kenapa ini menjadi rahasia di balik kemeja putih Felix.
Tak lama kemudian Neko datang membawakan teh hangat untuknya. Felix menjadi terdiam dan menerima teh itu.
"Aku akan tidur duluan," kata Neko. Ia akan berjalan pergi tapi tangan Felix menariknya membuatnya duduk di sampingnya.
"Tetaplah di sini sebentar, nikmati malam ini dengan ku," kata Felix.
"Apa!! Kau tidak berencana melakukan nya di ranjang bukan?!" Neko menjadi berpikir aneh aneh.
"Siapa yang mau bilang begitu," kata Felix. Ia merangkul Neko duduk di sofa sambil menyalakan televisi di sana. "Apa yang akan kita tonton?" tatap Neko di televisi.
"Aku akan bertanya saja, apa genre film favorit mu?" tanya Felix.
". . . Aksi," balas Neko.
"Aksi? Aku tidak mengira hal itu... Kupikir kau lebih suka romansa atau kontemporer?"
"Apa maksudmu? Kau pikir selama ini aku hebat dalam hal itu hanya karena aku akan menyukai film romansa? Bagaimana dengan mu sendiri?"
"Aku lebih suka romansa pastinya."
"Ha? Pria kasar sepertimu," Neko menatap tak percaya.
"Apa aku terlihat kasar?"
"Tentunya, untung saja Hwa tidak takut padamu... Memiliki ayah yang bermantan mafia," kata Neko.
Seketika Felix terdiam. "Kekeke... (Gadis ini benar benar memancing,)" Felix menjadi menarik Neko ke pangkuan nya membuat Neko terdiam menatapnya. "Kau menganggap ku pria kasar, aku akan menunjukan padamu, selama ini bukankah aku baik huh," kata Felix sambil memasukan tangan nya ke punggung Neko.
"(Ugh....) Apa ini yang di sebut pria baik?" lirik Neko sambil menahan tangan Felix untuk agar tidak terlalu masuk.
"Tentunya aku baik, tapi keadaan yang memaksaku berkata sebaliknya," kata Felix. Neko terdiam, ia melihat kemeja Felix. Ia lalu menarik kerah Felix dengan satu tangan nya. "Kenapa kau selalu saja memakai sebuah kemeja, apa hanya baju formal yang kau punya? Di mana kau memakai kaus?"
"Kau mau aku memakai kaus atau baju santai?"
"Yah, agar kau terlihat santai tanpa kesibukan di pikiran mu," kata Neko. Lalu mereka berdua sama sama tersenyum dan mencium bibir.
Pagi ini terlihat kedua pasangan ini tengah duduk di salah satu meja restoran. Neko duduk membaca bukunya yang ia bawa dan Felix terdiam meminum air anggur di tangan nya sambil menatap Neko. "Kita keluar untuk makan bersama, kenapa kau malah fokus pada sebuah buku?" tatap Felix.
Lalu Neko menutup bukunya dan meletakan nya di atas meja. Buku itu adalah sebuah novel cinta. Felix yang melihat itu menjadi terdiam tak bisa berkata kata.
"Kau mempelajari genre cinta? Apa itu karena aku?" tatap Felix dengan senyumnya. Neko hanya terdiam dingin meminum teh hangat nya.
"Bicara soal hal ini... Bagaimana jika kita membuat bayi lagi?" kata Felix, seketika Neko terkejut hampir tersedak minumnya. "(Akh.... Ugh...Cough.) Apa kau bilang?!" tatap nya dengan panik.
"Maksud ku, Hwa butuh adik, tak apa bukan jika butuh bayi lagi."
"Bilang saja kau hanya mau berhubungan!!"
"Siapa yang bilang begitu, sayang jika tubuhmu hanya untuk itu, lagi pula bukankah bayi itu lucu, kau juga tidak kesusahan mengurus Hwa."
"Itu karena Hwa hanya satu, jika di tambah lagi, aku tidak tahu apakah aku akan lelah nantinya."
"Aku bisa membantumu merawat mereka, bukankah aku keluar dari pekerjaan dulu hanya karena Hwa lahir," kata Felix. Lalu Neko terdiam dan menghela napas panjang. "(Benar juga, dia berhenti menjadi penagih hutang swasta karena pekerjaan itu keras untuk Hwa yang akan tahu nanti.)"
"Kau tahu, kupikir memiliki bayi adalah hal yang baik, dari awal aku terus berpikir apakah berat mengurus sebuah bayi, tapi jika memiliki niat maupun cinta yang akan di berikan, itu rupanya tidak benar, Hwa tumbuh karena didikan kita..." kata Neko.
"Dia akan menjadi lelaki hebat," tatap Felix.
"Haiz.... Entahlah, aku tak mau menahan rasa sakit itu lagi," Neko membuang wajah.
Seketika Felix ingat saat Neko merasa sangat kesakitan saat melahirkan Hwa. Ia lalu menggeleng cepat dan memegang tangan Neko yang ada di atas meja. "Maafkan aku," kata Felix membuat Neko terdiam. "Aku benar benar lupa kau kesakitan karena melahirkan bayi, aku benar benar lupa, mungkin aku tidak akan memaksamu atau tidak jadi membuat bayi lagi," tambah Felix. Neko yang mendengar itu menjadi memegang tangan Felix dengan tangan satunya membuat Felix menatap tangan mereka di atas meja. Tangan yang terletak dua cincin yang saling terhubung.
"Aku mengerti itu, tapi jika sudah begini aku juga tidak mau menolaknya, aku ingin membuat bayi dengan mu lagi," kata Neko dengan senyum kecilnya.
Seketika wajah sedih Felix menjadi lurus tak percaya. "Bukankah kau akan merasa sakit?"
"Apa salahnya jika mengandung satu bayi lagi, Hwa juga pasti akan senang mendapatkan bayi yang semanis dirinya," kata Neko. Lalu Felix tersenyum kecil dan berdiri mendekat menundukan badan mencium bibir Neko di meja restoran itu.
"Tapi..." Neko mendadak menghentikan nya. "Lakukan ketika aku siap... Untuk saat ini jangan dulu.... Menambah bayi mungkin akan merepotkan, aku lebih suka jika kita merawat bayi kita bersama, tak ada campur tangan orang lain..." kata Neko.
Felix yang mendengar itu masih tersenyum kecil dan mengangguk. "Tentu saja, setelah pekerjaan ku selesai, aku pastikan, kita akan baik baik saja...."