Chereads / Bloody Line: Under The Drop of Blood / Chapter 266 - Chapter 266 Snow and Hug

Chapter 266 - Chapter 266 Snow and Hug

Musim dingin kembali datang, hanya tinggal menunggu salju hari ini. Tepatnya di kantor Felix. "Ayah..." Hwa menatap Felix yang menulis di meja kantor. Untuk meraih meja yang tinggi, Hwa harus menjinjitkan kaki nya.

Lalu Felix menoleh. "Kapan kau ada di sini, bukankah di rumah akan lebih hangat?"

"Aku... Tadi di jemput Acheline, dia bilang dia ada urusan sebentar di kantor ini dan meminta ku menunggu, jadi aku menemui Ayah...."

Felix yang mendengar itu hanya bisa menggeleng untuk Acheline. "Dengar Hwa, Acheline hanya membodohi mu, jika dia bilang sebentar, pasti itu akan sangat lama... Ujung nya kau hanya diminta menunggu di sini sangat lama..." tatapnya.

Seketika Hwa kecewa dan Felix hanya bisa menggeleng.

"Lalu, apa yang harus kulakukan?"

"Katakan padaku saja apa yang kau inginkan," kata Felix sambil fokus menatap ke kertas penting nya.

"Kalau begitu, aku ingin Ibu di sini..." Hwa langsung menjawab.

"Jadi itu yang kau inginkan?"

"Ya, aku pasti akan sangat sepi tanpa Ibu," balas Hwa di depan Felix.

"Ayah akan menghubunginya," Felix mengambil ponsel dan menghubungi Neko. Untungnya Neko menerimanya.

"Ada apa?"

"Kenapa kau tidak kemari?"

"Aku masih ada urusan," Neko membalas, dia saat ini sedang mengobrol di depan Syung ha di meja kafe, sepertinya mereka melakukan pembicaraan.

Tiba tiba Hwa berteriak. "Ibu...!"

Hal itu membuat Neko terkejut. "Hwa?"

"Ibu... Kemarilah, aku ingin dipeluk ibu," kata Hwa yang berbicara lewat ponsel Felix.

". . . Baiklah, aku akan kesana, tunggulah sebentar," kata Neko. Ia bahkan langsung membalas dengan hal baik ketika yang berbicara adalah Hwa. Lalu Felix mematikan panggilan dan menoleh ke Hwa.

"Kau sudah senang sekarang?" tatap Felix sambil berlutut memandang Hwa. Lalu Hwa mengangguk senang.

"Terima kasih ayah, tapi ayah, aku juga ingin sesuatu yang lain," tatap hwa.

"Kau mau sesuatu?" Felix menatap lalu Hwa mengangguk manis.

"Katakan padaku."

"Aku ingin kue apel," kata Hwa. Membuat Felix terdiam sebentar ia melihat ke jam ponselnya.

"Baiklah, kemarilah," Felix mengulur tangan lalu Hwa menerimanya, mereka berjalan keluar di suasana dingin dengan pakaian tebal.

Setelah sampai di toko kue, Hwa benar benar terkesan melihat kue yang ada di rak, tersusun rapi dan terlihat imut.

"Kau mau yang lain?" tatap Felix sedikit membungkukkan badan menatapnya.

"Tidak ayah, aku ingin satu kue apel saja," balas hwa. Lalu Felix juga tersenyum kecil. Pemilik kedai itu melihat mereka.

"(Astaga, siapa mereka.... Lelaki kecil itu sangat manis dan ayahnya tampak asing,)" dia terdiam.

Ia terpukau pada mereka berdua. "(Pria besar itu, dia memiliki hal yang di miliki banyak pria jantan dan lelaki kecil itu, kenapa sangat manis dan tampan... Apa mereka ayah dan anak?)" ia masih berpikir.

-

Tak lama kemudian Neko berjalan masuk ke kantor Felix. "Hwa..." dia memanggil tapi ia menjadi terdiam ketika Hwa tidur di sofa dan Felix yang menyelimuti nya. Felix menoleh ke Neko dan memberi isyarat untuk tidak berisik agar tidak membangunkan Hwa.

Neko kembali terdiam, ia sudah susah payah terburu buru datang dengan napas yang terengah-engah. Ia lalu menghela napas panjang dan akan berjalan pergi. Tapi Felix menahan lengan nya membuatnya menoleh dengan bingung.

"Tanganmu sangat dingin," tatap Felix dengan wajah datarnya.

". . .Aku berlari kemari, di luar juga sangat dingin," balas Neko dengan wajah datarnya.

"Kau tidak peduli di luar sana dingin huh?"

"Untuk Hwa, aku akan lakukan apapun."

"Begitu kah... Kalau begitu kau mau melakukan apa yang ku mau bukan?"

". . . Apa yang kau inginkan?"

"Malam ini, nikmati musim dingin bersamaku," kata Felix yang menunduk mencium tangan Neko.

Tapi Neko menarik tangan nya perlahan dengan wajah sedikit memerah. "Ehem... Kau akan sibuk malam ini."

". . . Akan kupastikan aku akan menemanimu, musim dingin kali ini lebih terlambat karena salju tak kunjung turun, perkiraan akan datang nanti malam jadi nikmati salju bersamaku nanti malam," kata Felix.

Lalu Neko terdiam. "Aku masih belum yakin, bagaimana dengan Hwa?"

"Dia akan di temani Acheline jika belum tidur."

"Haiz... Baiklah, setelah kau menyelesaikan pekerjaan mu, aku akan menunggu," kata Neko lalu Felix tersenyum kecil.

--

Malam itu hampir musim dingin dan salju belum turun, Neko berjalan dan berhenti karena melihat lampu jalanan yang menyala terang di atasnya, dia akan menyusul di tempat yang di katakan Felix. Mereka tak bisa datang bersama karena pekerjaan Felix masih menunggu.

Neko terdiam dan menoleh ke toko permata, di kaca toko itu dia melihat kalung yang di pajang, kalung ber material zamrud berwarna hijau berbentuk hati. Seketika dia langsung teringat pada Matthew. Wajahnya tak bisa dikendalikan apalagi pikiran nya yang mulai kacau, ia benar benar kembali mengingat Matthew hanya karena melihat kalung itu.

"(Jika di pikir pikir, ini mungkin akan menjadi hal pertama untukku menikmati musim dingin yang tenang,)" dia mengeluarkan napas hangat, tapi di belakangnya ada seseorang. Neko menoleh sedikit dan ia menjadi terkejut karena itu adalah Kim.

"Hehe, halo Nona Neko," sapa Kim dengan rasa tidak enak.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Neko menatap bingung.

"Hehe, di luar sini sangat dingin dan berbahaya karena ini adalah malam hari... Keramaian ini bisa saja langsung mengambil anda atau biasa di sebut di culik, jadi aku di sini menemani anda," kata Kim.

Lalu Neko menghela napas panjang dan kembali menatap ke Kim. Ia lalu melontarkan pertanyaan mustahil. "Kim, jika aku membeli kalung itu, apa dia akan marah?" maksud dari Neko adalah, jika dia membeli kalung zamrud hijau itu, apakah Felix akan marah. Karena Felix bisa saja curiga bahwa kalung itu akan mirip pada Matthew.

Seketika kim yang mendengar itu menjadi terkejut. "A.... Apa yang anda katakan?" ia menjadi gemetar tak percaya.

"Aku hanya penasaran, apakah dia akan bertanya apakah aku masih memikirkan nya, aku juga tidak tahu cara melupakan nya, mungkin pada akhirnya aku hanya lupa pada saat aku mati saja," kata Neko.

"Nona Neko, anda tidak bisa bicara seperti itu. Anda tahu bukan, bahwa Tuan Felix sangat mencintai anda, dia memberikan segala sesuatu agar anda bisa lepas dari keterpurukan masa lalu, dia menjadikan anda gadis yang bersih dari masa lalu yang kotor, hal ini sudah aku anggap sangat baik," tatap Kim, ia tidak bisa membantu Neko mendapatkan kalung itu.

Lalu wajah Neko menjadi kecewa dan sedih. Ia lalu berjalan pergi meninggalkan Kim yang terdiam di tempat. "(Aku tahu, aku tahu perasaaan Nona Neko saat ini, tapi mau bagaimana lagi... Ini semua adalah sebuah takdir.)"

Neko berjalan jauh dari Kim, ia masih memasang wajah cemas itu. "(Jika perang ku antara Beum sudah selesai, dia pastinya tidak akan datang menggangguku karena Matthew telah pergi, dia akan sibuk mengurus apa yang di tinggalkan oleh adiknya itu. Seandainya saja aku bisa tahu mengapa Matthew bisa mati begitu saja, dia bahkan tak mengucapkan kata terakhir untuk ku,)" pikir Neko. Tapi tiba tiba ia berhenti berjalan dengan wajah yang terkejut tak percaya.

Ia terkaku dengan apa yang ada di depan nya, di depan nya adalah Beum tengah berdiri di hadapan nya. Neko tidak menyangka bertemu dengan Beum.

"Sudah kuduga aku menemukanmu di sini," kata beum, anehnya tatapannya benar benar datar tidak kesal lagi. Tapi Neko benar benar terdiam tak percaya dengan apa yang di temui nya. Neko menoleh ke belakang dengan panik berniat mencari Kim, tapi Kim tidak ada. Tak akan ada yang melindunginya jika Beum menyerang nya.

"Kau tidak perlu takut seperti itu, tatapan takut itu bukan lah kau yang sebenarnya, kau tidak seberani dulu karena apa? Apa karena pria itu?" tatap Beum.

"(Kenapa aku takut?)" Neko terdiam, ia tidak mau mengakui dirinya takut pada Beum.

"Apa kau mau bertanya kenapa aku bertemu denganmu?" Beum menatap.

"Aku....Tidak mengerti," Neko membalas.

"Kau sudah tahu soal dia yang telah mati?" tatap Beum.

Neko terdiam dengan tatapan lurusnya lalu membalas. "Aku....Sudah dengar itu."

"Kau harus tahu, kenapa dia mati, dan aku juga harus tahu kenapa kau bisa mengabaikan nya begitu saja," Beum menatap lalu ia memberikan sebuah kertas surat.

Neko menerimanya dengan bingung.

"Itu adalah surat terakhir untukmu, dari adikku. (Matthew)" kata Beum. Seketika Neko terkejut.

"Selama ini dia selalu membicarakan mu, aku berhenti mengganggumu karena dia, dia selalu mencegahku dengan tatapan membosankan nya itu, itu membuatku kesal hingga aku melupakan untuk mengganggu mu lagi, ini benar benar aneh... Dia begitu menyukaimu tapi kau sudah tidak lagi hanya karena dia bergabung denganku, apa itu sebuah masalah jika dia harus bergabung denganku, aku yakin dia juga berusaha untuk menunjukan sifat sejatinya padamu, untuk menolongmu," kata Beum. Lalu dia berbalik. "Lupakan ini... Perang kita sudah selesai, aku tak mau mengganggu mu lagi, cukup bersenang senangkah dengan kehidupanmu yang sekarang... Tapi, jika aku berubah pikiran dengan apa yang terjadi kedepannya, jangan ungkit kalimat ku lagi, karena aku tidak pernah berkata benar," tambahnya lalu ia benar benar berjalan pergi. Ia tak menyerang Neko lagi dan memilih pergi meninggalkan Neko yang masih terdiam memegang surat itu.

Mendengar itu tadi benar benar membuat Neko terkaku. "(Matthew... Kenapa.... Kenapa kau tidak bilang dari awal... Kenapa kau tidak bilang dari awal bahwa kau mencoba menolongku... Jika memang pernah kau mengatakan nya dari awal... Kenapa aku sangat bodoh tidak percaya padamu,)" Neko menjadi menyesal. Dia mengingat semua yang di lakukanya bersama Matthew, bagaimana pun juga, Matthew adalah orang pertama yang berusaha menolongnya.

= Hari ini adalah hari salju, aku meminta kakakku memberikan surat ini di hari bersalju hanya untukmu. Kau mau tahu apa yang ku pelajari dari kita jatuh... Kita bangkit, kita berbuat kesalahan, kita hidup, kita belajar, kita semua orang yang sama. Tapi hanya saja tak ada yang sempurna. Tenang saja Neko, aku sudah melepaskanmu, hari itu adalah hari terakhirku mengganggu mu, kau tidak akan melihat wajahku lagi dan semua usaha ku mendapatkanmu, tapi kau harus tahu Masa depan jauh lebih baik dari pada masa lalu. Jangan memikirkan ku lagi... Selamat tinggal= Kata pesan dari surat terakhir itu.

Neko membacanya di jembatan besar yang gelap dengan adanya lampu penerangan.

"Kau.... Sangat bodoh," dia gemetar meremas surat itu dan mulai menangis.