Chereads / Bloody Line: Under The Drop of Blood / Chapter 265 - Chapter 265 Snow and Hug

Chapter 265 - Chapter 265 Snow and Hug

Lalu hwa membuka pintu. "Ibu, aku kembali," kata hwa sambil mendekat ke Neko.

"Bagaimana sekolah mu hari ini?" Neko menatap.

"Hari ini sangat menyenangkan, aku dapat nilai A dalam menggambar, ibu," balas hwa sambil menunjukan hasil gambaran nya, Neko terdiam ketika melihat hasil gambaran Hwa. Hwa menggambar pemandangan yang sangat indah dengan banyak kupu kupu berterbangan di bunga yang bervariasi. Neko terdiam tak percaya melihat karya tangan Hwa sendiri, bagaimana bisa seorang lelaki kecil yang masih berusia 6 tahun bisa melukis seindah buatan tangan orang dewasa.

"Hwa, apa kau benar benar yang menggambar ini?" tatap Neko.

"Iya ibu, apa ada sesuatu? Ibu nampak khawatir?" Hwa menjadi menatap cemas melihat ekspresi wajah Neko.

"Ah tidak apa apa, itu gambaran yang sangat bagus. Teruslah buat hal yang sama," kata Neko sambil menunjukan senyumnya. Lalu Hwa ikut tersenyum dan mengangguk mengerti. Ia lalu berjalan pergi ke kamar.

Tapi Neko terdiam masih memikirkan lukisan Hwa. "(Siapa yang mengajari Hwa menggambar sebagus itu? Apa itu kemampuan nya dari awal?... Tapi jika karya yang ia ciptakan bagus, bagaimana dengan nilai sekolahnya? Apakah itu juga bagus?)" pikir Neko, ia khawatir Hwa hanya akan fokus pada menggambar nya saja, bukan pelajaran umum di sekolah.

Tapi tak lama kemudian, telepon rumah berbunyi, Neko berdiri dan mengambil telepon itu, ia langsung mengangkatnya. Lalu terdengar suara ramah dari telepon itu. "Halo selamat sore."

"Sore? Apa ada sesuatu?" kata Neko dengan wajah bingungnya karena ia masih belum mengetahui itu siapa.

"Aku dari guru seni sekaligus wali kelas dari Hwa, putra anda, begini, putra anda sangat berbakat dalam menciptakan karya seni. Dia bahkan bisa mengungguli orang dewasa melukis, jadi apa aku boleh memasukan nya dalam kontes melukis khusus untuk anak seumuran dia?" kata orang yang menghubungi Neko.

Lalu Neko terdiam. "Kenapa bertanya padaku? Apa kau sudah tanya pada Hwa sendiri?"

"Aku sudah bertanya, tapi jawaban nya... Tidak, dia lebih memilih tidak ikut kontes itu, dia bilang dia tidak mau melihat banyak anak anak yang iri padanya."

Neko yang mendengar itu menjadi tersenyum. "Kalau begitu tak perlu memasukan nya, pemikiran Hwa sangatlah benar, banyak anak anak yang akan iri padanya, jadi tidak perlu memasukan nya," kata Neko.

"Eh kenapa begitu, tapi bukankah keputusan baik ini ada di tangan orang tua, dan anda adalah orang tua Hwa. Jika Hwa menang dalam kontes ini, dia akan di hargai sebagai anak berbakat."

"Maaf, carilah anak kecil lain saja," kata Neko, ia lalu menutup ponselnya begitu saja sambil menghela napas panjang dan menoleh ke kamar Hwa. Ia berjalan dan melihat Hwa yang ada di bangku meja belajarnya.

"Hwa?" Neko memanggil lalu Hwa menoleh.

"Ah ibu, apa ada sesuatu?" tatap Hwa.

"Tidak ada apa apa, apa benar kau menolak kontes dari wali kelas mu?" Neko mendekat.

"Um... Ya ibu... Kupikir bakat menggambar adalah hal yang aneh untuk lelaki sepertiku, dan juga banyak teman temanku yang akan iri nantinya, aku tak mau mereka menjauh hanya karena aku mengikuti kontes penting," kata Hwa. Lalu Neko tersenyum dan membelai kepala Hwa. "Itu baru putra ibu."

"Hwa, kau akan di jemput siapa hari ini?" tanya teman sekelas Hwa yang mendekat ke meja Hwa.

"Sama seperti biasanya, aku di jemput oleh Acheline."

"Acheline yang wanita itu, sebenar nya dia siapa mu, Hwa? Kenapa kau tidak pernah di jemput ayah mu sama seperti ku?" tanya lagi teman nya.

Hwa menjadi terdiam memikirkan Felix yang selalu sibuk di kantor. "Ayah mungkin sangat sibuk, jadi tidak ada waktu menjemputku. Apalagi Ayah juga melarang ibu untuk menjemputku karena di luar sangat berbahaya...." balas Hwa.

"Oh jadi dia pria kantoran?"

"Bukan, mungkin lebih tepatnya ayah yang punya kantor itu."

"Waw beneran Hwa? Jadi ayahmu seorang Bos? Hebat... Seperti apa ayah mu itu, jika kau saja tampan seperti ini, seperti apa ayah mu?" tatap teman nya yang masih saja penasaran.

"Mungkin lebih tepatnya ayah memiliki tubuh yang besar, tinggi, dan ada tato kalajengking di lehernya, di punggungnya pun masih ada," balas Hwa.

"Tato?! Hwa... Ayah mu seorang gangster?"

"Apa? Tidak!" Hwa menatap bingung.

"Tapi pria yang menggunakan tato itu sangatlah mengerikan," balas teman nya. Lalu Hwa menjadi terdiam.

--

Tampak Felix berjalan dengan membawa jas yang ada di lengan nya, ia hanya terlihat memakai kemeja putihnya dan celana panjang setelan nya sambil berjalan setelah keluar dari mobilnya.

Ia masuk ke dalam rumah dengan mengendurkan dasinya.

"Ukh.... (Begitu sangat lelah...)" Felix menjatuhkan dirinya di kasur dan menatap langit langit dengan mata panda nya. Ia perlahan menutup mata. "(Tidur sebentar akan membuatku tenang,)" ia menjadi tertidur.

Tak lama tidur, ia seharusnya sudah terlelap karena lelahnya. Tapi ia bangun lagi dan duduk menghela napas panjang. Ia melepas baju atasnya membuatnya telanjang dada. "(Gerah...)" ia melemparnya begitu saja dan kembali tidur.

Sementara itu Neko melihat Arthur membawa jas Felix untuk di cuci.

". . . Apa dia sudah pulang?" tanya Neko.

"Tuan Felix ada di kamar anda sepertinya," Arthur membalas.

Lalu Neko berjalan ke kamarnya dan membuka pintu, ia mengambil baju Felix tadi yang ada di bawah dan menatap Felix yang tertidur.

"(Begitu malas kah pria besar ini mandi terlebih dahulu,)" ia menatap kesal. Tak lama kemudian Hwa muncul membuka pintu. "Ibu... Aku mendapat nilai bagus," dia menunjukan kertas ujiannya.

Neko menoleh dan tersenyum. "Itu hebat."

"Hehe.... Ibu, ayah tertidur?" tanya Hwa sambil menatap Ayahnya yang tidur tanpa baju atasan.

"Ya... Dia sepertinya kelelahan, ganti bajumu setelah itu makan, Hwa," kata Neko sambil berjalan keluar.

Hwa terdiam menatap ranjang ayahnya, ia mendekat melihat tato di leher Felix yang bergambar kalajengking itu dan di dada kiri Felix yang berbentuk huruf besar F X A.

"(Apa ini tato berbentuk huruf inisial ayah dan ibu, Felix dan Amai. Benar benar hebat, aku juga ingin tayo begini... Bagaimana cara membuatnya, sepertinya sulit apalagi di punggung ayah? Sangat banyak... E...)" pikir Hwa, ia lalu menjadi kepikiran sesuatu sambil melihat Felix yang tertidur, ia lalu mengeluarkan sebuah spidol dari sakunya.

Ia menggambar sesuatu di wajah Felix dengan spidol itu. Sambil tertawa kecil cekikikan, ia terus menggambar. Rupanya lelaki kecil satu ini juga bisa nakal.

Tak lama kemudian Hwa keluar menemui Neko yang ada di meja ruang makan membaca buku. "Ibu..." Hwa mendekat.

"Kau sudah berganti baju Hwa?" tatap Neko.

Lalu Hwa mengangguk.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" Neko menatap.

"Um... Aku ingin melakukan sesuatu bersama ibu."

"Sesuatu? Sesuatu apa?"

"Temani aku bermain game," kata Hwa dengan semangat.

"Ibu tak bisa melakukannya," kata Neko.

"Ayolah..." Hwa memohon dengan wajah imutnya lalu Neko menghela napas dan berdiri berniat menemani hwa bermain.

--

Terlihat Felix sudah keluar dari kamarnya dengan masih telanjang dada dan melihat Neko yang bermain video game di bawah, awalnya Felix bingung melihat Neko dari belakang, karena tidak mungkin Neko bermain video game sendirian.

Tapi saat Felix mendekat rupanya ada Hwa yang duduk di depan Neko bersender di tubuhnya.

". ... Apa yang kalian lakukan?" tanya Felix.

Lalu Neko menoleh dan ia menjadi terkejut karena wajah Felix terdapat banyak bekas coretan lucu dari Hwa.

Seketika Neko menahan tawa nya membuat Felix bingung.

"Ada apa.... "

"Haha.... Ayah kenapa kau tidak melihat dirimu di cermin," kata Hwa. Dengan rasa bingung, Felix berjalan menuju cermin di dalam kamar mandi dan ia sendiri terkejut melihat wajahnya.

"Apa yang....!!" ia terkejut tak percaya lalu berjalan menemui Hwa.

"Ayah.... Ibu terlihat menyukainya," kata Hwa. Lalu Felix melihat ke Neko yang tertawa kecil menatap wajahnya.

"Kau benar benar Hwa nakal," Felix mendekat mengangkat putranya. "Haha.... Aku akan menggambar lagi jika ayah suka."

"Bisa beri tahu ayah kenapa kau menggambar di wajah hm?" tatap Felix.

"Teman temanku sangat takut melihat ayah dengan tato tubuh, aku juga ingin seperti itu... Aku ingin punya tato agar mereka takut padaku aku ingin belajar membuat tato."

"?? Jadi kau... Mencobanya di wajahku?" tatap Felix lalu Hwa mengangguk. Lalu Felix menghela napas panjang.

"Haha... Dia hanya anak anak..." kata Neko membuat Felix ikut tersenyum kecil.

Esoknya Felix kembali lagi dengan tubuh yang lelah, karena saking lelahnya ia sampai menjatuhkan dirinya di sofa rumah dan mulai menutup mata.

Tak lama kemudian, Neko melewati tempat itu dan kebetulan menoleh ke sofa. Ia menjadi menghentikan langkahnya melihat Felix yang terbaring di sofa.

"Haiz dasar... Kemarin juga seperti ini," ia mendekat dengan menggeleng kepala. Lalu mengendurkan dasi Felix karena Felix masih memakai baju setelan nya saat berbaring di sofa.

Neko lalu terdiam melihat wajah Felix, ia lalu terlalut dalam wajah Felix. "(Bagaimana bisa dia masih terlihat sempurna saat tidur?!)" pikir Neko dengan wajah tak percaya. Ia lalu terlutut diam menatap Felix yang tidur di sofa. Ia menatap wajah Felix yang pulas. Lalu mendekat dan mencium bibir Felix.

Di saat itu juga Felix tersenyum, dalam mimpinya dan memeluk Neko tiba tiba dengan perasaan yang masih tidak sadar karena tidur, alhasil Neko ada di atasnya. "(Apa yang? Kenapa dia membuatku di sini?)" Neko mencoba mendorong punggungnya yang tertahan tangan Felix yang ada di atas punggungnya. Karena tidak kuat, ia menjadi menyerah dan menghela napas panjang.

"(Ini... Kenapa membuatku mengantuk?)" batin Neko yang perlahan menutup mata hingga tertidur di atas Felix.

Tak lama kemudian, Hwa masuk dari ruang tengah rumah itu sehingga mengarahkan nya langsung ke sofa. "Aku pulang," kata Hwa sambil masuk.

Lalu ia melihat Felix dan Neko yang tertidur. Wajah Hwa menjadi menunjukan wajah polosnya.

"(Ibu dan ayah... Aku baru pertama kali melihat mereka semesra ini,)" pikir Hwa. Ia lalu berjalan ke kamar nya dan memilih tidak mengganggu mereka berdua.