Malam itu adalah malam tengah malam. Neko tertidur bersama Felix dan hwa ada di kamar lain. Acheline yang ada di luar villa masih menatap malam nya langit. Ia terdiam dengan hal yang tadi dan memikirkan saat bersama dengan Hwa tadi.
"(Tuan Kecil... Kenapa dia tidak sama seperti anak anak kecil lain nya yang lebih antusias pada hal apapun, mereka akan menanyakan hal yang tidak mengerti pada orang yang lebih tahu, tapi kenapa tuan kecil malah memberitahuku? Apa dia lelaki yang pintar?)" pikir Acheline yang masih bingung tak percaya.
Tapi di sisi lain, Neko terbangun dari ranjang nya, ia bangun duduk dan mengambil bajunya sendiri dan memakainya karena sebelumnya ia telanjang.
"(Ini sama sekali tidak nyaman,)" Neko menoleh ke Felix yang tertidur pulas, ia lalu menarik selimut yang menutupi setengah tubuh nya hingga tak menutupinya sama sekali. Terlihat Felix memakai celana panjang dengan telanjang dada.
"(Sudah kuduga, dia tidak melakukan seks dengan ku,)" pikir Neko dengan tatapan sipit.
"(Semenjak Hwa lahir, dia sama sekali tidak memasukan barang nya itu.... Hanya menggunakan pahaku saja.)"
*Maksud dari Neko adalah, semenjak hwa lahir, Felix sama sekali tidak memasukan penisnya ke vagina Neko, dia melakukan seks hanya sebatas mencumbui Neko saja dan jika ingin memasukan, Felix menyelipkan miliknya ke paha Neko.
Neko berjalan keluar dari kamar itu, ia ke dapur dan melihat dapur itu sungguh sangat besar. "(Ini berbeda dari yang ada di rumah,)" pikirnya sambil melihat sekitar. Tidak hanya besar, villa itu seperti istana yang tidak akan membuat bosan.
Neko membuka lemari es dan mengambil botol air minum di sana. Ia menuangkan airnya dan meminumnya. Sepertinya cukup haus untuk ciuman hubungan tadi.
Tapi beberapa lama kemudian, ada yang datang sambil berkata. "Ibu..."
Neko menoleh yang rupanya itu adalah Hwa kecil yang mendekat sambil mengucek kedua matanya seperti baru saja bangun tidur.
"Hwa?" Neko menatap bingung lalu mendekat dan berlutut. "Ada apa?" tatap Neko.
"Aku pikir ibu ada di dapur, rupanya benar," kata Hwa.
"Tapi kenapa kau ke dapur?"
"Aku ingin sesuatu."
"Sesuatu? Kau lapar, Hwa?" tatap Neko.
"Um.... Aku hanya ingin.... Kue apel," kata Hwa.
Lalu ekspresi Neko menjadi terdiam, ia lalu berdiri dan melihat sekitar. "(Ini sudah tengah malam, dan ini adalah pulau, tidak mungkin order di jam dan keadaan seperti ini...)"
"Ibu, jika tidak bisa, tidak apa apa... Aku akan kembali tidur."
"Tidak sayang, tetaplah di sini... Mari buat bersama," kata Neko.
"Eh.... Buat bersama? Maksud ibu.... Membuat kue apel?"
"Ya," Neko mengangguk. Lalu ekspresi Hwa menjadi senang. "Ya, ayo ibuuu!" ia menjadi bersemangat.
Di malam itu, mereka akan membuat kue apel. Neko memakaikan apron pada Hwa yang seukuran Hwa lalu ia menyiapkan bahan di meja dapur. Karena Hwa tak sampai dengan kondisi umurnya yang masih kecil, ia jadi tidak bisa melihat Neko membuat kue apel.
"Hwa, berdirilah di kursi," Neko menarik kursi di dekatnya untuk Hwa. Hingga akhirnya Hwa berdiri di kursi dan melihat Neko membuat kue apel.
"Waw ibu benar benar terlihat mahir membuat kue apel, kenapa selama ini ibu tidak membuatnya saja?" tatap Hwa.
"Entahlah, mungkin karena sesuatu, ibu tidak bisa membuatnya, lagi pula lebih enak buatan kedai bukan?"
"Hehe, aku lihat dulu nanti... Apakah buatan ibu sangat enak atau tidak."
"Hei kau meremehkan yah," tatap Neko. Mereka berdua sama sama tertawa dan bercanda dalam membuat.
Di sisi lain, Felix membuka mata nya sedikit, ia meraba raba ranjang di sampingnya dan kembali membuka mata lebar sambil bangun duduk. Melihat ke samping, ia mencari Neko yang seharusnya tidur bersama nya, tapi Neko tidak ada.
"(Apa yang terjadi?)" ia melihat sekitar, lalu keluar dari ranjang dan berjalan keluar dari kamar. Ia tak sadar bahwa ia masih telanjang dada mencari Neko.
Hingga ia mendengar suara tertawa manis di dapur membuatnya berjalan ke sana. Ia berjalan dan melihat Neko dan Hwa tertawa dan tersenyum bercanda, mereka membuat kebahagian sendiri. Hal itu membuat Felix terdiam berdiri melihat mereka di belakang. Ia lalu menjadi tersenyum kecil.
Pandangan nya fokus pada tertawa kecil Neko yang mencoba terlihat menyenangkan bercanda bersama putranya.
"(Apa yang kupikirkan selama ini, selama bertahun-tahun lamanya, aku mencari apa yang akan membuat gadis itu bahagia, apa yang membuat gadis itu bisa tersenyum dan tertawa lebar seperti itu... Aku membuat masalah sendiri untuknya, aku juga yang akan menariknya ke dalam kebebasan masalah hanya untuk melihatnya tersenyum senang karena aku telah membantunya, tapi sepertinya sandiwara yang aku buat selama ini telah berakhir tanpa apapun. Kini aku tahu, apa yang membuatnya sangat senang tak bisa menunjukan wajah palsunya, aku bisa melihat dia benar benar memasang wajah yang asli, wajah yang sangat baik dengan senyumnya itu... 'Menjadi ibu yang baik adalah hal yang membuatnya senang, karena dia tahu, menciptakan senyum untuk Hwa adalah hal yang sangat terasa seperti memenangkan sesuatu')" pikir Felix. Ia sekarang tahu apa yang benar benar membuat Neko tersenyum apalagi tertawa. Bersama dengan hal yang di sebut keluarga.
Di tengah tawa mereka. Neko kebetulan menoleh ke belakang, ia menjadi memasang wajah pudarnya melihat Felix ada di sana.
Hwa ikut menoleh dan wajah Hwa menjadi terkesan. "Ayah, apa kau tidak kedinginan?" tatap nya.
"(Di mana bajumu bodoh, kau bisa menunjukan tato mengerikan di punggungmu,)" Neko menatap kesal pada Felix.
Felix hanya tersenyum kecil dan mendekat ke mereka.
"Tidak akan kedinginan," balas Felix. Ia melihat sepiring kue apel yang sangat manis dan cantik.
Ia lalu melihat ke Neko. "(Memang benar, gadis ini belajar sangat banyak... Dia tidak mau gagal dalam hal menyenangkan untuk Hwa,)" pikirnya. Felix mengingat sesuatu, sebelumnya saat Hwa belum sebesar sekarang, Felix selalu melihat Neko selalu membaca buku yang berbeda. Saat Neko pergi meninggalkan buku itu, Felix membaca judul buku itu. Judul itu berkaitan dengan memasak, mengurus rumah tangga dan hal yang baik yang dilakukan seorang ibu.
"(Tak peduli di situasi apapun, tak peduli dia bisa menghadapinya atau tidak, gadis ini masih bisa menyempatkan diri untuk mempelajari semua hal... Semua hal yang malas seseorang lakukan, itulah yang membuatnya pintar dalam merancang strategi membuatnya menjadi percaya diri dan berani bertarung pada seorang lelaki sekalipun, tapi dalam urusan hati... Dia tak pernah membaca buku yang berjudul, cara menjadi gadis yang baik untuk seorang pria.)"
Hari berikutnya di tempat yang sama, masih di pulau yang di sewa, terlihat Neko berdiri memandang laut pantai dengan angin yang meniupnya perlahan.
Ia terdiam berdiri dengan tatapan yang sangat datar. "(Kenapa? Kenapa aku baru bisa merasakan hal ini?)" pikirnya, sepertinya ia masih memikirkan Matthew.
Lalu di belakangnya ada Felix yang berhenti berjalan di belakangnya agak jauh. Ia menatap Neko sambil merokok.
"(Dia melakukan nya lagi,)" pikirnya, ia lalu melihat ke sekitar dan terlihat Hwa dan Acheline tengah bermain di tempat yang lain. Neko lebih memilih sendiri berada di tempat itu.
Lalu ada air yang datang membasahi kaki Neko, Neko perlahan melihat ke bawah dan menghela napas panjang, ia lalu berbalik. Tapi ekspresinya menjadi terdiam karena melihat Felix ada di belakangnya.
"(Sejak kapan dia?)" pikir Neko dengan wajah tak biasa.
Lalu Felix menjatuhkan rokoknya dan menginjaknya sambil berjalan mendekat ke Neko.
"Apa kau masih mengingatnya?" tatap Felix.
Lalu Neko kembali menatap ke laut. "(Aku tidak bisa melakukan apapun.)... Entah bagaimana aku melupakan nya nantinya, mungkin kedepan nya aku akan terus memikirkan nya dan aku tidak tahu bagaimana caranya melupakan nya," balas Neko. Ia akhirnya mengatakan hal yang sejujurnya selama ini dia terus diam memikirkan Matthew.
Lalu Felix menghela napas panjang. "Haa... Semua orang mungkin punya hal yang untuk di pikirkan, mereka akan selalu memikirkan seseorang yang telah berlalu dan tidak akan muncul hingga masa depan nantinya. Hingga kau dewasa, hingga kau mati nanti pun orang yang selalu kau pikirkan seperti ini pasti akan selalu mengganggu hidupmu, biarkan dia yang pergi dan tidak akan bisa mengganggu kehidupan mu lagi," kata Felix.
"Kau tidak mengerti!!" Neko menjadi berteriak. "Kau mengatakan hal itu beberapa kali dan jika aku berlebihan memikirkan seperti ini, kau langsung bertindak hal lain... Tapi hal yang kau coba tidak pernah berhasil membuatku melupakan nya, aku mungkin akan mati dengan masih memikirkan nya."
Felix menjadi diam, ia hanya memasang wajah datarnya melihat Neko melampiaskan kesedihan dan amarahnya. Lalu ia mengeluarkan rokoknya dan menyalakan nya. "Ingat saja, kau sudah memiliki prinsip sendiri, tertawa bersama putra kita," kata Felix, ia lalu berbalik dan berjalan pergi.
Neko terdiam, ia menatap dengan wajah tak percaya melihat Felix pergi. Ia lalu menoleh ke tempat di mana Hea dan Acheline bermain. "(Dia mengatakan kalimat yang berbeda tapi memiliki arti yang sama, lupakan masa lalu, buat masa depan lebih baik... Tapi sepertinya, aku tidak akan bisa.)"
Sementara itu, Felix berjalan ke sisi lain, yakni di atas tebing yang memperlihatkan pemandangan dari atas pulau. Ia masih dengan rokok di mulutnya. "(Aku benar benar masih harus mengerti, aku juga akan lebih mengerti jika dia yang harusnya lebih memikirkan ku, aku sudah membuat kebahagiaan tersendiri, tapi gadis itu sama sekali belum bisa membuka hatinya. Memiliki gadis dengan pemikiran tebal dan hati tertutup akan susah di ajak bicara,)" pikirnya, ia sepertinya juga terbebani pikiran nya karena Neko.
Setelah liburan di pulau itu, suasana kembali normal. Felix bekerja di kantor, Neko berada di rumah dan Hwa yang pergi ke sekolah.
Saat ini Neko duduk di sofa menatap sebuah syal yang ia buat saat itu, rupanya syal itu belum di tunjukan nya pada Felix. Ia memandang tulisan rajutan di sana yang masih bertuliskan nama Felix sendiri. "(Kapan aku memberikan ini? Ini sudah sangat lama tidak aku berikan... Sudah beberapa tahun lamanya juga,)" pikir Neko, sepertinya ia masih belum punya keberanian untuk memberikan syal itu pada Felix.