Chereads / Bloody Line: Under The Drop of Blood / Chapter 261 - Chapter 261 Snow and Hug

Chapter 261 - Chapter 261 Snow and Hug

Namun Hwa berhenti dan melihat sesuatu.

"Ibu... Lihat," Hwa kecil menunjuk sesuatu di bawah, saat Neko melihat apa yang dia tunjuk rupanya Hwa menunjuk seekor anak anjing malang yang kebasahan di dekat got kecil di sana.

"Ibu, apa dia mati?" tanya Hwa.

"Entahlah, tapi itu memang takdirnya," Neko membalas sambil melihat sekitar tapi ia kembali melihat ada anak anjing lagi di bawah pohon, ia lalu kembali melihat sekitar dan menemukan anak anjing ketiga yang ada di timur got.

"(Apa yang sebenarnya terjadi, apa mereka terbuang?)" Neko terdiam bingung.

"Ibu, dia sangat kasihan, bisakah kita membawanya pulang?" Hwa menatap memelas.

"(Aku masih sangat kurang yakin,)" Neko terdiam berpikir lalu ada seseorang yang dari jauh mengambil satu persatu bayi anjing itu yang berceceran.

"Apa yang dia lakukan, ibu?" Hwa menunjuk. Saat Neko menoleh, ia menjadi terkejut melihat orang itu yang berjalan mendekat.

Dan rupanya orang itu adalah Yechan.

"Permisi apa kalian melihat satu anak anjing disini, aku kehilangan satu," tanya Yechan. Tapi ia terkejut baru sadar saat melihat Neko didepan nya terkaku juga melihatnya.

"Akai..."

"Yechan..."

Mereka berdua memanggil bersamaaan membuat Hwa terdiam bingung.

"I... Ini benar Akai...?" Yechan menatap panik.

"Ya... Ini aku, lama tidak bertemu, Yechan," kata Neko.

"Astaga, aku benar benar merindukanmu," Yechan akan memeluk Neko tapi Neko menghindar dengan berpindah tempat.

"Akai?"

"Maaf Yechan, maafkan aku karena tidak mengunjungimu," kata Neko.

"Ah... Tidak apa apa, aku juga minta maaf karena tidak pernah memberitahumu, ngomong ngomong apa dia adikmu?" Yechan menunjuk Hwa.

"Dia... Putraku," kata Neko.

"Oh... Putramu," Yechan mengangguk. Tapi ia menjadi terdiam terkejut. "Hah.... Putra!!Kau bilang putra???"

"Oh astaga Akai... Kau benar benar sudah menjadi seorang ibu. (Jadi itu sebab nya dia menghindari pelukanku...Dia sudah memiliki lelaki lain, sepertinya aku kurang cepat mendapatkannya.)" Yechan tampak terharu sekaligus kecewa. "Selamat untuk mu..." dia menunjukan kekecewaan nya.

"Yechan..." Neko juga menatap tak nyaman tapi dia mencoba tersenyum kecil. "Jangan khawatir, kau sangat berarti untuk ku... Kau mengisi kehidupan ku ketika di desa... Aku masih mengingat itu semua..." dia mencoba menghibur membuat Yechan tersnyum juga.

"Aku tahu, kau pasti memiliki kehidupan yang lebih baik... Setampan apa Ayah nya, karena putra mu sangat tampan, kamu hebat melahirkan nya..."

"Terima kasih, ngomong ngomong kenapa kau ada disini?" tatap Neko lalu Yechan terdiam.

"Aku bekerja di salah satu perusahaan, setiap minggu aku akan selalu pulang ke desa."

"Lalu... Kenapa kau memungut anjing anjing itu?"

"Sebenarnya ini anak anak dari Dongsik," kata Yechan.

Seketika Neko terdiam. "Apa maksudmu, bukankah Dongsik itu jantan?"

"E... Maksudku, Dongsik baru saja kawin dan awalnya mereka berdua ada di apartemenku tapi saat aku pulang dari bekerja Dongsik terlihat cemas dan rupanya induk dan anak anaknya telah pergi. Seharusnya ada 5 ekor disini kehilangan satu."

"Paman... Aku melihatnya," kata Hwa menunjuk anak anjing yang kebingungan di dekat selokan.

"Ah benar, terima kasih," Yechan lalu mengambil anak anjing itu.

"Yechan, terima kasih telah mau menjaga anjing itu, aku tahu kau pasti repot selama beberapa tahun ini..." tatap neko.

"Oh tak masalah, Akai... Dongsik juga sangat senang bersamaku," balas yechan.

"Jadi sekarang kau tinggal sendirian?" Neko menatap.

"Yup... Tapi jangan khawatir, aku sangat senang kau bisa mendapatkan sesuatu yang layak," kata Yechan yang menatap Hwa. "(Putranya bahkan terlihat sangat tampan padahal dia masih kecil... Saat besar nanti pasti tambah tampan, aku benar benar senang Akai mendapat kehidupan yang baik sekarang.)"

Lalu Neko tersenyum. "Terima Kasih... (Aku benar benar berpikir jika Yechan tidak ada, anjing itu mungkin sudah mencabik ku beberapa kali saat di desa itu.)"

"Ibu..." Hwa memegang erat tangan Neko membuat Neko dan Yechan menatapnya. Sepertinya Hwa penasaran dengan Yechan.

Lalu Yechan tersenyum dan berlutut menatap. "Hei pria kecil, siapa nama mu tadi?" tatapnya.

"Aku Hwa," Hwa langsung menjawab.

"Hwa, nama yang lucu sekali... Imut sekali nama yang di berikan, sementara aku adalah Yechan, aku adalah seseorang yang menemani ibumu semasa dia benar benar masih selalu cantik... Kamu harus tahu, dia seperti malaikat yang baru turun... Dan sekarang pun juga, dia seperti bidadari yang di utus untuk melahirkan mu," kata Yechan dengan kalimat yang baik mengobrol dengan Hwa.

Dan itu berhasil membuat Hwa tersenyum senang. "Tentu saja, ibu sangat cantik... Apa paman pernah menggodanya?" dia bertanya polos seketika Yechan terkejut mendengar nya.

--

"Ibu," Hwa memanggil saat di dalam mobil di bangku tengah, sementara ada yang mengemudikan di depan. Mereka juga sudah berpisah dengan Yechan.

Neko menoleh pada Hwa yang tadi memanggil.

"Apa aku boleh tahu kehidupan ibu sebelum aku lahir?" tatap Hwa.

Neko terdiam berpikir. "Kenapa kau ingin tahu?"

"Aku ingin belajar ibu... Karena pengalaman adalah guru paling bijaksana," kata Hwa. Mendengar itu seketika Neko terkejut, ia mengingat perkataan Felix saat itu saat Felix mengatakan. "Karena aku tahu lebih dulu dari pada kau."

"(Apa itu berarti dia benar benar telah mengalami semua yang aku alami ini, jika memang benar.... Dia benar benar menolongku,)" Neko terdiam membuat Hwa bingung.

"Ibu?"

". . . Se... Sepertinya mungkin tidak dulu Hwa... Saat kau berumur 15 tahun, ibu akan mengajarimu dengan guru yang kau sebut pengalaman," kata Neko. Lalu Hwa tersenyum senang dan mengangguk manis.

"(Ibu benar benar sangat cantik, dia selalu tersenyum padaku... Tak ada wajah lain yang di tunjukan nya padaku selain ukiran senyuman itu, aku ingin tahu siapa yang membuat senyuman itu.)"

Sementara itu Felix menutup ponsel setelah mengobrol dengan orang. Lalu ada yang masuk ke ruangan nya yakni Kim.

Felix hanya menatap biasa padanya, dia lebih melanjutkan menatap ke laptop di depannya. Lalu Kim berjalan mendekat ke depan mejanya.

"Aku baru saja mendapat informasi, putra kedua dari yakuza Beum telah mati," kata Kim. Putra kedua adalah Matthew, tidak mungkin Matthew tiada, tapi Kim adalah pelacak informasi. Pastinya apa yang ia laporkan itu tidak akan salah. Matthew telah mati.

". . . Kau sudah beri tahu Amai soal ini?"

"Aku belum... Memberitahunya."

"Kalau begitu simpanlah itu dulu, dia harus fokus membangun kehidupan hanya denganku," kata Felix.

"Aku mengerti, aku permisi," Kim menundukan tubuh lalu berjalan pergi keluar.

Lalu setelah itu Felix terdiam sebentar menyangga kepalanya menatap ke arah bawah. "(Apa yang membuatnya di kabarkan telah mati? Apa dia bunuh diri karena tak bisa mengambil Amai kembali, tentunya itu akan sepadan dengan apa yang dia lakukan pada gadis itu...)" pikirnya, Felix bahkan tidak paham mengapa Matthew bisa di beritakan meninggal begitu saja.

Di sisi lain, Kim berjalan sambil berpikir sesuatu juga. "(Aku benar benar tidak percaya akan hal ini... Tuan Matthew sangat suka pada nona Neko, tapi kenapa ini begitu aneh, dia bahkan memutuskan mati menghindari nona Neko. Aku harap Nona Neko tidak akan kembali terpuruk saat dia tahu berita ini nanti,)" pikirnya dengan rasa khawatir.

--

Malam itu Felix berjalan sambil melihat ke ponselnya. Ia berjalan di lorong rumahnya dan membuka salah satu pintu besar ruangannya.

Di sana ia menjadi terdiam ketika melihat Neko tertidur dengan Hwa di ranjang besarnya. Mereka tampak pulas dan Neko terlihat sangat lelah.

"(Bermain begitu banyak,)" pikir Felix yang melihat lantai berantakan penuh dengan mainan bayi. Dia berjalan mendekat dan membawa Hwa keluar dan meletakan Hwa di ranjangnya sendiri. Hwa sudah memiliki kamar sendiri, jadi felix membawa dan meletakan nya di ranjang Hwa sendiri.

Lalu kembali berjalan ke ruangan tepat di ranjang tadi di mana Neko tertidur di sana.

Felix seperti biasa melepas baju atasnya membuatnya telanjang dada lalu berbaring di samping Neko.

"(Entah kenapa, aku tidak perlu memberitahu nya soal yang di beritahukan kim tadi, dia belum siap menerima nya,)" Felix berbaring menatap langit langit. Tapi ia merasakan sesuatu di mana tangan Neko meraba raba sampingnya. Lalu Neko membuka mata dan bangun duduk dengan terkejut, hal itu membuat nya menatap Felix.

"Dimana Hwa?"

"Aku sudah meletakkan nya di kamar nya sendiri."

"Kupikir dia hilang," Neko menghela napas lega.

"Kau terlihat sangat lelah?" tatap Felix sambil masih berbaring di ranjang.

"Yeah, mengurus Hwa memang harus selelah ini... Dan Kapan kau pulang, kupikir kau tidak akan pulang hingga esok?" tatap Neko dengan wajah yang sedikit polos.

"Aku hanya sebentar di sini dan aku ingin tahu pendapatmu, apa aku terlalu sibuk untukmu?" Felix menatap dengan masih berbaring dengan kedua tangan nya menyangga kepalanya.

Mendengar itu tadi Neko menjadi terdiam sebentar. "Entahlah... Mungkin perempuan lain akan menilaimu sangat sibuk tapi untukku tidak, karena kau sibuk untuk bekerja, meskipun Hwa selalu mencarimu," kata Neko.

Lalu Felix tersenyum kecil. "Apa kau sadar, kau sudah mulai bersikap lembut padaku?" tatap nya. Lalu Neko menoleh juga menatap matanya.

"(Itu memang benar juga... Mungkin pada akhirnya aku hanya menyerahkan semuanya pada nya,)" dia terdiam lalu mengangkat pinggangnya berjalan merangkak mendekat dan mencium bibir Felix.

"(Jika dia memang harus tahu soal kematian lelakinya, dia pasti akan kembali menatap ku dengan mata mania nya, mata yang hanya di milik oleh orang orang yang ingin mati di dunia ini,)" pikir Felix sambil memegang pinggang Neko yang ada di sampingnya masih fokus pada ciuman itu.

"Ha..." lalu Neko mengangkat kepalanya sambil mengusap bibirnya. "(Hari ini agak berbeda... Biasanya aku merasakan bau rokok di mulutnya, tapi kenapa hari ini tidak?)" pikir Neko. Itu karena Felix belum merokok satu pun seharian karena terlalu sibuk.

"Kenapa kau berhenti? Kau tidak mau lagi? Lakukan sendiri sekarang," tatap Felix.

Lalu Neko menjilat bibir miliknya sendiri dan mencium kembali Felix. Tapi siapa sangka, ia menggigit bibir Felix hingga berdarah.

"(Hmp gadis licik, kau menggigit bibirku hanya untuk sebuah darah?)"