Felix melihat sekitar dan menemukan sebuah hotel di dekat sana. Ia lalu berjalan masih membawa Neko dan menyewa ruangan di sana.
Felix membaringkan Neko perlahan di ranjang dan terlihat Neko tak menggerakkan tubuhnya. Felix menatap ke wajahnya yang rupanya Neko tertidur.
Tapi di saat itu juga Felix tersenyum kecil dan mendekat. "Aku tahu kau pura pura tidur hanya untuk menyembunyikan siklus agresif mu, dari awal kita tahu, siklus ini muncul karena kau tidak meminum darah, itu sama saja kau gila karena terlambat makan," bisik Felix.
"(Sial.... Dia terlalu hebat dalam menebak,)" batin Neko. Rupanya ia memang pura pura tidur, lalu ia membuka mata menatap Felix yang ada di atasnya.
Lalu Felix mengambil sebuah pulpen dari setelan jas yang ia pakai tadi dan melepas kemeja putihnya. "Aku tahu kau menginginkan banyak darah saat dalam keadaan hal ini, aku bisa membantumu dengan ini," kata Felix sambil menusuk leher bawahnya dengan pulpen yang ia bawa. Neko terdiam dengan tubuh yang terbangun sedikit. Ia melihat di leher bawah Felix mengalir darah karena tusukan pulpen itu.
menggigit leher Felix hingga berdarah.
"Jika kau sedang haus, kau harus bilang padaku terlebih dahulu," tambah Felix.
"(Apakah aku benar benar bisa meminum itu?)" Neko terkaku melihat darah itu, ia seperti terkaku dan tatapan matanya tertuju pada satu hal saja.
"Apa yang kau tunggu?" tatap Felix dengan serius. Lalu mata merah Neko menyala kembali, ia lalu mendekat ke pangkuan Felix dan menggigit leher Felix yang terluka tadi.
Tapi belum lama, Neko sudah menarik kepalanya sendiri membuat Felix terdiam bingung. "Kenapa begitu awal?"
". . . Itu tidak bisa keluar dengan cepat, aku tak bisa terus menghisap nya," kata Neko menatap luka darah di leher Felix yang mulai tertutup karena itu hanya luka kecil.
Lalu Felix terdiam dan membaringkan Neko. "Jika kau merasa tidak nyaman, aku bisa mencari solusi lain," kata felix. Neko melihat mulut Felix bergerak seperti memakan sesuatu di dalam lalu Felix mendekat dan mencium bibir Neko. Di saat itu juga Neko terkejut karena mulut Felix terasa darah.
Rupanya Felix menggigit lidahnya sendiri dan mencium Neko. Neko menjadi merasa nyaman dengan ciuman darah itu. "(Ini sangat enak... Darah tertentu saja yang terasa tajam seperti ini.)"
Setelah beberapa lama, Felix memakai bajunya dan Neko yang duduk di ranjang menatap ke ponselnya sambil menunggu Felix karena hanya Felix yang melepas baju atasnya tadi.
"Apa lidahmu baik baik saja?" tatap Neko. Lalu Felix terdiam dengan pertanyaan Neko. "(Tak biasanya dia bertanya soal kekhawatiran itu.) Kenapa? Apa kau menginginkan nya lagi ketika lidah ku masih berdarah?" lirik Felix.
Tapi Neko menjadi terdiam dan berdiri, ia menjadi berjalan duluan dan pergi dari ruangan hotel itu.
Dia pergi pulang bersama Felix menaiki mobil. Di dalam mobil, Neko melihat sebuah boneka harimau kecil yang manis di bangku tengah, ia hanya terdiam tak berkomentar apapun. "(Kenapa ada boneka itu? Apa dia membelinya? Atau itu milik orang yang tertinggal?)" pikir Neko.
-
"Ibu... Huhuhu..." Hwa berlari memeluk Neko.
"Ibu, aku takut!"
"Jangan khawatir, ibu ada disini," Neko membelai kepala Hwa.
Felix yang berdiri di samping mereka menatap ke jamnya. Ia mulai berwajah serius. Sepertinya memang waktunya kembali ke perusahaan.
"Ibu, apa ibu baik baik saja?"
"Ya, ibu benar benar baik baik saja, apa Hwa menangis saat ibu tak ada?" tatap Neko dengan lembut dan senyumnya yang manis.
"Um.... Tidak.... Aku percaya ayah bisa menyelamatkan ibu dan sekarang ibu benar benar selamat," kata Hwa dengan wajah berani meskipun terlihat imut.
Lalu Neko terdiam dan menoleh ke Felix yang berdiri di belakang nya menatap mereka dengan wajah datarnya.
Lalu Neko menoleh ke Hwa lagi. "Hwa, apa kau ingin sesuatu, ibu bisa melakukanya," tatap nya.
"Benarkah, ibu akan melakukan nya?" Hwa menjadi menatap bersemangat.
"Ya, katakan saja apa yang kau mau."
"Aku ingin jalan jalan, bersama ibu dan ayah," kata Hwa.
Seketika Felix dan Neko menjadi terdiam. Lalu Felix bergerak dengan mengeluarkan napas panjang seraya berkata. "Aku ingin ikut, tapi maafkan aku, ada rapat," Felix menatap Neko lalu Neko menjadi mengerti.
"Bagaimana jika kau dan ibu saja?" tawar Neko.
"Em..." Hwa menjadi terdiam bimbang.
"Ayah akan menitipkan ini padamu," Felix memberikan boneka harimau manis padanya.
"Wah... Kawai..." Hwa langsung senang dan menerimanya.
Di saat itu juga Neko terdiam melihat boneka itu karena boneka itu mirip di mobil Felix tadi. "(Rupanya itu untuk Hwa,)" ia menjadi tersenyum kecil.
"Kalau begitu ayah pergi dulu," tatap Felix membelai kepala Hwa, lalu Hwa mengangguk senang.
"Sampai jumpa ayah!" Hwa melambai dengan ceria pada Felix yang berjalan pergi perlahan.
Setelah itu Neko menatap padanya. "Kemana kita akan pergi Hwa?" tanya nya.
"Aku ingin kue apel."
"Ah, kalau begitu ayo ke pusat belanja."
"Apa di sana ada kue apel?"
"Ya, kau bisa memilih sepuas mu."
"Apa boneka ku juga mau makan?"
"Ya, jika dia mau," balas Neko dengan wajah lembutnya.
Lalu mereka masuk ke pusat perbelanjaan dengan Neko yang menggandeng tangan Hwa.
Karena suatu hal yang berbahaya di luar. Beberapa penjaga akan terus mengawasi mereka secara diam diam dan akan muncul jika mereka berdua sedang terancam.
"Ibu, apa ibu lelah?" tatap Hwa.
"Tidak, bagaimana denganmu?"
"Aku hanya ingin duduk di sana," Hwa menunjuk bangku kosong lalu Neko mengangguk dan duduk bersama Hwa di sana.
"Ibu, saat aku besar nanti, apa aku bisa menggendong ibu?"
". . . Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Karena aku ingin menggendong ibu."
"Kalau begitu aku akan menantikan nya," kata Neko.
Setelah itu mereka kembali berjalan mencari kue apel sembari berjalan jalan, tapi Hwa tiba tiba berhenti. "Hwa ada apa?" tanya Neko.
"Ibu aku meninggalkan kucingku," Hwa menatap sedih. Neko terdiam lalu mengajak Hwa kembali ke bangku tadi. Tapi sepertinya boneka kucing Hwa tidak ada di sana.
"Ibu... Dimana kucingku... Huuhu..." Hwa mulai menangis.
"Jangan khawatir, ibu akan mencarinya," tatap Neko dengan lembut. Kebetulan ia melihat boneka Hwa yang tergantung di permainan milik seorang lelaki.
Ia mendekat dan rupanya benar itu milik Hwa.
Lelaki itu menengadah menatapnya dari ponselnya, ia menjadi terkejut. "(Astaga ada gadis manis.)"
"Ibu..." Hwa menatap.
"(Oh rupanya ibu muda, tapi cakep juga,)" pria itu kembali melirik Neko.
"Kau.... Berikan kucing itu, itu milik putraku," kata Neko dengan tatapan serius.
". . . Itu.... Itu milikku sendiri, aku yang membelinya," alasan lelaki itu. Padahal dia benar benar mengambil boneka itu untuk jadi taruhan permainan menjebaknya.
"(Cih... Kurang ajar,)" Neko akan mengeluarkan Belati nya namun ia berhenti karena melihat Hwa yang ada di bawahnya menatap manis nan memelas.
"(Aku tak bisa melakukanya.) Kalau begitu berikan padaku dengan caramu."
"Main dan dapatkan dia," kata lelaki itu yang menunjukan pistol mainan padanya. Seketika Neko menolak pistol itu membuat lelaki itu bingung.
"Kau tak bisa menunjukan nya pada putraku," tatap Neko dengan serius bercampur khawatir.
"Ah... Jangan khawatir, ini hanya pistol tembakan."
Lalu Neko mengambil nya tiba tiba ia menodongkan pistol itu pada lelaki tersebut membuatnya terdiam.
"Kenapa? Bukankah ini hanya mainan?" tatap Neko.
Hal itu membuat lelaki tersebut berkeringat. "Apa yang kau lakukan? Aku tahu itu cuman mainan," tatap lelaki itu yang mencoba tidak takut, tapi wajahnya terdiam dengan mulut yang terkucil karena di tangan satunya Neko memegang belati membuat lelaki itu terdiam kaku. "(Gadis ini bukan gadis biasa!?)"
--
"Ibu benar benar hebat," kata Hwa yang berjalan melanjutkan bersama Neko dan dia sudah membawa boneka itu.
"Terima kasih, jadi, kau ingin main apa lagi?" tatap Neko.
"Um.... Mesin capit," kata Hwa.
"Mesin capit? Kau tahu dari mana?"
"Aku tahu dari temanku, ayo ibu," Hwa menarik tangan Neko. Alhasil mereka ke konter permainan.
"(Ini... Sangat tidak nyaman,)" Neko memasang wajah suram di sana. Karena dia hanya pertama kalinya datang ke sana sekarang.
"Ah ibu... Itu," Hwa menunjuk mesin capit yang berisi boneka.
" . . . Apa kau bisa bermain?"
"Aku tidak bisa tapi ibu bisa."
". . Ha... Apa... Kenapa ibu?" Neko menatap tak percaya mendengar itu.
"Ya, cepat ibu, tunjukan pada semua bahwa ibu hebat."
"(Ini hanya mainan.... Ini hanya mainan,)" Neko memiliki hawa tak nyaman. Tapi ia menjadi melihat sebuah boneka berbentuk serigala yang agak besar dari ukuran boneka harimau milik Hwa.
"Itu...!" ia terdiam lalu teringat Felix. "(Boneka itu mirip dia?)" pikir Neko karena Felix memang di gambarkan seperti serigala besar. Lalu Neko mencoba bermain.
"(Apa ibu bisa?)" Hwa menjadi khawatir. Namun siapa sangka Neko mendapat boneka serigala berbulu itu.
"Wuah... Ibu hebat!!" Hwa menepuk tangan dengan senang sementara Neko masih bingung dengan kemampuan nya sendiri.
"Ehem...Hwa.... Apa kau sudah selesai bersenang senang?" tatap Neko lalu Hwa mengangguk.
"Baiklah bisa kita pulang?"
"Ya... Ayo ibu," Hwa memegang tangan Neko lalu mereka berjalan keluar. Di belakang mereka ada seseorang diam diam mengawasi, rupa nya itu memang salah satu agen pengawal. "Catatan, mereka sudah pergi, ganti posisi untuk mengawasi," dia berbicara lewat penghubung telinga dengan rekan yang lain.
Sebelumnya memang sudah terbiasa di gitukan, mereka bekerja sebagai pengawasan, jika mereka lengah sedikit, Felix mungkin akan melakukan sesuatu pada mereka karena setelah kejadian Neko di culik itu.
Neko dan Hwa berjalan di kota tepatnya di jalan komplek yang tak terlalu sepi juga tak terlalu ramai.
"Hwa, apa kau benar benar baik baik saja berjalan seperti ini, kita bisa naik mobil untuk pulang bukan?" tanya Neko.
"Aku ingin berjalan begini saja ibu, aku ingin terus memegang tangan ibu," kata Hwa sambil mengeratkan memegang tangan Neko lalu Neko tersenyum kecil.