Acheline fokus pada komputernya, lalu Neko datang membuka pintu. "Oh, ini seperti deja vu... Yo, kau kemari lagi, sekarang bagaimana jika kita pulang?" tatap Acheline.
"... Aku sudah mendapat apartemen, kau tidak perlu membawaku ke rumahmu," Neko membalas, lalu dia berjalan pergi. Acheline menjadi terdiam sendiri. "(Jadi... Kau sudah punya apartemen... Haiz... Ini pasti ulah bos, padahal aku ingin melihat wajahnya yang tidur itu, tampak menawan sekali...)"
--
Saat akan pulang, Neko berjalan di parkiran bawah tanah. Ia berjalan sendirian dengan wajah dan pikiran kosongnya. "(Aku sangat lelah hari ini... Apa begini rasanya menjadi bawahan, harus ke sana kemari mengantar dokumen pada ruangan yang berbeda... Apalagi dia memaksaku untuk tersenyum di sini... Aku sangat lelah bodoh,)" dia menatap kesal pada pandangan ke depan sambil mengingat Felix. Bahkan di bawah matanya muncul kantung mata lagi membuatnya tambah pucat, tapi meskipun begitu, wajahnya sama sekali tak berkurang soal menawannya itu.
Namun, tak disangka-sangka bertemu dengan Felix membuat Neko langsung berhenti berjalan dengan terpaku tak percaya. "(Kenapa harus di sini...)"
"Naiklah," dia menatap Neko, Felix sendiri bersandar di mobilnya.
Neko terdiam menatap dingin, ia hanya mencuekinya dan berjalan pergi.
"Apa salahnya jika aku mengantarmu, apa kau tidak takut kau akan diculik lagi? Lagipula, kau tidak akan tahu pasti jalan mana yang harus dilalui untuk sampai di apartemen," kata Felix.
Hal itu membuat Neko terdiam hingga akhirnya ia ikut dengan Felix yang mengendarai mobilnya.
"(Ini benar-benar tidak nyaman, aku tak tahu harus mengatakan apa, dan juga jika ini menjengkelkan, aku juga tak tahu harus mengatakan apapun,)" Neko terdiam, lalu ia menoleh ke Felix yang fokus mengemudi.
"(Kenapa aku ingin sekali bertanya sesuatu padanya, apa karena ini memang suatu hal yang harus membuatku terus terpikirkan hal ini?) Kau-"
"Kita sampai," Felix menyela, tapi ia sendiri terkejut menyela pembicaraan Neko. "Apa... Apa kau ingin mengatakan sesuatu?" ia menatap.
"Tidak jadi, aku akan pergi," Neko langsung membuka pintu dan berjalan keluar.
Felix terdiam bingung menatapnya. Lalu Neko menoleh ke dalam lagi, lalu mengatakan sesuatu. "Kenapa kau menurunkanku di tempat yang bahkan masih jauh dari apartemen?"
"Di sana tidak bisa dilalui mobil, jika kau ingin aku mengantarmu, aku akan turun," Felix memegang sabuknya akan melepas.
"Sebaiknya tidak perlu, aku bukan gadis kecil," Neko menyela, membuat Felix langsung terdiam menatapnya. Lalu melihat Neko yang perlahan pergi jauh membuatnya menunggu sambil tersenyum kecil.
"(Jika dipikir-pikir, aku belum pernah memanggil nama sebutannya...)"
---
Neko tampak berjalan di lorong gang gelap. Ia masuk ke gang besar meninggalkan mobil Felix yang masih menatapnya pergi.
Neko masih tetap berjalan sambil melihat sekitar yang gelap, hampir tak terlihat apa pun. "(Kenapa sangat gelap? Apa dia sengaja melakukan ini padaku, benar-benar sialan, dia tidak lebih berbeda dari Beum bajingan,)" ia tampak kesal, tapi mendadak ia merasakan ada seseorang di belakangnya, ia menoleh dan rupanya seorang pria besar tak dikenal. Ia terdiam dengan mata lebarnya, karena sudah mengetahui bahwa Neko melihatnya, pria itu akan menangkapnya dan dari sana Neko tahu pria itu memiliki lambang nama Viktor di tangannya.
"(Organisasi Viktor!)" ia mengerutkan alis, seketika menendang pria itu dengan kuat di dagu pria itu membuat dia terpental dan Neko bisa melarikan diri. Tapi tak hanya sampai di sana, pria itu mengejarnya.
"(Sial... Aku tak bisa menunjukkan tempat tinggal ku padanya,)" Neko tetap berlari dengan cepat. Ia memutar arah agar pria itu tidak tahu di mana Neko bersembunyi, jadi dia hanya harus memikirkan cara bagaimana mengalahkan pria itu di tempat yang gelap tanpa siapapun di sana.
Tapi tak disangka-sangka ia tersandung dan jatuh. "Akh... Sial!" ia tampak kesakitan, lutut dan telapak tangannya terluka lecet parah karena jatuh di bagian keras.
Ketika akan bangun, tiba-tiba pria itu dengan cepat menahan tangannya agar tak bisa bangun. "Kau tak akan bisa pergi kemanapun."
"Cih... Lepaskan aku..." Neko menatap kesal. Ia kembali memberontak, tapi siapa sangka, pria itu menekan punggung Neko agar perutnya tertekan, itu bertujuan agar Neko tidak memberontak, tapi yang dirasakan Neko adalah luka yang pastinya masih terasa karena pukulan pria itu tadi.
"Sialan... Kau pikir aku tidak bisa bergerak!" ia berteriak hingga berhasil memberontak dan langsung menendang wajah pria itu dan mengeluarkan belatinya menusuk jantung pria itu membuatnya bernapas berat dan lelah.
Perlahan berdiri dengan baju yang terkena lumuran darah. Ia benar-benar bernapas berat, leher dan pipinya terkena cipratan darah yang tidak bisa dibilang banyak.
Menjatuhkan belatinya dan dengan gemetar menatap mayat itu, untuk sebentar, sebuah ingatan keji membuatnya ingat pada Yogan yang juga mati di depannya dengan jantungnya yang tertembus peluru.
Neko mencoba menahan kuat dirinya dan melupakan trauma itu, ia mencoba perlahan meninggalkan mayat itu dengan berbalik badan, berjalan dengan sempoyongan memegang perutnya, dia juga memiliki luka di bagian tubuhnya.
"(Bagaimana bisa organisasi Viktor menemukanku di sini, apa mereka diminta mencari ku,)" ia melihat sekitar di gang yang gelap itu. Hingga ia berjalan ke jalanan, bahkan ia masih tampak lemah dengan bernapas cepat. "(Lebih baik aku tidak pulang dulu, mereka bisa saja menemukan tempat tinggal ku,)" ia melihat sekitar dan sudah sampai di jalan raya.
"(Tubuhku... Rasanya sangat panas... Aku butuh sesuatu yang sangat segar... Darah... Aku butuh itu!)" Neko melihat sekitar dengan mata tajam meskipun napasnya panas dan terengah-engah.
Tapi tetap saja, imun tubuhnya melemah begitu saja, dia mulai melemah sejak melihat Felix dalam hidupnya itu, tepatnya ketika dia bangun setelah 7 hari pingsan.
Ia benar-benar akan jatuh tak sadarkan diri sekarang. "(Aku tak tahu apa yang terjadi tapi tubuhku, rasanya benar-benar sangat aneh, aku tak bisa merasakan luka di tubuhku, yang bisa aku rasakan hanyalah mulutku yang kering, aku ingin darah... Aku ingin darah yang banyak, seseorang yang memiliki banyak darah dan tak akan mati jika aku menghisapnya sangat lama... Aku sangat lapar...)" pandangannya mulai kabur, bahkan orang-orang yang lewat yang tak sengaja melihatnya itu menjadi bingung melihatnya dan mengatakan sesuatu soal dirinya. "Apa dia gelandangan? Dia berantakan dan banyak luka..."
"(Yeah, aku gelandangan... Aku orang tak punya apa-apa... Tak akan punya apapun bahkan seseorang yang dapat menolongku sekarang, aku tak percaya akan ada yang menolongku, lebih baik aku mati di publik ini dengan tubuh yang panas.)"
"(Aku sudah tidak kuat,)" dia benar-benar lemas dengan napas lelah. Di saat terakhirnya itu, dia mengingat wajah Felix. "(Kenapa di saat begini, aku terpikirkan dia... Tapi tunggu, aku harus berpikir lebih lanjut, apakah dia salah satu dari mereka yang suka padaku, tapi kenapa dia terus saja memasang wajah yang sangat datar, bahkan tak ada wajah bangga padaku, dia tidak melihat tubuhku... Apa yang terjadi, kenapa aku berpikir hal ini... Berpikir ini, membuat tubuhku panas, aku jadi ingin membuka bajuku, tidak, aku jadi ingin mati saja,)" dia akan tumbang di antara dinding.
Tapi tiba-tiba ada yang memegang tangannya yang sedang menahan dirinya di dinding. "Hei... Kau baik-baik saja?" rupanya seorang lelaki yang tak sengaja melihatnya.
"(Darah... Berikan aku itu, aku sudah tidak kuat, lapar.... Haus.... Aku tak peduli... Aku tak peduli.... Aku ingin darah...)" Neko sudah tidak bisa menahannya, gigi taringnya sudah muncul.
Lelaki itu terdiam dan mendekat perlahan mencium bau Neko. "Aromanya kenapa sangat enak? Apa ini napas gairah?" lelaki itu hanya bisa merasakan aura panas Neko membuat lelaki itu tertarik padanya. "Kau... Kenapa aroma mu sangat menggoda, apa ini keringat mu yang manis... Biarkan aku menjilat lehermu," dia akan mendekat.
"(Sialan... Aku tak bisa langsung menyerang orang tak dikenal!)" Neko langsung melepas tangannya sendiri dari pria itu lalu berlari pergi.
"Hei..." Lelaki itu terkejut melihatnya pergi sangat jauh. "Apa dia tadi sedang bergairah? Kenapa aura yang dia keluarkan begitu menggoda tadi..." gumamnya yang bahkan tak jadi menyentuh Neko.
"(Kenapa... Kenapa aku lemah, kenapa aku tidak berguna?! Padahal dulu tidak lah begini.... Aku tidak pernah mengalami hal seperti ini...)" Neko berhenti berlari dengan napas yang semakin lemah. Namun mendadak ia oleng dan jatuh, untungnya seseorang menangkap jatuhnya.
Memegang pinggangnya dengan tangan besar agar tidak jatuh. Neko terdiam dan menengadah mencoba melihat dengan mata lemasnya dan rupanya itu adalah Felix.
"Kenapa kau ada di jam segini berada di luar?" tanya Felix, tapi ia menjadi terkejut karena melihat darah di baju Neko.
"Kau terluka?" ia menatap. Tapi Neko terdiam dengan napas kelelahan. "(Aku tak bisa berpikir jernih, tubuhku panas, kenapa rasanya sangat aneh, aku tidak pernah mengalami ini sebelumnya... Apa ini ereksi? Tapi apa yang membuatku begini, aku tak melakukan apapun hanya saja... Ini terjadi ketika aku benar-benar melakukan kontak mata bersama mata biru itu... Mata biru yang membuat pinggangku sakit, napas ku tak beraturan dan darahku mengalir dengan sangat lambat, setelah itu cepat... Kenapa hanya diam saja, tolonglah aku...)" Neko bernapas cepat membuat Felix menatap sedikit panik dengan wajah seriusnya. "Kau baik-baik saja bukan?" dia menatap, hingga ia melihat leher Neko, basah karena keringat bercampur darah, tubuhnya berantakan penuh luka.
Tapi tiba-tiba, "Kau... Apa kau menyukaiku?" tatap Neko dengan mata yang berkaca, membuat Felix terkejut mendengar Neko mengatakan itu, entah saat ini dengan keadaan tidak sadar atau tidak, Neko bisa mengatakan hal itu begitu saja.
"(Kau mengatakan hal itu, tampak enteng dalam tubuhmu yang sedang berat ini, aku tahu kau terlihat sangat lelah... Kau mencoba bernapas di saat yang susah... Apa kau mencoba memancing ku?)" Felix tampak menahan sesuatu hingga melakukan sesuatu. Seketika mencium bibir Neko di antara publik malam itu dan juga bulan yang dingin.