2 tahun yang lalu, proyek museum dan kuasa departemen tertinggi milik Neko telah diambil oleh Beum. Dialah yang menjadi berkuasa atas segalanya, menyerahkan proyek museum pada adiknya Matthew, tapi ada sedikit kendala di sini.
"Kenapa aku harus ikut denganmu? Aku lebih baik duduk di rumah dan melamun terus-menerus!" kata Matthew yang memberontak pada Beum.
Beum menatap tajam. "Kau pikir aku melakukan ini untuk apa? Aku melakukan ini untuk marga Jyoun juga! Marga kita dikenal sebagai marga yang memiliki kekayaan maupun jabatan besar. Jangan menolak begini, Matthew, atau kau harus aku paksa lagi. Hanya cukup jaga museum, dapat uang, kau akan senang."
"...Aku tak peduli soal uang, aku hanya ingin Neko," Matthew menundukkan pandangan kecewa.
Seketika Beum terkejut mendengar kalimat itu. "Kau ingin gadis itu?! Lebih baik kau memegang jabatan. Aku sudah bilang kan bahwa dia sudah mati di apartemen B03!"
"Tapi firasatku, dia tidak mati," Matthew menatap, dia bergantian melemparkan tatapan tajam membuat Beum semakin kesal.
"Terserah padamu. Aku akan tetap memegang kuasaku di sini sebagai Viktor. Jika kau tak mau memegang museum, coret saja nama margamu," kata Beum, lalu dia berjalan pergi.
Hal itu membuat Matthew terdiam. "(Ini semua tidak akan berakhir, kecuali dia menemukan Neko dan menganggap bahwa ini semua terlalu berlebihan untuk gadis secantik Neko. Lalu dia akan memaksa Neko menjadi miliknya ketika dia tahu bahwa Neko tak pernah menjadi gadis yang putus asa untuk hidup.)" Matthew mengepal tangan lalu menghela napas panjang. Dia memutuskan untuk memegang museum sendiri.
Alhasil, dialah yang kembali memegang museum. Dia tidak jadi mengajukan diri untuk keluar.
Sementara Beum sendiri memegang kuasa departemen besar dan organisasi sindikat yang berhasil ia rebut dari Ketua sindikat. Dalam kabarnya, sepertinya kabar duka Ketua sindikat telah diketahui banyak orang.
Termasuk asisten Shang yang juga harus berperan penting dalam hal ini. Dia menatap laporan kertas yang ada di tangannya dengan wajah yang hampir sudah bisa merelakan dan hanya bisa menghela napas panjang beberapa kali. "(Ketua sindikat telah mati. Aku benar-benar sangat kecewa. Apa dengan begini, organisasi ini akan kacau? Tak ada yang bisa menghentikan Beum. Dia hampir menyaingi Kota Seoul dan distrik ini...)"
Ketua sindikat telah mati dalam adu tembak bersama Beum sendiri. Tanpanya, tak akan ada penerus yang ia pilihkan, jadi Beum yang mengambil kuasanya. Seharusnya yang memegang kekuasaan itu adalah Neko sendiri, karena dia sudah jelas adalah pilihan dari Ketua sindikat. Tapi mau bagaimana lagi, Beum telah merubah semuanya.
Selama 2 tahun terakhir, dia mengubah organisasi itu menjadi organisasi Viktor. Dia sendiri yang menamai dirinya Viktor.
Organisasi itu bekerja sama dengan banyaknya preman maupun mafia lainnya yang bertugas mencari informasi untuknya. Anggota-anggota dari Viktor begitu mudah dikenali.
Orang-orang yang memiliki tato huruf kapital dari Viktor atau nama resmi tato di lengannya, dia termasuk dalam kelompok organisasi dalam tingkat yang masih kecil ketika memiliki nama Viktor. Jika tingkat besar, maka akan ada tato huruf kapital Viktor di dada mereka masing-masing, termasuk Matthew yang memiliki tato tingkat tinggi.
Selama 2 tahun juga, proyek maupun kekuasaan Beum semakin bertambah karena dia juga bekerja sama dengan mafia. Semuanya sudah ditangannya, tak ada yang bisa melawannya.
Tapi, dia sepertinya sudah sangat berpikir lain.
"(Ini soal gadis itu. Kenapa aku terus terhantui bahwa dia masih hidup? Kira-kira ketika dia masih hidup, dia bersama siapa? Mungkin bersama asistennya itu, karena ketika aku juga memburu mereka, mereka bertiga tak ada. Mungkin kabur dan tak merawat gadis itu, tapi firasatku mengatakan bahwa dia memang masih hidup.)" Dia berpikir seperti itu. Sepertinya dia memang teringat pada Neko.
Saat ini, dia memiliki rencana untuk kembali ke apartemen B03, tempat di mana dia meninggalkan Neko terakhir kali.
"Aku sudah meninggalkannya 2 tahun di sana. Pastinya tubuhnya sudah membusuk," kata Beum.
Begitulah perjalanan cuplikan singkat selama 2 tahun.
---
"...Huh..." Yohan membuka mata dari ranjang sebuah rumah sakit kecil. Ia terdiam menatap langit-langit putih.
"(Rasanya aneh sekali. Kapan terakhir kali aku melihat langit-langit putih begitu? Jelas tidak ada selama aku membuka mata... Tapi... Aku hampir ingat semuanya,)" pikirnya.
Lalu, tak sengaja menoleh dan melihat di sampingnya ada Neko tertidur di sampingnya. "Nuna..." Yohan bangun duduk.
Dia terdiam menatap Neko, posisinya menunjukkan kepalanya. Dia menutupi wajahnya tertidur dengan meletakkan kepalanya di samping ranjang milik Yohan itu.
"(Dia terlihat sangat menawan, dengan rambut panjang hitamnya yang sangat lembut dan panjang.)" Yohan tersenyum sendiri lalu memegang kepala Neko dan mengusapnya perlahan.
"(Ini sangat lembut, bahkan aroma harum hingga ke sini... Aku tak tahu apa yang terjadi dan apa yang aku lakukan sekarang, tapi aku benar-benar tak bisa mengendalikan tubuhku untuknya. Aku ingin sekali berada di sampingnya... Tapi mau bagaimana lagi, aku pastinya akan menjadi pengawal yang tidak terpercaya.)" Yohan memasang wajah kecewa dengan pemikirannya itu tadi.
Neko yang merasakannya terbangun tiba-tiba dengan mengangkat kepalanya dan menatapnya. "Kau baik-baik saja?" ia mendekat. Tatapannya seperti agak khawatir.
"(Rasanya sungguh sakit...) Eh... Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih telah membawaku kemari," kata Yohan sambil mengelus pipi Neko.
"Kau yakin kau baik-baik saja? Kau banyak kehilangan darah."
"...Jangan khawatir. Ini sudah baik-baik saja. Ngomong-ngomong, bagaimana caramu membawaku ke mari, Nuna?" Yohan menatap.
"Orang-orang itu yang melakukannya. Dia membawamu ke klinik ini. Untungnya, kau baik-baik saja karena dokter bilang tusukan itu sangat dalam," kata Neko.
"I... Ini baik-baik saja. Terima kasih, maafkan aku. Aku malah jadi beban begini."
"Siapa yang bilang kau beban? Bukankah kau sudah menyelamatkanku tadi? Jika tak ada kau, aku akan terluka dan aku akan menganggapmu sebagai pengecut. Tapi kau benar-benar berani," kata Neko.
Yohan menjadi tersenyum agak tersipu malu. "Hehe... Bi... Biasa saja... Hehe..."
"Jangan khawatir. Aku akan membalaskan orang yang telah menyakitimu," Neko langsung memegang tangan Yohan untuk menahannya tetap di pipinya.
"Nuna... Jangan lakukan. Kau tak bisa melakukan itu. Tak perlu sampai melakukan itu," Yohan menatap.
"...Kenapa kau mengatakan itu? Sudah jelas kita harus balas dendam padanya dan mempertanyakan padanya bagaimana dan dengan siapa dia bekerja sama. Kita tentunya harus melakukan itu."
"Jika dia tidak membuka mulut untuk satu kata pun?"
"...Kita harus membunuhnya," balas Neko langsung membuat Yohan terpaku.
Ia menelan ludah lalu menggeleng. "(Lupakan saja, aku tak akan menganggap perkataan itu akan dilakukan.) Nuna, aku sepertinya bermimpi sesuatu tentangmu," Yohan menatap, lalu Neko terdiam.
"Nun—
"Sust," Neko langsung menyela membuat Yohan terdiam. Neko memang meminta Yohan diam tadi.
"Ada apa?" tatap Yohan.
"Tak usah bicara soal mimpi, apalagi kau bermimpi soal aku."
"Tapi... Ini penting. Aku tak tahu ini benar atau tidak."
"Ha... Baiklah, terserah."
"Aku bermimpi, sepertinya akan ada orang yang datang."
"Siapa?" Neko menatap.
"Entahlah, mungkin akan berbahaya untukmu."
"Seperti apa orangnya?"
"...Viktor?"
Seketika wajah Neko terkejut kaku mendengar nama itu. "Bukankah nama itu digunakan oleh Beum?"
"Iya, apa kalian punya suatu masalah? Apa soal masa lalumu itu?"
"...Yeah, mungkin benar. Sepertinya dia memang tidak akan pernah puas untuk mengganggu aku. Tapi aku tidak percaya padamu. Dia pastinya berpikir bahwa aku telah mati, jadi tak akan kembali maupun datang," tatap Neko dengan tajam.
"Apa?! Kenapa kamu tidak percaya? Aku juga bermimpi dia memiliki rencana yang sangat buruk. Bagaimana jika kau terancam bahaya, bahaya! Bagaimana jika dia menyakitimu!?" Yohan benar-benar sangat panik.
"...Kau terlalu mengada-ada," Neko melepas tangan Yohan.
"Nuna, aku mohon percayalah padaku. Itu sangat bahaya."
"Jika itu bahaya, memangnya apa tugasmu?" Neko menatap tajam, hal itu membuat Yohan benar-benar terdiam.
"Sudahlah, sebaiknya aku pergi sekarang," lalu dia berjalan pergi.
"Nu... Nuna..." Yohan akan menghentikannya, tapi lukanya membuatnya kesakitan. Ia memegang perutnya, tak jadi keluar dari ranjang.
"(Ugh, sakit sekali. Apa yang kupikirkan? Dia seperti gadis yang kuat namun seperti terkena masalah mental,)" ia terdiam sendiri.
Lalu, melihat ada kaca di depannya, kaca tembok, dia menatap wajahnya dari jauh dan terpaku pada bekas luka di bibirnya.
Goresan yang membuat garis di bibirnya seperti tanda silang. "(Aku mendapatkan luka ini karena sebuah kecelakaan yang dibilang tidak terlalu penting. Jika diingat lagi, aku benar-benar tak mengerti, mungkin luka ini memiliki hubungan dengan bentuk atau tanda-nya seperti itu.)"
Beberapa tahun yang lalu, nampak beberapa anak-anak sedang berlarian bermain.
Mereka tampak sangat bahagia, tapi ada satu masalah yang begitu penting. Yakni seorang lelaki kecil yang menatap dirinya di aliran sungai, menatap dengan melamun hingga salah satu temannya memanggil.
"Yohan!!"
Hal itu membuatnya menoleh.
"Kenapa tidak bermain bersama? Kematilah!" Mereka mengajaknya, tapi Yohan terdiam dan menggeleng.
"Aku takut."
"Takut!? Kenapa harus takut?"
"Di sana berbahaya. Aku dengar, di sana tempat preman yang membunuh banyak anak-anak," Yohan menatap takut.
"Halah, jangan khawatir. Jika kau tidak ikut, kau pengecut." Mereka meninggalkannya, membuatnya terdiam.
Lelaki kecil itu terdiam dan kembali menatap ke sungai. Sangat lama hingga ia mengepal tangan dan memutuskan menyusul teman-temannya itu. Tapi, siapa sangka, dia terdiam kaku, gemetar, tak tahu harus apa karena di depannya banyak mayat dari pembunuhan anak-anak kecil itu.
Ia terpaku, hingga ada beberapa orang dewasa mengepungnya. "Hei, kau, anak kecil itu harusnya di surga, wkwkwk," mereka tertawa.
Yohan terpaku gemetar, lalu salah satu dari orang itu mengambil batu dan akan memukul dekat di kepala Yohan. Tapi Yohan menoleh dan seketika batu itu melukai bibirnya.
"Wihh... Lihat itu, dia pasti sariawan. Bibirnya sobek..."
Yohan menutup mulutnya dengan banyak darah mengalir, dengan cepat, dia langsung berlari pergi.
"Hei, tunggu! Kau harus mati!!" Mereka mengejar, tapi untungnya, Yohan sangat lincah. Dia berhasil kabur dari mereka.