Chereads / Bloody Line: Under The Drop of Blood / Chapter 126 - Chapter 126 Trusted Guard

Chapter 126 - Chapter 126 Trusted Guard

Esoknya, Neko terbangun membuka mata perlahan, merasakan sesuatu yang mengganjal di tubuhnya. Ia menoleh dan rupanya Yohan masih memeluknya sambil tertidur.

Neko terdiam, lalu bangun duduk. Ia duduk di samping ranjang, membelakangi Yohan.

"Hm...?" Yohan membuka mata dengan masih mengumpulkan nyawa. Dia meraba di sampingnya, tak merasakan Neko, hingga ia bangun mendadak. "Nuna!?" Ia mencari Neko dengan panik dan rupanya Neko masih ada di sampingnya, menatap datar.

"Kau benar-benar membuatku tersentuh olehmu," kata Neko, wajahnya suram, dilihat Yohan yang terdiam.

"Dengan berani sekali, kau tidur di sampingku, di ranjang yang sama. Dasar bajingan," Neko menatap kesal, membuat Yohan terpaku mendengar itu.

"Apa?.... (Apa yang sebenarnya dia maksudkan? Aku tidur dengannya? Aku kan hanya... hanya...) Maksudku, maafkan aku. Kau memiliki tubuh dingin, jadi aku hanya berniat menghangatkanmu," Yohan membalas dengan panik.

"Menghangatkanmu?" Neko masih menatap kesal.

"E... e.... (Apa yang harus aku jelaskan padanya...?) E... Begini, semalam kamu mabuk dan aku menemukanmu di kamar mandi Hozer. Ada pria yang menyentuhmu dan kamu hanya diam saja, jadi aku membawamu pulang."

"Lalu, apa yang kau katakan untuk membuatku pulang?"

"E... Itu... E... Darah."

"Lalu, apa kau memberikannya padaku?"

"Ti.... Tidak... (Eh, entahlah, aku lupa...)"

"Skip, pulang sana," Neko langsung berdiri keluar ranjang, membuat Yohan terkejut mendengar itu tadi.

"Ah, tunggu Nuna. Kemarin aku berhasil membantumu menghindari pria yang akan menyentuhmu. Aku tidak memberikan darah tadi malam karena aku tak mau mengganggu tidurmu dan semalam... Kamu hampir membuat kepalaku tak bisa lepas karena kau terus menempelkan kepalamu di dadaku," kata Yohan, perkataannya benar-benar polos.

Tiba-tiba kepala Neko bergetar, membuat mata Neko membesar terkejut tidak percaya karena mendengar kalimat Yohan. "Kau bilang apa tadi?... !!" dia menatap tajam.

Seketika Yohan terkejut menutup mulutnya sendiri. "(Astaga... aku keceplosan... Apa yang harus aku lakukan? Aku harus mencari cara.... Tapi aku panik... Bagaimana ini?!) Ma... maafkan aku," dia menatap dengan gemetar.

"Ha... Sudahlah, lupakan saja. Itu tak seperti yang kupikirkan," Neko membuang napas panjang sambil membuang wajah, membuat Yohan kembali terdiam.

"Nuna... Apa kamu marah? Jangan marah, ok. Aku akan memberikan darahku sekarang jika mau..." Yohan menatap, tapi ia terdiam, merasakan sakit di lehernya.

"Tunggu... Aku baru ingat..." ia menjadi sadar. "Semalam, kamu meminum darahku kan?" Yohan menatap.

". . . Kau bilang aku tidak melakukannya?" Neko melirik.

"E... Kita berdua sama-sama lupa, karena kita mabuk jadi langsung tertidur. Sepertinya itu yang terjadi sebenarnya...." balas Yohan.

"Lalu, kenapa jika kau memberikannya semalam, kau tidak mau memberikan darahmu sekarang begitu?" Neko menatap tajam.

"Ti... Tidak, bukan begitu..." Yohan menggeleng cepat dengan panik.

"Ck, kalau begitu kemarilah," Neko menatap.

Dengan bingung, Yohan mendekat. Seketika, dengan mendadak sekali, Neko menggigit leher Yohan. "Ugh... (Di... dia menggigitku... begitu saja... meminum darahku?!)" Yohan menjadi terkejut.

Di tengah meminum darah, Neko teringat kata-kata Matthew saat terakhir kali bertemu.

"Kita tak pernah bertemu."

"Ugh..." tiba-tiba, Neko berhenti meminum dan menutupi mulutnya.

"Ada apa Nuna?" Yohan menatap diam.

"(Ini semua menjadi tidak enak... aku tak bisa tenang dan terus mengingatnya,)" Cough...!" Neko mengeluarkan sedikit demi sedikit darah dari mulutnya.

"Nuna... (Apa yang terjadi?!! Kenapa dia memuntahkan kembali darahnya?!)" Yohan terkejut memegang kedua tangan Neko. Darah terus keluar sia-sia di sana.

Tapi Neko menyingkirkan tangan Yohan. "Maafkan aku," tiba-tiba Neko mengatakan itu, membuat Yohan terdiam.

"Nu... Nuna-

"Aku bilang maafkan aku!! Kenapa kau pergi begitu saja! Apa kau tak tahu bagaimana perasaanku ketika kau bukan lelaki yang aku kenal dulu lagi?!" Neko berteriak dengan wajah putus asa menatap Yohan sambil meremas kerah Yohan yang terdiam mendengar maupun melihat itu.

"Nuna-

"Matthew... Kenapa kau pergi... Kenapa kau ikut membenci aku... Matthew..." Neko mulai merintih hingga ia akan jatuh ke belakang, tapi Yohan menahannya. "Nuna!!" dia langsung menahan punggung Neko dan memeluknya. "Nuna... (Apa yang kau maksudkan? Kau meminum darahku dan memuntahkannya setelah itu, lalu mengatakan kalimat tanpa sadar, lalu pingsan begini...?)" Yohan masih berwajah tak percaya.

---

Terlihat Yohan duduk di kursi. Ia menatap Neko yang terbaring di ranjang.

"(Apa yang terjadi pada Nuna? Dia terlihat seperti terpikirkan sesuatu... Apa soal masa lalunya? Aku dengar yang membuatnya kemari adalah seseorang, dan dia juga memanggil nama orang lain...)" Yohan terdiam.

Lalu Neko membuka mata dan bangun duduk. Dia menatap ke Yohan yang masih menunggunya, lalu dia menghela napas panjang. "Semua ini tak akan terjadi jika aku menjadi Luna... Seharusnya aku mati saja tanpa ditemui Kim maupun kau di sini," kata Neko dengan wajah penyesalannya.

"(Apa yang dia katakan, Luna? Apa dia akan mengatakan soal nama itu?)" Yohan menatap terkejut.

"Haa... Aku benar-benar kacau. (Kenapa bisa saja aku teringat akan sesuatu yang sudah sangat lama terjadi... Ini lama-lama membuatku pusing, aku tidak bisa menerima ini dengan terus memikirkan semua hal yang tidak sangat aku pedulikan,)" Neko menundukkan wajah sambil memegang kepalanya.

Namun Yohan mendekat mengangkat pandangannya. "(Aku tahu beban yang dipikirkan nya. Dia sendiri adalah gadis dengan keterpurukan-nya sendiri. Aku ditugaskan bekerja untuknya juga karena suatu hal dan aku tidak bisa sembarangan mencintainya dengan hanya mencoba membantunya. Tapi... Bisakah aku mencobanya... hanya sebentar saja?)" ia berdiri melangkah mendekat, duduk di samping ranjang.

"Nuna, ini baik-baik saja jika kau tidak harus menghargai kenapa kau hidup, tapi kau juga harus menghargai banyak orang yang mengkhawatirkanku, mencoba menolongmu meskipun mereka tidak terpilih menjadi pahlawan untukmu," tatap Yohan, lalu ia benar-benar mendekat dan mencium kening Neko.

". . . ." Neko terkejut dan mendorongnya. "Apa yang kau lakukan!?"

"(Apa yang aku lakukan... Apa aku memang bodoh?!) Maafkan aku, aku tidak tahu," Yohan panik dan menundukkan badan dengan cepat.

"Ha... Pergilah sekarang. Aku ingin tidur."

"Ah, tapi ini masih pagi. Penjagaanku berakhir saat malam."

"Tak apa, kau bisa pulang lebih awal, bukan? Seharusnya kau senang. Lagipula, tadi malam kau juga tidak pulang," kata Neko, lalu Yohan terdiam.

"Nuna... Apa aku bisa bertanya sesuatu?" Yohan menatap serius. Lalu Neko terdiam, menoleh padanya.

"Apa kau... tidak takut seseorang akan mengikutimu secara palsu nanti?" tanya Yohan yang masih menatap serius padanya.

". . . Entahlah, aku tidak berpikir sejauh itu."

". . . Kenapa kau tidak berpikir sejauh itu? Apa kau sama sekali tidak mencurigai siapapun di sini?"

"Apa maksudmu, jadi kau ingin aku berpikir bahwa kau seorang yang akan mengkhianatiku?"

"Aku tidak berpikir seperti itu."

"Lalu apa, bukankah kau hanya asisten di sini untukku? Apa kau benar-benar bisa bertarung jika aku sedang terkhianati?" tatap Neko sambil menyilangkan tangan, lalu Yohan menjadi mengerutkan alisnya.

"Kau... gadis yang terlalu terbuka," kata Yohan.

Seketika, Neko terdiam, suasana juga menjadi hening.

"Apa yang baru saja kau katakan?" Neko melirik.

"Aku mengatakan, kau gadis yang terbuka. Bisakah kau membuat sebuah hati tanpa kekosongan hanya karena keterpurukan telah menghanguskan semua yang ada di dalam isi hatimu itu? "Kau harus tahu, banyak gadis yang menginginkan tubuh sepertimu, tapi kenapa saat aku menyentuh punggungmu, aku merasa kau terluka dan hanya tempat itu lah yang tidak berbentuk sempurna?" Yohan menatap.

"Jadi, kau membahas soal punggungku ini? Jangan salah... Punggungku tidak rusak karena sesuatu yang sangat menyakitkan dari seseorang, tapi ini adalah luka yang aku buat sendiri. Apa kau keberatan jika aku melakukannya sendiri? Seharusnya kau tidak keberatan karena kau tidak bisa mencari orang yang nantinya akan menjadi saksi dia melukai punggungku."

"Apa itu memang sebuah luka?"

"Itu bukan sebuah luka, aku hanya menyebutnya sesuatu yang tidak akan bisa aku lupakan. Kau bisa melihatnya jika kau mau."

"Aku tidak butuh itu, Nuna... Dan aku juga ingin bertanya satu hal padamu. Sudah berapa lelaki yang melihat punggungmu dan melihatmu telanjang sehingga menampakkan punggungmu?" Yohan menatap sambil mendekat, dan tak disangka-sangka, dia membelai rambut Neko yang panjang.

Neko terdiam merasakan sensasi saat Yohan mendekatinya, lalu ia menjawab pertanyaannya tadi. "Hanya... satu orang," dia mengatakan sambil mengingat Matthew. Karena lelaki itulah yang pertama kali menjadi lelaki pertama untuknya.

"Kau bercanda... Apa kalian melakukan seks-

"Apa yang kau bicarakan sebenarnya? Banyak yang tidak tahu akan hal ini, jadi jangan bahas hal ini. Aku bukan gadis murahan, bukan juga gadis yang susah diajak main," kata Neko dengan nada tegas sambil menampar tangan Yohan untuk menyingkir dari rambutnya. Lalu ia berdiri dan berjalan pergi melewatinya.

"Tunggu Nuna!!" Yohan tiba-tiba menahan lengan Neko.

"Apa yang mau kau katakan lagi?!" Neko menoleh dengan kesal. Tapi ia memasang wajah diam ketika melihat Yohan berlutut menahan tangannya.

"Maafkan aku... Aku tidak bermaksud membuatmu kesal. Aku mohon maafkan aku," dia mengatakan dengan menyesal sambil menundukkan pandangan.

Neko terdiam memegang kening, lalu menghela napas panjang. "Aku akan menganggap ini tidak terjadi. Kau bisa bertanya pada seseorang soal diriku, tapi aku tidak nyaman jika aku bercerita masa laluku padamu yang aku ragukan bisa menolongku. Aku hanya bercerita pada yang akan bisa menolongku nantinya, karena jika aku bercerita pada sembarang orang yang tidak sempurna... rasanya sangat sakit untuk diingat," kata Neko dengan tatapan sedih, memegang dadanya dengan tangan kirinya.

Yohan menengadah melihat itu. "(Aku paham apa yang dikatakannya. Aku juga tahu bahwa hatinya sakit jika dia menceritakan masa lalunya pada orang yang salah, jelas orang yang salah sangat buruk membuat nya tak nyaman dan aku mungkin termasuk salah satu orang yang salah itu nantinya, pastinya.... Akan ada waktunya semua itu menjadi benar, bahkan semakin benar,)" Yohan juga terdiam merasakan hati Neko yang menangis berteriak meminta tolong, tapi wajah Neko sama sekali tidak mendukungkan hal itu. Lebih baik dia menelan darah yang masih segar daripada harus menelan darah yang tidak busuk.