Di sisi lain, Neko yang memikirkan kejadian tadi setelah bertemu dengan Roiyan di balkon, itu ketika dia bertemu dengan Beum karena dia memang dipanggil. "(Sebelum Pei Lei dijadikan pengganti posisi Roiyan, aku memang sengaja menyarankan dia pada Beum sendiri...)"
"Hei, manajer baru," panggil Beum, tepatnya Beum memanggil Neko di depan meja kantornya karena Neko berdiri di sana.
"(Cih, kenapa memanggilku begitu... Apa dia ingin menyampaikan sesuatu yang buruk?)" Neko hanya menatap datar.
"Menurutmu, lama tidak bertemu, mawar merahku," tatap Beum dengan manis, membuat Neko semakin berwajah datar mendengar itu.
"Kau tidak senang melihatku?" Beum menatap.
"... Semua bisa senang melihat uangmu, tapi tidak wajahmu," Neko langsung mengatakan itu.
"(Oh astaga, omongannya logika yang nyelekit... Langsung saja intinya kenapa aku kemari...) Baiklah, aku akan langsung pada topik saja... Menurutmu, siapa yang akan aku naikkan tahun ini gajinya?" tatap Beum membuat Neko terdiam bingung.
"... Bukankah yang mengurus itu aku?"
"Haha, aku setiap tahun harus menentukan gaji karyawan mana yang akan naik. Kau memang manajer keuangan juga, tapi tugasmu hanya membagi, bukan menentukan mana yang layak dapat gaji tambahan setiap tahun."
"Kalau begitu katakan padaku," Neko hanya pasrah mengobrol dengannya.
"Hm... Menurutmu siapa?"
"... Jika kamu memintaku untuk memilih karyawan terbaik, aku bisa melakukannya. Tapi ini bukan soal penaikan gaji karyawan," kata Neko.
"... Lalu soal apa?" Beum menatap bingung.
"Aku ingin posisi Direktur Pengawasan diganti, keluarkan saja Direktur sementara itu dan gantikan dengan karyawan yang lebih bisa bekerja keras," kata Neko sambil menyilang tangan.
"... Maksudmu Roiyan, posisi sebagai Direktur Pengawasan dan kau ingin dia dikeluarkan lalu digantikan dengan karyawan yang terbaik, begitu?"
"Yeah..."
"... Sebenarnya, dia memang kebetulan akan pergi. Dia bilang padaku akan kembali ke Seoul dan tak akan pernah kembali lagi ke sini. Aku memang harus memikirkan posisi penggantinya. Apa kau tahu siapa itu?" Beum menatap.
"(Itu memang benar, dia juga sudah bilang padaku.) Sebelumnya, bisa aku dengar proposal siapa yang diterima dari ketiga pengajuan?"
"Itu... Kau pastinya tidak akan terkejut, itu dari Pei Lei," kata Beum.
Neko terdiam dan tersenyum kecil. "Kalau begitu naikkan posisinya, dia yang akan menjadi Direktur Pengawasan, menggantikan Roiyan yang akan keluar..."
"Oh, tidak secepat itu," Beum menatap seringai membuat Neko terdiam waspada. Beum lalu berdiri dan berjalan mendekat. "Kau benar-benar kawan bicara yang baik. Bagaimana jika aku ajak kau ke hotel malam ini?" Beum menatap, dia memegang dagu Neko agar Neko menengadah menatapnya.
Tapi Neko menyingkirkan tangan itu. "Tuan Beum, kupikir pertemuan kita hanya sebatas minum bersama," tatap Neko.
"Hahaha, baiklah kalau begitu.... (Gadis ini memang agak menjengkelkan, tapi aku suka pada penampilan dan tubuhnya, apalagi semua yang ada di tubuhnya...) Aku tunggu malam ini, setelah bekerja," kata Beum, membuat Neko terdiam dan menghela napas panjang pasrah.
Jadi begitulah kenapa Pei Lei bisa ada di posisi Roiyan, dengan begitu dia akan resmi menjadi pengganti ketika Roiyan sudah pergi.
Hingga malam, Neko menutup laptopnya dan keluar dari kantor. Kebetulan Pei Lei mendekat. "Luna..." ia menatap membuat Neko menoleh.
"Ayo pulang bersama, seperti janji ku tadi, ayo makan malam bersama," tatapnya dengan ceria dan bersemangat.
"... Maafkan aku, aku harus menemui Tuan Beum," tatap Neko.
"Oh, begitu.... Kalau begitu, aku duluan," Pei Lei agak kecewa lalu dia berjalan pergi membuat Neko terdiam hingga kantor sepi.
Di saat itu juga Beum datang. "Hei, manajer cantik," panggilnya membuat Neko menoleh dengan tatapan yang masih datar.
"Ayo, aku siap untuk melihatmu mabuk," tatapnya. Neko hanya membalas dengan tatapan tajam lalu berjalan mengikutinya ke bar.
Sesampainya di bar, Beum memberikan gelas penuh alkohol. "Ayo babe, minum yang banyak hehe...." tatap Beum dengan sangat senang, membuat Neko terdiam.
"(Kenapa sikapnya begitu aneh, dia seperti kehilangan kendali dalam sikap tegas maupun kejamnya. Sudahlah, aku tak mau memikirkan itu dan hanya menurutinya...)" Neko mengambil gelas itu dan langsung meminum semuanya, langsung habis membuat Beum bertepuk tangan.
"Hahaha, aku suka melihatmu begitu, meminum begitu sangat banyak dan langsung habis dalam satu angkatan tangan. (Sebenarnya, aku berencana membuatnya mabuk dan aku akan langsung menggasaknya... Malam ini, kau akan menjadi milikku, hanya perlu menunggunya mabuk,)" rupanya Beum memiliki rencana lainnya yang begitu kejam. Sepertinya dia menunggu Neko untuk mabuk dan mengambil kesempatan, tapi Neko mengerti hal itu karena dia selalu waspada.
Hingga ketika hampir tengah malam, Neko meletakkan gelas terakhir. "Kau puas sekarang?" dia menatap serius pada Beum yang terdiam dengan air keringat sedikit di pipinya. "Ah... Y.. Yeah...." dia membalas, kenapa dia agak terkejut begitu karena Neko meminum banyak gelas dari pertama mereka minum bersama.
Lalu Neko berdiri. "Terima kasih telah mengajakku, aku pergi sekarang," dia berjalan pergi membuat Beum masih terdiam.
"... (Aku telah berurusan dengan orang yang salah, sebenarnya, siapa gadis itu... Kenapa dia sangat kuat sekali...)" Beum menjadi curiga.
Sementara itu, Neko berjalan sedikit sempoyongan sambil memegang kepalanya.
"Sial.... Aku harus memuntahkannya... Aku tak mau mencerna minuman yang begitu tidak sehat." Dia melihat sekitar, tapi siapa sangka, ada yang memanggil.
"Nona Akai," rupanya Kim yang ada di hadapan Neko.
"Kim? - Ugh... Maafkan aku," Neko langsung menutup mulutnya, dia mendadak berlari darinya membuat Kim terdiam bingung di malam itu.
Hingga Kim tahu bahwa Neko memuntahkan banyak sekali minuman dari jauh. Dia terkejut melihat itu dan langsung mendekat. "Nona Akai, Anda baik-baik saja?" Dia memberikan sapu tangan sambil mengambil rambut Neko, dia menahan rambut Neko agar tidak ke depan dengan tangannya karena Neko sedang sedikit membungkuk di dekat dinding.
"Aku tak apa... Ini sudah keluar semua, ugh sial...." dia mengambil sapu tangan itu dan mengusap bibirnya. Lalu menghela napas panjang. Dia benar-benar memuntahkan semua minuman itu.
"Apa Anda baru saja meminum alkohol?" Kim menatap.
"Yeah, aku hanya sekadar mengikuti Beum saja... (Aku sadar, sudah beberapa kali aku minum alkohol hanya karena ingin menemui Beum, mau bagaimana lagi... Jika tidak begini, aku juga tidak akan bisa melakukan balas dendam... Aku akan melakukan apapun demi balas dendam pada si brengsek itu.)"
"Hah, Tuan Beum, apa yang terjadi? Kenapa Anda tidak bilang? Apa Anda baik-baik saja?" Kim menatap panik.
"Ugh, kau terlalu berisik, aku benar-benar pusing," Neko memegang keningnya sambil menyangga tubuhnya di dinding.
"Maafkan aku, Nona Akai. Kalau begitu, biarkan aku membantu Anda," Kim mendekat dan langsung menggendong Neko di dada. Neko terdiam dan masih dengan tatapan lemas.
"Ha... Kau tak bisa melakukan ini," dia memegang matanya sambil menatap langit-langit.
"Tak apa, kita hanya sebatas atasan dan bawahan, benar kan?" Kim menatap. Neko hanya terdiam dengan membuang wajah. Dia lalu memeluk leher Kim membuat Kim terkejut dan langsung memerah.
"Maaf, aku butuh sandaran kepala," kata Neko.
"... Ini... Baik-baik saja... Kalau begitu, aku akan mulai berjalan," Kim berjalan dan mengantar Neko. Di jalan mereka mengobrol.
"Kenapa kau bisa ada di sini tadi?" tanya Neko.
"Ah, itu, aku ingin memberitahu Tuan Beum soal rapat besok. Aku tahu dia ada di bar jadi aku berjalan ke sana. Rupanya aku bertemu dengan Anda, aku bisa mengatakan ini pada Tuan Beum nanti saja," balas Kim.
Neko menjadi terdiam dan kembali menghela napas panjang. "Aku ingin segera menjatuhkan Direktur Geun. Apakah Seu sudah selesai dengan pekerjaannya?"
"... Anda bilang, dia harus melayani Direktur Geun selama 5 hari berturut-turut dan memberikan obat yang sama setiap hari tanpa sepengetahuan Direktur Geun bahwa obat itu beracun lambat. Ketika tiba saatnya, Anda bisa membodohi Direktur Geun. Saat ini Seu juga masih menjalankan perintah Anda," kata Kim.
"Begitu, huh... (Aku harap ini cepat memuncak agar cepat selesai juga...)" Neko terdiam dan kembali menutup mata lemasnya.
Di sisi lain, tepatnya di apartemen milik Satori, dia mendengar suara pintu terbuka dan rupanya itu Roiyan.
"Tuan Roiyan, selamat datang," dia langsung mendekat. Dan di saat itu juga, mendadak Roiyan memeluk Satori dengan sangat kencang, membuat Satori terkejut. Ini adalah pertama kalinya Satori mendapatkan kejutan pelukan seperti itu.
Dalam situasi yang belum dimengerti, Satori masih membatu tak tahu apa yang terjadi hingga Roiyan mengatakan sesuatu. "Maafkan aku."
Membuat Satori terkejut mendengar itu. Lalu Roiyan melanjutkannya. "Maafkan aku karena telah mengabaikanmu. Aku benar-benar sudah buta pada pencarian ku sendiri tanpa tahu ada seseorang yang sangat setia menemani ku, menunggu ku pulang, dan tak pernah menatapku dengan tatapan sama seperti aku memasang setiap hari padamu. Maafkan aku, Satori, aku lupa bahwa kita adalah tunangan," kata Roiyan.
Di saat itu juga, Satori mengalirkan air mata dan memeluk Roiyan juga. "Ini baik-baik saja, aku senang Anda bisa mengerti hal ini.... Aku memang sudah menunggu sangat lama bahkan aku sampai harus bersikap egois pada seseorang..."
"Itu salahku, aku kurang memberikan cinta ku padamu. Maafkan aku, aku janji tak akan memikirkan siapapun kecuali kau..." Roiyan menatap dengan wajah yang sangat sedih.
"Ya, terima kasih..." Satori mengangguk dengan senang. Lalu mereka mendekat dan saling mencium bibir. Akhirnya masalah antara tunangan itu selesai. Roiyan memang dijodohkan dengan Satori karena kontrak antara ayah mereka berdua. Hingga ke depannya, mereka akan membangun sebuah proyek kebahagiaan tanpa memikirkan apapun, siapa, dan masalah buruk yang akan datang.
"(Aku benar-benar sangat senang masalah ini sudah berlalu, masalah antara aku dan Tuan Roiyan sudah selesai, tapi masih ada yang kurang.... Aku belum meminta maaf pada Nona Akai. Karena masalah ini sudah selesai, aku harus memberanikan diri untuk meminta maaf padanya besok. Semoga dia benar-benar tidak marah padaku,)" Satori masih memikirkan kesalahannya pada Neko saat itu karena mereka belum sama sekali bertemu.