Chereads / Bloody Line: Under The Drop of Blood / Chapter 102 - Chapter 102 Caged The Beast

Chapter 102 - Chapter 102 Caged The Beast

"Oh astaga, kamu baik-baik saja!" Ada yang mendekat, dia membungkukkan badan dan mengusap pipi Neko perlahan.

Ketika Neko menatapnya, itu adalah Manajer Jin. Dia mengusap pelan sambil menatap, tapi ketika dia menatap wajah Neko, dia menjadi terkejut dan kaku, menarik sapu tangannya. "Tunggu... kamu..." dia hampir ingat.

Lalu Neko membantu mengingat. "Yeah, ini aku," tatapnya.

"Kamu... gadis yang memiliki dua pengawal itu dan kamu mengenal Matthew, kan?" Manajer Jin menjadi ingat.

"Yeah, maafkan aku sebelumnya, aku harus pergi," Neko berdiri.

"Tunggu, kamu tidak bisa pergi dengan penampilan berantakan seperti itu," Manajer Jin menatap.

Mau bagaimana lagi, Neko benar-benar basah dan lengket dengan Cherry Parfait itu.

"Hanya ini yang bisa aku lakukan, aku tak bisa apa-apa..." balas Neko. Dia akan berjalan pergi, tapi ia terdiam, berhenti berjalan sambil menatap ke tangannya yang rupanya dipegang Manajer Jin.

"Maaf, tapi aku tak bisa membiarkanmu begini. Ikutlah dengan aku, aku ada baju tambahan." Dia menarik tangan Neko masuk ke ruang ganti karyawan.

Di dalam, dia mengunci pintu dan mengambil baju dari salah satu loker di sana. Ia menunjukkannya pada Neko. "Ini milik salah satu karyawan yang sudah keluar. Dia sengaja meninggalkan baju ini karena... dia bilang itu dari mantannya, tapi kamu bisa memakainya."

"Kenapa tidak dibuang saja jika itu dari orang yang dia benci?"

"Entahlah, dia ingin membantu orang yang seperti kamu saat ini," kata Manajer Jin, tapi Neko masih terdiam dingin, membuat Manajer Jin tidak nyaman.

"Di sana ada kamar mandi, kecil, tapi kamu bisa menggunakannya untuk membersihkan diri dari lengketnya air," tambahnya.

Neko menghela napas panjang dan mengambil baju itu, tapi ia terdiam ketika membuka baju itu, yang rupanya adalah celana pendek wanita yang seukuran dia, dan juga kaus pendek yang dimasukkan di celana yang berwarna hitam.

"Aku akan pulang saja," Neko berbalik.

"Tunggu, kenapa? Kamu tidak suka model bajunya?"

"Ha... Itu bukan model baju, itu baju kurang kain. Paling tidak berikan aku celana panjang," tatap Neko. Dia melakukan itu karena dia tak mau ingat pada saat di desa Jeongju.

"Jadi kamu tidak suka celananya... Aku punya yang lain, tapi..." Manajer mengambil dari loker lainnya, dia membuka kain itu yang rupanya rok yang begitu mini, membuat Neko semakin kesal hingga ia mengambil baju dan celana pertama tadi lalu langsung masuk ke kamar mandi.

Manajer Jin terdiam. Dia menatap rok mini itu.

"(Padahal dia pasti sangat cocok memakai ini.)"

Tak lama kemudian, Manajer Jin melayani yang lainnya, lalu mendengar suara dari ruang ganti karyawan. Dia menoleh dan seketika wajahnya terkejut kaku.

Karena melihat Neko yang keluar dari sana dengan penampilan berbeda, menggunakan baju tadi dengan rambut yang agak basah.

Dia terdiam melihat itu, bahkan semua orang yang ada di sana.

"Astaga... apakah kita kedatangan model?" Mereka menatap, bahkan ada yang mengeluarkan ponsel, membuat Neko terdiam melihat itu, tapi dengan cepat Manajer Jin menghentikan mereka yang akan merekam. "Ah, mohon maaf semuanya, tidak boleh ada rekaman di sini." Dia menutupi tubuh Neko, membuat semuanya menurunkan ponselnya.

Lalu Manajer Jin menoleh padanya. "Bagaimana kamu bisa secantik ini, sangat cantik bahkan tubuhmu, kau begitu ideal," tatapnya.

"Aku ingin segera pulang," Neko menatap.

"Ah, baik. Bagaimana dengan rambutmu?" Manajer Jin menatap rambut Neko yang setengah basah.

"Itu akan kering dengan sendirinya," Neko membalas. Lalu dia melewatinya, tapi ia berhenti berjalan dan menoleh sebentar dan mengatakan sesuatu. "Terima kasih bajunya," tatapnya, lalu dia berjalan pergi, membuat Manajer Jin masih terdiam.

"(Apa benar Matthew suka padanya? Jika dia suka, aku tidak perlu heran lagi...)" pikirnya.

Di jalan pulangnya, semua orang terus saja menatap ke arahnya. Bahkan Neko tak tahu apa yang mereka lihat, mulai dari paha, lengan, leher, dan wajahnya itu. Mereka juga mulai berbisik.

"Apa dia model? Kenapa cantik sekali?"

"Sangat cantik, dan manis."

"Kira-kira umurnya berapa?"

"Apa dia sudah punya pacar?"

"Secantik itu tidak punya pacar... Pastinya punya."

Mereka bergosip sendiri tanpa didengar Neko yang sibuk berjalan.

Dia lalu melihat kedai khusus jaket. Ia terdiam sebentar lalu masuk ke sana.

"Halo, nona manis," seorang wanita pemilik kedai langsung menyambutnya dengan ramah. "Ada yang bisa aku bantu?"

"Aku mencari blazer coat panjang," Neko langsung mengatakan modelnya.

"Ah bisa, bisa... Anda ingin pilih warna apa?" Dia menunjukkan baju berbahan dasar katun drill dan berlapis puring lembut jadi lebih hangat dan nyaman saat dipakai. Itu adalah jaket panjang khusus untuk wanita.

"Aku ingin rekomendasi," tatapnya.

"Tentu," wanita itu mengambil kain berwarna hitam dan memakaikannya di punggung Neko. "Itu cocok untukmu."

"Baiklah, aku beli," Neko mengeluarkan kartu hitam. Seketika wanita itu terkejut kagum melihat kartu itu, lalu mengambilnya dan berjalan pergi, kemudian kembali lagi mengembalikan kartunya.

"Terima kasih, silakan datang kembali," tatapnya.

Neko berbalik badan dan berjalan pergi dari sana. "(Dengan begini, mereka tidak akan melihatku secara cuma-cuma...)" pikir Neko. Dia memang berpikir begitu, tapi semuanya tetap melihatnya. Itu karena pakaian apapun yang dia pakai pun akan tetap cocok.

Semuanya tetap menatapnya, bahkan mereka terus saja menganggapnya model. Dia memang model.

Sesampainya di apartemen, dia langsung masuk dan melepas semua bajunya. Bahkan tak hanya itu, baju pendek itu dia masukkan ke tempat sampah.

Tak lama kemudian, dia duduk di sofa dengan pakaian biasanya. "Ha... sangat melelahkan..." Ia menghela napas panjang, lalu melihat buku di meja sofanya. Dia akan mengambilnya, tapi siapa sangka, ponselnya yang ada di meja lain berbunyi, membuatnya kembali menghela napas panjang.

Lalu terpaksa berdiri dan mengambil ponsel itu, rupanya dari Kim. Dia lalu mengambilnya sambil menerimanya dan duduk di sofa.

"Nona Akai," Kim yang bicara duluan.

"Ada apa? Kau benar-benar mengganggu."

"Maafkan aku, aku hanya ingin memberitahu bahwa ini soal Direktur Hao. Aku tidak menemukan dia, apalagi aku bahkan tidak bisa mengawasinya," kata Kim, membuat Neko terdiam bingung.

"Bukankah dia sudah berjanji dia akan melakukan permintaanku untuk memenuhi uang yang telah dia ambil waktu itu?"

"Karena itulah aku memberitahu ini pada Anda. Dia mungkin sudah lari, atau pergi, atau yang lainnya," kata Kim.

"Itu tidak mungkin... Jika perlu, kita hanya harus menunggunya. Kau hanya harus sabar."

"Kenapa Anda malah bilang aku yang harus sabar? Seharusnya bukankah Anda yang marah dan mengamuk?"

"Ha... Aku sudah bilang aku lelah, aku ingin tidur sekarang," kata Neko, seketika mematikan ponselnya, membuat Kim terdiam menatap ponsel itu. "Astaga, sepertinya dia sudah mengurangi sifat marah dan kesalnya. Aku mengetahui perubahan ini melewati hal ketika aku membiarkannya di desa Jeongju," gumamnya dengan menghela napas panjang.

Neko tampak terbaring di sofa. Dia perlahan menguap dan menutup mata, masih dengan memakai kontak lensa.

"Aku berpikir, setelah aku mendapatkan banyak uang dari Direktur Hao dan mendapatkan dokumen asli tanda tanganku dari Direktur Geun, aku mungkin sudah bisa menguasai museum termasuk departemen, tapi masalahnya... Ada pada Roiyan. Jika dia tahu aku adalah Neko, dia pasti akan histeris, dan persoalanku, satu-satunya cara memberitahunya dengan tenang itu apa? Aku bahkan telah membuat tunangannya kesal sampai melemparkan air lengket padaku. Sangat sialan sekali," ia kembali menghela napas panjang.

Tapi ada pesan masuk di ponselnya, membuatnya harus menghembuskan napas kesal lagi. Lalu mengambil ponselnya lagi di meja dekat sofa.

Itu dari seseorang yang sudah lama tidak menghubunginya dari desa Jeongju dan kampus Jiang.

Itu adalah Choka. -Nuna, bagaimana kabarmu sekarang? Aku dengar dari Yechan, kamu ada di kota, benarkah begitu?-

Neko terdiam sebentar. Dia awalnya tak mau membalas pesan itu, tapi ia terpaksa dan akhirnya mengetik. -Aku ada di kota, itu memang benar. Memangnya ada apa?-

-Ah begitu, kalau begitu kita juga sama. Aku ada di universitas dekat situ, mungkin kita bisa bertemu jika Nuna punya waktu- kata pesan Choka.

-Bisa saja. Bagaimana dengan besok?-

-Ya baiklah, besok sore aku tunggu di kafe yang akan aku kirimkan. Sampai jumpa-

Neko terdiam sebentar, lalu menutup ponselnya sambil menutup mata. "Ha... entah apa yang aku lakukan. Aku yang dulu hanya duduk di kantor mengurus beberapa dokumen organisasi, tapi sekarang, malah pasrah saja diajak ke kafe..."

Sementara itu, di kampus, ada Satori yang berjalan keluar dari gerbang kampus. Wajahnya tampak benar-benar kecewa.

"Aku masih merasa bersalah soal kemarin melemparkan air pada Nona Akai. Aku menebak pasti dia sangat marah dan kesal padaku. Aku benar-benar kecewa bahkan pada diriku sendiri..." Rupanya ia juga merasa bersalah karena inti dari dia melemparkan minuman pada Neko karena dia tidak suka sikap dingin dan datar, apalagi sikap bodoh amat pada Neko.

Namun kejadian seperti kemarin terjadi. Dia bertemu dengan Cheong, karena Cheong berjalan mendekat. "Satori, kita bertemu lagi," tatapnya.

"Hah, ah iya... selamat siang," tatap Satori dengan canggung.

"Ada apa dengan ekspresimu? Apa ada sesuatu?" Cheong sepertinya mencoba bersikap baik kali ini, bahkan pada orang seperti Satori. Tentunya, karena Satori termasuk ke dalam kategori gadis penting dalam dunia bisnis.

"Um... Tak ada... Aku hanya merasa bersalah karena kemarin menumpahkan air secara sengaja pada seseorang..."

"Kenapa kau melakukannya?"

"Awalnya kami hanya berbicara di kafe, tapi semakin aku bicara dalam, dia semakin sangat menjengkelkan."

"Oh, bisa beritahu aku siapa dia?" Cheong menatap.

"Um... kenapa Anda ingin tahu sekali?"

"Karena aku tertarik dengan ceritamu. Apakah nama saja akan membuat dunia berubah? Tidak, kan?" Cheong menatap.

"Um... (Dia tampak seperti pria yang mencurigakan. Dia bahkan datang kemari hanya untuk bertemu denganku... Tapi kenapa dia bisa ada di kampus ini? Apa dia di kampus ini datang padaku atau karena apa...) Dia bernama Akai," balas Satori. Di saat itu juga, Cheong tersenyum kecil.