Sorenya, tampak Choka melihat sekitar di depan sebuah kafe. Hingga ia menoleh ke arah yang membuatnya tersenyum senang dan melambai. "Nuna!"
Rupanya yang datang adalah Neko. Dia berjalan dengan wajah biasa.
"Nuna, lama tidak bertemu... (Dia benar-benar semakin sangat cantik...)" Choka menatap senang.
"Yeah, apa yang ingin kamu bahas?" tanya Neko, seperti biasa, dia pasti mengatakan hal langsung pada intinya.
"Um... Hehe... Bagaimana jika kita basa-basi dulu? Mari masuk, aku tahu menu terbaik di kafe ini," Choka menarik lengan Neko dan mereka masuk, duduk berhadapan di salah satu meja di dalam kafe itu.
"Nuna, bagaimana kabarmu? Apa baik-baik saja?" tanya Choka.
"Yeah, hanya ada sedikit masalah dan pekerjaan yang harus aku selesaikan dalam rancanganku."
"Ah, pantas saja tampak sibuk sekarang. Akhir-akhir ini Yechan juga sering menghubungiku. Dia selalu bercerita bahwa dia merindukanmu, bahkan ingin bertemu denganmu, tapi dia takut akan mengganggu... Jadi lebih memilih mengobrol denganku di ponsel," kata Choka.
Neko terdiam mendengar itu. "(Jadi, dia tak mau menggangguku, dia tak mau menghubungiku karena menganggapku selalu sibuk, benar-benar sangat baik,)" pikir Neko.
"Oh iya, Nuna, aku lihat, tak ada aura kebencian lagi di tubuhmu," kata Choka.
"Begitukah?"
"Ya, bersih, tak ada apa-apa di sini. Apa karena bertemu denganku? Nuna senang, kan, kalau bertemu denganku?" Choka menatap manis, membuat Neko hanya bisa menghela napas panjang pasrah. Tapi di balik itu, dia masih percaya bahwa Choka tetap saja adalah putri dari Cheong. "(Sampai kapan aku harus bersikap begini pada putri Cheong yang bahkan sangat aku tidak sukai? Mungkin sampai waktunya tiba, ketika dia tahu bahwa aku dan ayahnya memiliki hubungan kebencian yang buruk,)" pikir Neko.
Sementara itu, di sisi lain, Satori keluar dari kampusnya. "(Ha... Aku terpaksa terlambat pulang karena mengerjakan beberapa tugas,)" dia tampak lelah, lalu melihat sekitar. Orang yang dia lihat selalu datang itu sudah tak ada, tepatnya Cheong.
"(Dia sudah tak ada, mungkin dia tidak mau menungguku atau sudah pulang duluan... Aku benar-benar tidak tahu, apakah dia akan kembali lagi... Tapi tetap saja aku penasaran, siapa dia. Lain kali aku akan bertanya soal ini padanya, agar aku tidak penasaran juga...)" pikirnya.
Hingga saat itu, setiap Satori kembali dari keluar kampus, Cheong selalu mendekat padanya sebelum Satori benar-benar pergi pulang.
Hingga ia bertanya sesuatu pada Cheong. "Tuan Cheong," Satori menatap membuat Cheong menoleh padanya.
"Sebenarnya, siapa Anda? Kenapa Anda selalu ke kampus ini? Apa Anda ke mari hanya untuk menemui ku saja, begitu?" tanya Satori.
"Sebenarnya, tidak. Aku memiliki kepentingan sendiri," balas Cheong, membuat Satori terdiam bingung.
"(Apa?! Kepentingan sendiri?! Kenapa bisa?! Jadi kemarin itu, dia pastinya menunggu seseorang di sini lalu pergi. Jadi selama ini, kita bertemu karena dia sekalian bertemu seseorang juga... Tapi kupikir selama ini, dia kemari hanya untuk menemui ku dan mengobrol singkat dengan ku setiap hari ketika di kampus, tapi paling tidak aku tahu, dia tidak sedang sepenuhnya mencari ku...)" pikirnya.
Sementara itu, Neko selalu melihat balkon bawah milik Satori, bermaksud menunggu Satori keluar sejak kejadian di kafe hari itu, tapi tetap saja Satori tidak terlihat keluar ke balkon. Neko terdiam melihat sekitar dan menghela napas.
"Sudah beberapa hari ini dia tidak terlihat," pikirnya sambil berjalan masuk.
Tapi ada yang menekan bel apartemen Neko, membuatnya terdiam dan menoleh ke pintu.
Dia lalu berjalan ke sana dan membuka pintu tanpa melihat siapa yang ada di luar.
Siapa sangka, itu adalah Matthew, hal itu membuat Neko terdiam kaku. Tapi dia membuang wajah dan akan menutup pintu.
"Neko," Matthew menahan pintu itu, dan ketika Matthew memanggilnya, dia menjadi tambah kesal.
"Sudah kubilang jangan panggil aku dengan nama itu!" teriaknya.
"Maafkan aku. Apa hanya karena aku memanggilmu begitu, kau menjadi bersikap menolak seperti ini?"
"Pergilah sekarang, kau akan menghancurkan mood-ku," kata Neko, membuang wajah, membuat Matthew terdiam.
"(Dia kemari hanya untuk apa? Ini sudah tidak penting lagi. Jika dia memang ada di sini hanya untuk menemuiku, kau pikir hubungan apa ini? Aku sudah berjanji ketika kita bertemu lagi, aku harap aku bisa membencimu sebanyak aku meninggalkanmu juga... Kau benar-benar lelaki payah,)" pikir Neko, masih menatap kesal.
Matthew menjadi memasang wajah kecewa. "Aku hanya ingin... Melakukan hal itu lagi... Hal yang akan membuat perasaan rinduku hilang."
"Kau ingin apa?" tanya Neko dingin.
Matthew terdiam sebentar lalu dia mengulur tangan. "Aku ingin mengulang semua kembali dari awal... Jadilah modelku," katanya.
Neko terdiam menatap tangan itu yang masih belum dia terima, lalu dia tersenyum kecil. "Model?"
"Ya, modelku."
"Bagaimana bisa aku memberikan tubuhku hanya untukmu tanpa mempedulikan bahwa kau mendapatkan model wanita yang lebih seksi... Bukankah kau punya seseorang yang bisa kau jadikan model... Benar-benar sangat payah..."
"Salah satu kunci model yang paling sempurna adalah keperawanan, dan aku tahu kau masih perawan..."
"Bukankah kau melihat tubuhku saat itu?"
"Aku tak melakukan lebih dari itu. Kita sama sekali tidak melakukan hubungan seksual, tidak sama sekali. Kau hanya mengizinkanku menyentuh dan mempelajari bentuk tubuhmu."
"Lalu buatlah yang lain karena kau sudah tahu bentuk tubuhku, bukan?!" kata Neko kesal.
"Neko, aku mohon... Suzune, dia tidak perawan," Matthew langsung mengatakan itu, membuat suasana terdiam. Dia mencoba mengatakan bahwa Suzune tidak perawan. "Dia tidak perawan..." ulangnya sekali lagi.
"Kau bisa tahu hal seperti itu, itu artinya kau pernah bermain dengan tubuhnya?"
"Aku tidak melakukan itu. Setiap kali dia ingin memintaku, aku menolaknya dan pergi... Aku tahu dia tidak perawan karena... Aku selalu melihatnya bersama orang lain," kata Matthew, membuat Neko terdiam.
"Dia selalu berkencan dengan banyak orang, dia bahkan melakukannya tanpa sepengetahuanku. Tapi hal yang dia tidak tahu, bahwa aku tahu dia melakukan semua itu."
"Lalu bagaimana denganmu? Sebelum kau menilai orang lain, kau harus melihat dirimu sendiri."
"Aku tak melakukan itu."
"Lalu apa yang kau lakukan sekarang dan dulu ketika kau bertemu denganku?" tanya Neko, seketika Matthew terdiam.
"Aku tidak melakukan apa pun, aku hanya ingin kembali bersama denganmu. Tolong aku keluarkan dari semua ini, aku tak mau menjadi budak kontrak kakakku lagi... Putuskan hubungan kontrak kakakku dengan Direktur Geun agar aku juga jauh dari wanita itu...."
"Setelah kontrak itu putus, apa yang akan kau lakukan?"
"Aku belum memikirkan sejauh itu, yang penting, aku tak mau bersama dengan wanita yang bukan pilihanku sendiri," kata Matthew.
Neko lalu menghela napas panjang. "Aku hanya akan menolongmu, itu saja. Hanya perlu tunggu kontrak Direktur Geun dengan kakakmu putus, itu saja," katanya lalu akan menutup pintu, tetapi Matthew menahan pintunya. "Neko... Aku juga ingin bilang, setelah kontrak mereka putus... Aku ingin kembali bersamamu," kata Matthew.
Neko terdiam dan menatap sekitar, dia bermaksud membuang wajah. Dia bahkan menjadi tak bisa mengatakan apa-apa.
Matthew mengepal tangan dan menatapnya dengan serius. "Kenapa kau begitu ragu ketika aku mengatakan ini? Apa kau ingat siapa yang melihat dan mengetahui bentuk tubuhmu? Itu aku..."
"Yah, aku sangat beruntung karena kau hanya melihat dan mengetahui bentuk tubuhku, bukan merasakan tubuhku," kata Neko.
"Neko... Aku mohon... Kenapa kau membuat situasi ini menjadi sulit? Kita hanya harus kembali seperti dulu... Tanpa ada yang tahu..." Matthew menatap, dia benar-benar memasang wajah kecewa pada Neko yang kembali membuang napas panjang.
Lalu dia mengangkat tangannya setinggi mungkin dan menarik kerah Matthew, hal itu membuat Matthew tertarik dan mereka jatuh ke dalam dengan Matthew yang ada di atas Neko, dia menahan tubuhnya agar tidak mengenai tubuh Neko.
Posisi itu dilihat dari luar hanya kaki Matthew. Untungnya tak ada orang yang lewat, jika ada orang yang lewat, suasana akan tambah buruk.
Sementara Neko menatapnya dengan masih memegang kerah Matthew, dia lalu memegang pipi Matthew. "Kau salah satu lelaki yang beruntung bisa menyukai aku," katanya.
Tapi Matthew terdiam menundukkan wajah. "(Kenapa dia mengatakan itu... Bukankah aku harusnya senang dia mengatakan hal itu...) Aku tak pernah menganggap diriku beruntung, karena aku juga salah satu yang menyukai gadis yang penuh masalah... Sangat banyak sekali masalah hingga satu masalah saja kau tak bisa menyelesaikannya dengan cepat," kata Matthew.
"Sampai kapan pun, kau bukanlah orang yang bisa suka padaku... Suatu saat nanti, kau hanya akan disuruh untuk membunuhku saja. Kau juga akan melakukannya, karena kau sudah sangat membiarkan tubuhmu disuruh setiap saat, bahkan untuk melawan keinginanmu," tatap Neko.
"(Kenapa dia mengatakan itu.... Aku selalu bertanya tanya bahkan aku tak akan pernah berhenti untuk bertanya tanya pada sesuatu yang tidak akan menjawab ku... Aku selalau penasaran dengan perkataan nya... Apakah itu mewakili sikap nya... Atau malah hal lain...) Neko..." Matthew menatap, dia lalu memegang pinggang Neko dan memeluknya, meletakkan wajahnya di bahu Neko dengan posisi yang masih sama.
"(Masalah ini tidak akan berakhir. Sungguh tidak akan pernah ada akhirnya.... Buat apa khawatir pada sesuatu yang sudah jelas tidak akan pernah membuat berhenti memikirkan hal itu...) Tunggu saja ketika Direktur Geun berhenti melakukan kontrak bisnis dengan kakakmu. Kau bisa pergi dari wanita itu, tapi jangan sekali-kali kau kemari lagi padaku, aku tak mau melihat wajahmu lagi..." tambah Neko. Hal itu membuat Matthew terdiam, lalu dia mengangkat tubuhnya dan berdiri, membuat Neko menatapnya. Dia bangun duduk melihat Matthew berjalan pergi dari tempatnya tanpa mengucapkan sepatah kata terakhir.
Neko hanya terdiam berwajah dingin dari tadi. "(Aku tak akan pernah mau kau menatapku lagi... Jika perlu, aku ingin mati saja di tanganmu, mati di tanganmu, atau kau membantu Beum membunuhku... Karena dari awal kau adalah budak yang sama seperti aku...)" dia hanya bisa menghela napas panjang.