Chereads / Drop Blood: Amai Akai / Chapter 44 - Chapter 44 The Worked Hard

Chapter 44 - Chapter 44 The Worked Hard

"Teh hangat untukmu Akai," Yechan membawakan teh pada Neko yang terbaring tengkurap disofa.

Setelah membersihkan halaman selesai, Neko tampak yang lesu padahal yang melakukan semuanya Yechan.

"Aku pikir tidak akan bisa menyelesaikan semuanya, tapi kau telah membantuku," kata Neko sambil duduk menatapnya.

"Tidak masalah Akai, apa ini baru pertama kalinya kau disini?"

"Yeah, karena aku juga memang baru kemari."

"Hm... Jadi sebelumnya kamu di kota?" Yechan menatap.

"Yeah, begitulah."

"Kalau begitu kau bertemu dengan teman ku itu... Yang aku bicarakan saat itu."

"Aku tak mau membahas nya jika bukan berhubungan dengan ku," Neko langsung membuang wajah, dia benar benar tak mau mengetahui urusan orang lain. Kecuali jika dia memang tertarik dan menjadi masalahnya saat ini.

"Oh begitu haha.... Lalu bisa katakan padaku bagaimana kondisi kota itu?"

". . . Tergantung kau berada di kota mana, yang aku tempati bagian distrik, aku juga bekerja di sana."

". . . Um... Bukan nya menyinggung, tapi bukankah di distrik itu, semuanya benar benar agak ilegal?"

". . . Tidak jika pengetahuan mu kurang... Kami melakukan banyak berbagai bisnis termasuk membangun sebuah organisasi yang dapat menguntungkan satu pihak saja... Ngomong ngomong jika kau bertanya soal kondisi di luar, aku memang tidak pernah keluar, tapi sekali keluar menggunakan mobil aku bisa merasakan semuanya, benar benar ramai, polusi dan macet dimana mana," kata Neko.

"Ah aku mengerti, tapi sepertinya aku ingin ke kota..."

"Bekerja?"

"Tidak, aku akan membantu orang tua ku saja mengurus banyak ladang, aku juga membantu tetangga yang mengerjakan ladang."

"Tapi, bukankah kau ada di kampus dekat sini, aku dengar kampus itu bisa mengirim lulusan nya ke kota," Neko menatap.

"Hehe yah, aku hanya sekedar bersekolah dan menambah teman di sana, tapi setelah lulus, bekerja di ladang pun juga akan menguntungkan kehidupan ku," kata Yechan membuat Neko terdiam.

Di saat itu juga suasana terdiam hingga Neko mengubah topik. "Apa kau tak ada acara hari ini?" tatapnya.

"Oh benar! Seharusnya aku membantu mereka di ladang."

"Di ladang?"

"Ya, semua petani di sini harus mengurus ladang sawah mereka, badan ku begini juga karena membantu mereka haha.... "

"Baiklah, sampai jumpa."

"Hei, kamu juga harus ikut Akai," Yechan menatap.

"Apa yang aku lakukan jika sudah sampai sana?"

"Membantu, atau kamu hanya bisa melihat lihat saja."

"Baiklah, terserah," Neko bernada pasrah.

"Kalau begitu ayo pergi sekarang, hal yang kamu lakukan Itu akan membuatmu terbiasa disini, sekarang bersiap siaplah, aku akan menyiapkan kendaraan," kata Yechan sambil berjalan keluar.

"Apa maksudnya, dia mengajakku keluar?" Neko masih bingung lalu ia mengambil topi dan berjalan keluar. Ia bahkan masih menggunakan baju pendek dan celana pendek karena hanya pakaian pendek yang ia punya.

"Akai, sebelah sini," Yechan memanggil dari mobil angkutan buah dan sayur.

"Oh..." Neko segera memakai sepatunya dan berjalan kesana.

Sesampainya di ladang, Yechan memarkirkan mobilnya dan mereka berdua turun.

Yechan memandang banyak nya petani wanita maupun pria yang ada di sana. "Hei, selamat pagi! Maafkan aku terlambat," kata Yechan sambil melambai membuat Neko terdiam melihat itu.

Lalu para petani itu mendekat ke tempat mereka. "Ini baik baik saja, kamu terlambat Yechan, kami juga belum memulainya," kata mereka.

Lalu salah satu dari mereka menatap Neko.

"Oh lihat, kau terlihat manis nona," tatap nya.

"Dia, dia sangat manis," semua petani perempuan maupun laki laki itu menjadi mendekat ke Neko yang terdiam tak tahu harus apa.

"Akai, mereka yang akan berladang," kata Yechan.

"Apa kau ingin berladang, gadis manis, lihat saja disini ya nanti kamu lelah," mereka menatap.

"Tidak perlu, aku juga ingin membantu kalian," Neko membalas.

"Wah, gadis baik, kita juga tidak pernah melihat mu ada di sini sebelumnya."

". . . Aku dari kota, dan aku kemari hanya untuk mencari sesuatu sambil berbaur," balas Neko, dia dari tadi hanya memasang wajah biasa.

"Oh, begitu rupanya, tapi bisa kau tersenyum, wajahmu dari tadi biasa ya," mereka menatap.

"Ya, Akai, sebaiknya kau tersenyum," Yechan menambah.

"Kenapa harus..." Neko terdiam bingung.

"Kau pasti manis jika tersenyum," mereka menatap, tapi Neko tetap memasang wajah dingin itu membuat mereka tidak enak padanya. "Haha, sebaiknya kita tidak memaksa, baiklah, kita akan mulai saja."

Mereka akhirnya memulainya, mereka juga memberitahu Neko bagaimana cara berladang, tak hanya itu, semua nya memperhatikan Neko dan sepertinya mereka menyukai nya, padahal satu hal yang mereka tidak tahu, mereka hanya menyukai tampilan Neko tapi jika tahu sifat nya, pastinya akan sebaliknya.

Setelah selesai membantu, Neko terduduk di bawah pohon. "(Ini sungguh melelahkan, ini bahkan tidak lebih baik dari pada di gedung kantor....)" pikirnya, lalu ia kembali terdiam "(Apa yang kupikirkan?)" Neko terbaring menatap langit.

Pandangan nya harus tertutup setengah ketika melihat langit karena daun dalam pohon yang ada di atasnya. Ia kembali terdiam dan menghela napas panjang. "(Tubuhku tak nyaman.... Rasanya panas... Jika di pikir pikir lagi, ini sangat berbeda juga dari tempat ku, di sini panas, mereka harus menahan panas dan hujan secara bersamaan sementara aku, dilindungi atap tapi jika di lihat, mereka tetap tertawa dan bisa tersenyum bersama, berbeda di dua tempat, mereka lebih ramah...)" ini pertama kalinya Neko berpikir seperti itu.

Tiba tiba, di saat Neko masih terdiam, lalu terlihat Yechan mengarahkan tangan nya ke topi Neko, dia mendadak sudah ada di sana tanpa di sadari Neko dia datang bagaimana, Neko melihat tangan Yechan itu dan bepikir dia akan melakukan hal yang aneh di pikiran Neko hingga Neko menangkap tangan Yechan. "Apa yang akan coba kau lakukan?" ia melirik.

"Ada belalang disini," tatap Yechan dengan polos.

". . . Pindahkan itu," kata Neko dengan kaku setelah trauma pada tadi, karena Yechan tadi jatuh juga karena belalang.

"Sepertinya kau kelelahan Akai," Yechan mengeluarkan sesuatu dan mengipasi Neko dengan kipas kecil baterai. Kipas kecil itu berbentuk kucing yang imut membuat Neko semakin melirik itu.

"Kamu baik baik saja? Kamu terlihat panas? Wajah mu agak merah," Yechan menatap, dia memegang pipi Neko dan di saat itu juga dia merasakan pipi Neko tidak hangat tapi agak panas.

"Aku baik baik saja," Neko menyingkirkan tangan Yechan membuat Yechan sadar dengan apa yang dia lakukan barusan, seketika ia berwajah merah sendiri. "Ah, maafkan aku, kamu yakin baik baik saja? sepertinya kamu harus istirahat."

". . . Aku hanya tak terbiasa di bawah matahari..."

"Ah, apa ini karena kulit mu yang putih, kulit putih sangat sensitif dan butuh suasana dingin untuk membiasakan nya."

". . . Jadi... Karena hal ini kulit mu menjadi coklat?" Neko melirik.

"Eh, kenapa menjadi melirik kulit ku yang coklat, kulit ku yang coklat ini karena di bawah sinar matahari dan aku jadi terbiasa dengan panas nya hahaha...."

"Yeah... Lain kali aku juga akan menghitamkan kulit ku."

"Eh jangan," Yechan langsung menyela membuat Neko menatapnya.

"Akai cantik dengan kulit putih mu, jadi jangan mencoba menghitamkan kulit mu... Hitam berarti ceria, sementara kamu...."

"Fuck, apa kau sedang mencoba mengejek ku hanya karena sifat bawaan ini?" Neko menatap dingin dengan aura membunuh membuat Yechan terdiam kaku agak ketakutan.

Lalu Neko melihat ke arah ladang sawah dimana masih ada petani yang bekerja tak kenal panas di sana, ia lalu menghela napas panjang. "Aku merasa paham berada disini."

Yechan yang mendengar itu menjadi menatap bingung padanya.

"(Sekarang aku tahu, disini punya jiwa yang baik, tak ada persaingan maupun permusuhan, mereka mengerjakan semuanya bersama tanpa ada yang punya pendapat berbeda. Mengerjakan satu ladang dengan bekerja sama memanglah mudah, sebaliknya mengerjakan satu konstruksi saja harus berebut tanpa kerja sama,)" Neko menatap orang orang yang bekerja di ladang dengan sepenuh hati.

Ia menjadi tahu perbedaan pekerjaan nya yang besar dari pada pekerjaan petani ladang yang kecil.

"Yechan, ayo makan," kata wanita paruh baya, dan dia adalah salah satu dari mereka yang berladang.

"Apa yang akan kita makan?" Yechan menatap.

"Mie dingin untuk musim panas."

"Ayo Akai, kita isi tenaga kita," Yechan mengangkat tangan Neko sambil tersenyum. Neko terdiam menatap tatapan imut Yechan itu.

--

"Senyum..." Yechan memotret mereka yang makan, mereka pun juga berpose imut. Mereka tersenyum sambil berpose makan. Mereka tampak makan bersama di bawah matahari yang kadang redup karena awal dan di atas karpet bersama banyak orang termasuk Yechan dan Neko.

"Wah... Hebat, kau bahkan punya kamera dengan fitur kucing," Yechan menatap sambil membawa hp Neko.

"Ambilah itu jika kau mau."

"Hah, tapi ini..."

"Aku punya satu lagi di rumah," kata Neko sambil memakan mienya.

Ia terdiam ketika merasakan mie itu. "(Rasanya benar benar berbeda dari makanan yang aku makan selama ini,)" Neko terdiam dan di saat itu juga, dia teringat sesuatu ketika menatap mangkuk mie yang ia bawa itu.

Mie itu berubah menjadi sup darah membuat nya terkejut dan menutup mata lalu membukanya lagi, rupanya hanya halusinasinya. "(Ini membuat ku harus meminum beberapa darah untuk kondisi tubuh ku,)" pikirnya sambil kembali memakan mie itu hingga ia selesai dan membuat nya terlalu kenyang. "(Aku sudah terbiasa meminum banyak darah tapi, memakan makanan pokok seperti ini, membuat ku hampir ingin memuntahkan semuanya,)" Neko menjadi kekenyangan tapi ia berhasil menghabiskan mie nya.

"Gadis muda, makanlah yang banyak," seorang wanita paruh baya malah menambahkan porsi dengan memberikanya semangkuk mie besar.

Neko terkaku melihat porsinya. Ia ragu akan memakanya sementara wanita tadi menatapnya dengan tatapan senang. Dia seperti memberikan itu pada Neko dan jika Neko menolak, dia pasti akan kecewa.

"(Apa yang terjadi, apa dia memintaku menghabiskan nya?)" Neko terdiam kaku.

Ia lalu mengulurkan tangan tolakan. "Maafkan aku, perut ku kecil aku tak bisa makan lagi," tatapnya, rupanya dia membalas itu.

"Ah, biarkan aku mengambilnya saja, untuk Akai," Yechan mengajukan diri.

"Baiklah Yechan, ini, ini.... Kau benar benar memiliki makan banyak dengan tubuh mu itu," wanita tadi memberikan nya pada Yechan membuat Neko menjadi lega tidak jadi menerima itu.