Chereads / Bunga Kutukan / Chapter 21 - Jalan Apa Yang Kuambil?

Chapter 21 - Jalan Apa Yang Kuambil?

Setelah selesai mengamankan arsip dan memastikan dokumen-dokumen tentang keluarga Arden tersimpan rapi, mereka semua duduk di ruang arsip untuk beristirahat sejenak. Rika menatap gulungan dokumen yang terbuka di hadapannya dengan campuran emosi. Semua informasi yang ia cari selama ini terungkap lebih cepat dari yang ia bayangkan.

Rika mengusap wajahnya dengan kedua tangan sambil bergumam, "Sialan! Aku kira akan membutuhkan waktu berbulan-bulan, ternyata kurang dari satu bulan…" Ia menggaruk kepalanya dengan kesal, membuat Nora tertawa kecil.

"Aku tidak tahu apakah itu keberuntungan atau takdir," komentar Nora dengan nada santai. "Tapi aku yakin perjalanan kita belum selesai. Kalau ini awalnya, pasti ada sesuatu yang lebih besar di ujungnya."

Ayla, yang sejak tadi diam sambil memandangi dokumen, akhirnya berbicara. "Sebenarnya, ada sesuatu yang perlu kalian pahami tentang simbol-simbol ini," katanya, menunjuk pada gambar empat simbol di dokumen itu: Bulan Sabit, Kepala Tengkorak Manusia, Pedang yang Dililit Ular, dan Dua Tombak yang Saling Menyilang.

"Simbol-simbol ini bukan hanya lambang. Mereka mewakili empat klan dalam keluarga Arden, masing-masing dengan kemampuan unik yang diwarisi turun-temurun," jelas Ayla. Ia menunjuk simbol Bulan Sabit. "Klan ini dikenal sebagai pengamat malam. Mereka adalah penjaga rahasia keluarga, terkenal dengan kemampuan mengendalikan ilusi dan memanipulasi emosi."

Lalu ia menunjuk simbol Kepala Tengkorak Manusia. "Klan ini adalah para penghukum. Mereka punya kemampuan yang berhubungan dengan kutukan dan energi negatif. Mereka digunakan untuk melawan musuh-musuh keluarga Arden."

Simbol berikutnya adalah Pedang yang Dililit Ular. "Ini adalah klan pelindung. Mereka adalah prajurit utama keluarga Arden. Kekuatan mereka biasanya berfokus pada pertempuran jarak dekat dan seni bela diri, ditambah dengan kemampuan untuk meracuni lawan."

Terakhir, Ayla menunjuk simbol Dua Tombak yang Saling Menyilang. "Dan ini adalah klan penakluk. Mereka dikenal sebagai yang paling kuat di antara semua klan. Pemegang kekuatan ini memiliki kemampuan untuk menghancurkan segalanya di jalur mereka. Tapi… mereka juga yang paling sulit dikendalikan."

Mereka semua terdiam sejenak, mencerna penjelasan Ayla. Myra mengangguk pelan. "Jadi, setiap klan ini memiliki tugas dan peran tertentu dalam keluarga Arden. Tapi, kenapa mereka tidak lagi aktif sekarang?"

Ayla menghela napas. "Itu yang tidak jelas. Sepertinya ada sesuatu yang membuat struktur ini runtuh. Tapi aku yakin, klan-klan ini ada hubungannya dengan apa yang terjadi pada ibu Rika."

Rika menatap simbol-simbol itu dengan serius. "Jadi, aku harus menemukan petunjuk tentang simbol ini untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi… dan apa hubungannya dengan 'Rage Essence'."

Nora tersenyum, mencoba meringankan suasana. "Sepertinya kita akan punya banyak petualangan ke depan. Kamu siap, Rika?"

Rika menghela napas panjang, lalu mengangkat kepalanya, menatap simbol-simbol di depan mereka.

"Aku tidak punya pilihan lain, kan?" katanya dengan senyum tipis. Namun, di balik senyumnya, pikirannya berputar dengan berbagai pertanyaan yang belum terjawab.

Untuk apa aku melakukan semua ini?

Awalnya, tujuannya hanya satu—mencari ibunya. Tapi sekarang? Ia justru terjerat dalam rahasia besar keluarga Arden. Jika hanya ingin menemukan ibunya, seharusnya ia tidak perlu repot-repot menggali semua sejarah ini.

Apa sebenarnya keuntungan yang kudapat dari semua ini?

Pikiran itu mengganggunya. Ia sudah melangkah sejauh ini tanpa benar-benar memahami apa yang sedang ia kejar. Namun, semakin banyak yang ia temukan, semakin sulit baginya untuk berhenti sekarang.

Lalu, sesuatu yang lain terlintas di benaknya—sebuah pertanyaan yang jauh lebih besar dari semua yang telah ia pikirkan sebelumnya.

Jika ada begitu banyak Makhluk Kutukan di dunia ini, seharusnya ada sesuatu yang menjadi pemicu keberadaan mereka, bukan?

Kutukan-kutukan ini tidak mungkin muncul begitu saja. Pasti ada asal-muasalnya. Entah itu dari manusia, dari keluarga-keluarga kuno seperti Arden, atau mungkin dari sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih tua dari yang bisa ia bayangkan.

Tatapan Rika menjadi lebih serius. "Nora," panggilnya, membuat gadis itu menoleh dengan alis terangkat.

"Apa?"

"Menurutmu… Makhluk Kutukan itu datang dari mana?"

Nora terdiam sesaat, tidak menyangka akan ditanya hal semacam itu. Ia saling berpandangan dengan Ayla dan Myra, sebelum akhirnya kembali menatap Rika.

"Itu… pertanyaan yang menarik," jawab Nora perlahan. "Kita semua tahu bahwa Makhluk Kutukan lahir dari energi negatif, tapi… kalau dipikir lagi, memangnya siapa yang pertama kali menciptakan kutukan itu?"

Ayla menyipitkan matanya, tampak berpikir keras. "Kalau keluarga Arden memiliki sejarah yang panjang dan berhubungan dengan Rage Essence… mungkin mereka tahu sesuatu tentang asal-usul Kutukan."

"Tunggu, tunggu! Jangan asal membawa keluarga Arden, dong!" sergah Rika dengan tegas, menatap Ayla dengan penuh keberatan. "Jangan mengaitkan semua hal dengan keluarga Arden. Lagipula, ada banyak juga keluarga ternama seperti Arden, kan?"

Myra dan Ayla langsung terdiam. Kata-kata Rika ada benarnya. Dunia ini tidak hanya berpusat pada keluarga Arden. Ada banyak keluarga lain yang juga memegang kekuatan besar, artefak kuno, atau memiliki keterkaitan dengan Makhluk Kutukan.

"Tapi, Rika…" Myra akhirnya angkat bicara, suaranya lebih lembut namun tetap penuh keyakinan. "Kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa keluarga Arden punya keterkaitan kuat dengan Rage Essence. Bukankah kita justru harus menggali lebih dalam?"

"Ya! Tapi bukan berarti segalanya bisa kita lemparkan ke keluarga itu begitu saja!" balas Rika cepat. "Dengar, aku tidak menyangkal bahwa keluarga ibuku mungkin punya peran dalam semua ini. Tapi, jangan asal menyimpulkan tanpa bukti! Apalagi ini menyangkut ibuku yang menghilang!"

Ayla menatap Rika dengan serius. "Jadi menurutmu, ada keluarga lain yang lebih bertanggung jawab?"

"Bukan masalah siapa yang lebih bertanggung jawab!" Rika menggeram frustrasi. "Yang aku maksud adalah—kenapa hanya keluarga Arden yang selalu tersorot?! Bukankah ada banyak keluarga lain di dunia ini yang memiliki kemampuan serupa?!"

Nora, yang sejak tadi diam, akhirnya ikut bicara. "Jadi kau ingin mengatakan… bahwa Rage Essence bukan hanya milik keluarga Arden?"

Rika mengangguk dengan mantap. "Ya! Kalian ingat, kan? Kekuatan seperti ini berasal dari emosi manusia itu sendiri! Amarah, kebencian, dendam… Itu bukan sesuatu yang hanya bisa diwariskan oleh satu keluarga saja!"

Suasana menjadi semakin panas. Perdebatan mereka semakin intens, masing-masing berusaha mencari logika dan kebenaran di antara asumsi yang beredar.

Ayla menyilangkan tangan. "Baiklah, kalau begitu, mari kita pikirkan dari awal. Jika bukan hanya keluarga Arden, lalu siapa lagi?"

Mereka berempat saling bertukar pandang, menyadari bahwa misteri ini jauh lebih dalam dari yang mereka kira.

Rika tanpa ragu mengambil salah satu selebaran kertas. Di atas kertas itu tertulis tentang "Tujuh yang Terlarang," kekuatan tujuh dosa besar. Arden memang termasuk karena dosa Amarah, tapi ada juga nama keluarga lainnya.

Ayla mengambil selebaran yang diberikan Rika, matanya menyusuri tulisan di atasnya dengan penuh ketelitian. "Tujuh yang Terlarang…?" gumamnya.

Rika mengangguk. "Ya. Kekuatan ini tidak berasal dari Bunga Kutukan, melainkan dari emosi manusia itu sendiri. Dan lihat siapa saja yang terlibat," ujarnya sambil menunjuk bagian di mana tujuh nama keluarga tertulis.

Ayla mengernyit. "Jadi bukan hanya keluarga Arden… Ada keluarga lain yang juga memiliki hubungan dengan kekuatan ini."

"Sudah kubilang!" suara Rika meninggi sedikit, matanya menyala dengan intensitas yang sulit disembunyikan. "Jangan hanya fokus pada keluarga Arden. Ada banyak keluarga lain yang juga mewarisi kekuatan ini! Arden hanyalah salah satunya!"

"Tapi tetap saja, Rika…" Myra menimpali, suaranya tenang tapi tajam. "Tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga Arden adalah bagian dari tujuh keluarga ini. Kau tidak bisa mengabaikan fakta itu."

Rika mengepalkan tangannya. "Aku tidak mengabaikan! Aku hanya tidak suka cara kalian menyimpulkan semuanya seolah-olah keluarga ibuku adalah pusat dari segalanya! Bukankah ini bukti bahwa semua ini lebih besar dari yang kita kira?"

Nora yang sejak tadi diam, akhirnya angkat suara. "Jadi menurutmu, tujuh keluarga ini memiliki peran yang sama dalam munculnya Makhluk Kutukan?"

"Entahlah," Rika menghela napas berat. "Tapi yang jelas, aku tidak akan tinggal diam kalau ada orang yang seenaknya menyalahkan keluarga ibuku tanpa memahami keseluruhan cerita!"

Ayla menatap Rika dalam diam, lalu kembali melihat selebaran itu. "Jadi, kau ingin mencari tahu lebih jauh tentang ini?"

"Ya," jawab Rika mantap. "Dan aku akan membuktikan bahwa ada lebih dari satu kebenaran di balik semua ini!"

Rika mengepalkan tangannya, tatapannya tajam menembus kertas-kertas yang berserakan di hadapannya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara.

"Kalian tahu… meskipun aku tidak memiliki Bunga Kutukan, aku tahu satu hal pasti tentangnya."

Ayla, Myra, dan Nora menatapnya dengan penuh perhatian.

"Bunga Kutukan tidak muncul begitu saja. Mereka lahir dari sesuatu yang lebih dalam… sesuatu yang berasal dari dalam diri manusia sendiri," Rika melanjutkan, suaranya terdengar semakin serius. "Kalian ingat cerita bu Carmela saat pelajaran dulu? Dia pernah mengatakan bahwa Makhluk Kutukan sudah ada sejak seratus tahun yang lalu—di masa perang saudara antara Rise dan Shiko."

Ayla menyipitkan matanya, mencoba mengingat. "Perang saudara itu…?"

Rika mengangguk. "Ya. Itu bukan sekadar perang biasa. Itu adalah titik awal di mana Bunga Kutukan mulai bermunculan. Tapi alasannya bukan hanya karena perang. Bunga Kutukan lahir dari emosi manusia yang paling kuat—dari penderitaan, kemarahan, dendam, dan bahkan harapan."

Myra terlihat berpikir dalam. "Jadi kau ingin mengatakan kalau Bunga Kutukan bukan hanya sekadar kutukan, tapi juga… sesuatu yang berasal dari keinginan manusia?"

"Tepat sekali," Rika menegaskan. "Mereka bukan hanya 'kutukan' yang muncul begitu saja. Mereka adalah manifestasi dari emosi manusia yang telah mencapai batasnya. Jika seseorang dipenuhi dengan amarah, kesedihan, atau kebencian yang cukup kuat, maka energi itu bisa menciptakan atau menarik Bunga Kutukan."

Nora menghela napas. "Jadi, pada dasarnya, semakin banyak penderitaan di dunia ini… semakin banyak juga Bunga Kutukan yang muncul?"

"Itulah yang kuduga," jawab Rika. "Dan jika itu benar, maka ini bukan hanya tentang keluarga Arden atau tujuh keluarga terlarang. Ini tentang seluruh dunia ini. Jika kita ingin menghentikan Makhluk Kutukan… kita harus memahami dari mana semuanya berasal."

Ayla dan Myra saling bertukar pandang, lalu menatap Rika dengan ekspresi serius.

"Kalau begitu," kata Ayla pelan, "kita harus mencari lebih dalam. Kita harus tahu siapa yang pertama kali menggunakan Bunga Kutukan dan kenapa perang saudara itu bisa memicu semua ini."

Rika tersenyum kecil. "Dan itulah yang akan kita lakukan."

Ayla dan Myra membelalakkan mata, terkejut mendengar pernyataan Rika.

"Tunggu, tunggu!" Ayla langsung melangkah maju, menatap Rika dengan tatapan penuh kebingungan. "Rise? Maksudmu… pengguna Bunga Kutukan legendaris yang seharusnya sudah mati? Kau bilang dia ada di dalam tubuhmu?"

Rika mengangguk santai, seolah ini bukan masalah besar. "Ya, begitulah."

"Tapi… bagaimana bisa?" Myra bertanya, suaranya setengah berbisik. "Seharusnya jiwa seseorang tetap berada dalam senjatanya sendiri jika tidak memiliki wadah baru. Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Rika?"

Nora yang sudah mengetahui hal ini hanya bersedekap, memperhatikan reaksi kedua temannya. Ia paham bahwa kebenaran ini sulit diterima, tetapi pada titik ini, tidak ada gunanya menyembunyikannya lagi.

"Singkatnya, saat aku menemukan Sabit Merah, jiwa Rise yang seharusnya berada di dalamnya malah berakhir bersemayam di tubuhku. Awalnya, dia hanya berusaha mengambil alih tubuhku, tapi sekarang kami berbagi satu tubuh." Rika menjelaskan sambil mengangkat telapak tangannya, seolah merasakan keberadaan Rise di dalam dirinya.

Ayla menggeleng pelan, masih mencoba mencerna informasi ini. "Jadi, kau memiliki jiwa kedua di dalam tubuhmu?"

"Bukan hanya sekadar jiwa," kata Rika dengan senyum tipis. "Rise memiliki banyak ingatan tentang perang saudara seratus tahun yang lalu… dan mungkin, dia tahu lebih banyak tentang asal-usul Makhluk Kutukan."

Mereka semua terdiam sesaat, membiarkan kenyataan ini meresap ke dalam benak masing-masing.

"Tapi Rika…" Myra berbicara pelan, sedikit ragu. "Apakah dia bisa dipercaya?"

Rika terdiam sejenak, lalu mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Tapi saat ini, dia adalah satu-satunya sumber informasi yang kita punya."

Nora melangkah maju, menatap Rika dengan serius. "Kalau begitu, apa kau akan membiarkan dia mengambil alih tubuhmu untuk berbicara dengan kita?"

Rika menghela napas dan menutup matanya sejenak. "Aku tidak punya pilihan lain."

Perlahan, udara di sekitar mereka berubah. Aura yang berbeda mulai mengalir keluar dari tubuh Rika, menciptakan tekanan yang tidak biasa di sekelilingnya. Mata Rika yang sebelumnya dipenuhi determinasi kini mulai berubah—irisnya menjadi merah gelap, senyum tipisnya berubah menjadi smirk penuh keyakinan.

Suara Rika terdengar lebih dalam, lebih tajam. "Hmph… akhirnya."

Ayla dan Myra mundur selangkah, merasakan perubahan ini secara langsung.

Nora menatap langsung ke mata Rika—atau lebih tepatnya, Rise. "Jadi, kau akhirnya keluar juga."

Rise—yang kini mengambil alih tubuh Rika—hanya menyeringai. "Tentu saja. Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku benar-benar bisa berbicara seperti ini."

Mereka semua menahan napas, merasakan ketegangan di udara. Kini, mereka memiliki sebuah harapan, atau setidaknya jawaban sementara, yang memberi sedikit kelegaan, meskipun masih banyak yang belum jelas.