Chereads / Olympus : The Secret / Chapter 4 - BAB 4

Chapter 4 - BAB 4

"Erich,ayolah. Kemarin aku melihat kedai es krim di dekat pertigaan sana." Aku mencoba membujuk Erich untuk menemaniku membeli es krim.

"Belilah sendiri Zi. Aku sedang sibuk." Aku menendang kaki Erich karena kesal. Sibuk apanya,dari tadi dia hanya melihat film di laptop miliknya sambil memakan keripik kentang. Yang bahkan aku tidak boleh meminta sedikit pun. Lalu dengan agak segan aku mendekati Edward yang sedang bermain game.

"Edward." Aku menyenggol kakinya dengan kakiku. Dia hanya menjawabku dengan gumaman.

"Temani aku beli es krim,Ed. Aku takut kalau salah jalan." Edward masih memainkan game nya dan tidak menanggapiku. Karena kesal,aku mengambil hp nya secara paksa. Dia memandangku dengan kesal.

"Zi,bisakah kamu tidak menggangguku. Dan kenapa sepagi ini kamu sudah minta es krim. Kamu itu sudah bukan anak kecil lagi." Kata Edward sambil menaikkan nada bicaranya.

Aku tersentak ketika Edward agak membentakku. Aku membuang handphonenya ke sofa lalu pergi keluar. Erich yang melihat itu pun menegur Edward.

"Kau terlalu keras padanya Ed." Erich lalu menyusulku yang berlari keluar. Aku bertemu Felix yang sedang berjalan menuju garasi. Dia melihatku yang sedang menangis.

"Nona,apa anda baik – baik saja?" aku mengabaikannya dan terus berjalan menuju jalanan. Aku akan membeli es krim itu sendiri sekaligus menenangkan diriku. Ku abaikan panggilan dari Erich dan Felix. Aku melewati semua orang yang bertemu denganku. Hingga aku tidak sadar kalau ada seseorang yang baru datang di depan gerbang.

Aku harus berjalan ke utara sejauh 350 meter untuk sampai di pertigaan jalan Zarechnaya Ulitsa, setelah sampai,aku mencari kedai es krim morozhenoe yang ku lihat kemarin. Setelah aku berjalan menyusuri toko – toko di pinggir jalan,akhirnya aku menemukan kedai es krim tersebut. Aku masuk kedalam dan ada seorang perempuan separuh baya yang menjaga kedai tersebut. Ku pesan 2 morozhenoe coklat dan seporsi pelmeni. Kemudian menunggunya di meja yang disediakan disana. Aku tidak berniat pulang saat ini. Aku baru sadar jika aku tidak membawa ponsel dan hanya membawa 200 rubel saja. Dan bodohnya aku tidak meminta Felix untuk menemaniku tadi. Ini semua gara – gara Edward. Lihat saja nanti,aku tidak akan memaafkannya.

Es krim pesananku akhirnya datang. Ibu pemilik kedai ini sangat ramah. Aku menikmati pelmeni dan morozhenoe sambil melihat pemandangan di luar kedai. Tidak banyak orang berlalu lalang karena ini musim gugur. Udara di luar agak dingin. Ketika asyik menikmati pelmeni dan morozhenoe coklatku itu,aku merasa seseorang memperhatikanku dari jauh. Aku memandang keluar kedai dan tidak ada siapa – siapa. Mungkin hanya perasaanku.

Aku melihat ada mobil berwarna hitam yang berhenti di depan kedai ini. Dan seorang lelaki tinggi memakai coat hitam dan memakai kaca mata hitam memasuki kedai. Aku tidak memperdulikannya dan tetap fokus dengan makananku.Lelaki itu duduk begitu saja di depanku. Dia mengambil satu morozheno ku lalu memakan nya.

"Hei, siapa kamu, kalau lapar ya belilah sana sendiri. Jangan ambil punyaku." Lelaki itu tidak peduli dengan ucapanku dan tetap memakan es krim milikku.

"Maaf ya tuan pencuri. Tapi mohon beli sendiri. Kalau tidak punya uang,jual saja mobilmu itu pada ibu pemilik kedai ini." Lelaki itu memandangku.

"Berisik sekali kamu Zi. Kau tidak akan mampu menghabiskan dua porsi morozhenoe. Memangnya kamu juga punya cukup uang untuk membayar semua ini?" aku kaget karena dia tahu namaku. Aku menggelengkan kepala karena hanya membawa sedikit uang.

"Dasar ceroboh. Kamu itu seharusnya berfikir dulu sebelum meninggalkan rumah. Kamu masih sama seperti dulu Zi."

Aku berusaha mengingat wajahnya. Dia tidak asing bagiku,tetapi aku lupa dia siapa. Lelaki itu lalu melepas kacamatanya karena merasa aku tidak mengenali dia. Aku pun masih tidak mengenali dia. Melihat wajahku yang kebingungan lelaki itu pun mengatakan namanya.

"Ya ampun Zi. Masa kamu lupa dengan kakakmu sendiri. Ini aku, Theo." Dan otakku masih loading ketika mendengar namanya.

"Theo? Theo siapa?" lelaki itu tampak putus asa karena aku tidak mengenalinya.

"Ini aku,Theodore,Zi. Anak Om Andrei. Are you forgetting me?" Aku pun terkejut. Aku langsung memeluknya. Aku tidak menyangka akan bertemu Theo di tempat ini.

"Theo? Ya ampun yang benar saja. Aku tidak mengenali wajahmu. Apa kamu baru sampai? Dan kenapa kamu bisa ada disni" Theo menganggukkan kepala dan berkata kalau dia berpapasan denganku saat akan masuk gerbang. Dia melihat Erich yang mengejarku lalu memberitahunya kalau aku sedang bertengkar dengan Edward.

"Seharusnya kamu menungguku dulu,Zi. Aku pasti akan membawamu jalan – jalan dan kamu bisa makan morozhenoe sepuasnya." Aku pun bersemangat mendenger perkataan Theo. Dia memang orang yang paling mengerti aku.

"Terima kasih Theo." Theo mengajakku pulang karena hari mulai sore dan semakin dingin. Dia membayar makananku terlebih dahulu lalu menuju mobil. Mobil pun meluncur di jalanan yang penuh dengan daun yang berguguran.

Ketika sampai di ruang tamu kakek langsung menegurku. Aku pun berkata jujur dan aku pun meminta maaf pada kakek.

"Lain kali kalau pergi kamu harus bersama Felix. Kakek tidak mau tahu kalau sampai Ivan marah – marah karena putrinya dibiarkan keluyuran sendiri. Apalagi kamu masih kecil." Aku mengangguk mendengar perkataan kakek.

"Baiklah kek. Zizi minta maaf." Kakek lalu memandang Erich dan Edward.

"Dan untuk kalian berdua,tidak seharusnya kalian mengabaikan Zizi. Apalagi sampai membentaknya. Kalau sampai adik kalian ini diculik orang bagaimana? Kalian mau om kalian datang lalu menghunuskan pistol tepat didepan kalian?" Erich dan Edward bergidik ngeri mendengar hal itu. Ayahku memang akan membunuh siapapun yang berani mengganggu putri satu – satunya. Aku menjulurkan lidahku pada Erich dan Edward yang sedang dimarahi seperti anak kecil.

"Lihatlah kek,Zizi mengejekku."

Erich memukul belakang tubuhnya sambil membisikkan. "Dewasalah sedikit Eddy. Maaf kek,kami tidak akan melakukannya lagi."

Edward memandang diriku lalu berbicara tanpa suara. "Puas kau." Aku hanya tertawa melihat hal itu.

"Theo,apa Yosha juga datang hari ini?" tanyaku pada Theo yang sedang memainkan ponselnya.

"Tidak, Zi. Dia berada di Australia seminggu yang lalu. Dan dia belum menghubungiku." Kata Theo tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya. Tak lama kemudian Edward datang dan mengajak Theo pergi.

"Bro,waktunya latihan." Theo meletakkan ponselnya dan memandang Edward.

"Bukankah seharusnya kita tunggu Yosha dulu." Kata Theo. Edward mengambil mantel dan kunci mobilnya.

"Sudahlah,kamu menurut saja. Dan Zizi,kamu boleh ikut." Ucap Edward. Aku masih kesal dengan Edward jadi aku mengabaikannya.

"Kau mengabaikanku Zi? Apa kamu masih marah padaku?" aku hanya diam tidak menjawab. Theo memberi isyarat pada Edward agar dia saja yang membujukku. Edward pun menurut dan pergi dari ruangan.

"Kau masih marah dengan dia?" aku menganggukkan kepala.

"Singkirkan dulu rasa marahmu. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat hari ini. Pasti kamu bosan kan terus menerus dirumah?" mataku berbinar mendengar perkataan Theo. Aku langsung pergi ke kamar untuk mengambil mantel dan ponselku. Setelah itu, aku menuju garasi dan menaiki mobil yang dinaiki Theo. Mobil kami keluar dari garasi lalu meluncur menuju tempat latihan.