Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit, aku sampai di tempat tujuan yang ternyata adalah sebuah rumah pohon dengan danau buatan didepannya. Kulihat mobil Erich dan Edward sudah terparkir di bawah pohon.
"Kita sudah sampai senorita. Ayo turun."
Aku dan Theo turun dari mobil. Aku mengikuti Theo masuk ke rumah kecil seperti gudang, yang terletak di bawah rumah pohon tersebut. Ternyata masih ada pintu lagi yang terdapat tangga didalamnya. Aku berfikir kalau tempat yang mereka maksud adalah sebuah ruang bawah tanah.
"Theo,tempat apa ini? Aku sama sekali belum pernah kesini sebelumnya." Theo mempersilahkan aku untuk turun terlebih dahulu.
"Sudahlah kamu ikut saja dulu. Pasti kamu akan menyukai tempat ini. Soal ini tempat apa,tanyakan saja pada Erich nanti."
"Oke kalau begitu." Ketika aku turun tangga, aku takjub dengan tempat ini. Tempat ini seperti markas kecil. Fasilitasnya pun sangat lengkap.
"Kau lama sekali Theo. Kau dan rubah kecil itu yang datang paling terakhir. Bahkan Yosha saja sudah sampai sini sebelum kau."
Rubah kecil? Apa si Edward bodoh itu sedang mengejekku lagi? "Apa kau sedang mengejekku Edward? Jahat sekali kamu. Lihat saja nanti. Aku tidak akan pernah mau memaafkanmu." Erich yang melihat hal ini langsung melerai perdebatan kami.
"Bisakah kalian berhenti. Edward,kamu seharusnya mengalah karena kamu lebih tua dari Zizi. Dan untuk kamu Zi,seharusnya kamu tidak memperpanjang perdebatan lagi. Kamu harus belajar berfikir dewasa. Kamu itu sudah besar."
Aku terdiam mendengar perkataan Erich. Aku paling takut jika dimarahi. "Sudahlah Er. Jangan memarahi Zizi lagi. Lebih baik kita latihan saja. Ayo Zi,ikut aku. Kamu ingin bertemu Yosha kan?" Aku mengangguk dan mengikuti Theo. Hanya dia yang mengerti aku. Memang aku lebih dekat dengan Theo daripada yang lainnya.
Dor! Dor! Dor! Terdengar suara tembakan ketika aku memasuki sebuah ruangan. Ternyata ada seorang laki – laki dengan perawakan agak mirip dengan Theo sedang latihan menembak. Dia adalah Yosha,adik Theo. Kami menunggu hingga Yosha selesai dengan latihannya dan menyapanya.
"Theo,apa dia kekasihmu? Tapi kenapa dia jelek sekali. Wajahnya mirip dengan beru—Awww, apa kau sudah gila." Aku menginjak kakinya karena kesal.
"Apa? Mirip dengan apa? Ayo lanjutkan." Yosha meringis kesakitan. "Kau jahat Zi. Apa kamu berniat membunuhku juga. Kau sama sekali tidak berubah."
Aku tersenyum puas melihat Yosha yang kesakitan. Lalu aku memeluknya dan meminta maaf. "Apa yang sedang kau lakukan disini Yos? Bolehkah aku ikut?" Yosha menunjukkan sebuah pistol kepadaku.
"Aku hanya ingin mencoba senjata baruku Zi. Kau boleh mencobanya." Aku mengambil pistol ditangan Yosha dan mulai menembakkannya ke target. Ternyata kemampuanku tidak berubah.
"Wow,kau hebat sekali Zi. Bisa beri kritikan?" Aku mengatakan kalau tidak ada kekurangan pada pistolnya.
"Baiklah kalau begitu,simpan saja untukmu Zi. Sebagai hadiah." Aku berteriak kegirangan seperti anak kecil yang mendapat mainan. Tidak kusangka aku jadi yang pertama mendapatkan pistol ini.
"Oh iya Zi ,ayo ikut aku. Aku akan menjelaskan sesuatu padamu." Theo mengajakku dan Yosha ke sebuah ruangan dimana Erich dan Edward berada.
Kemudian Erich memulai pembicaraan.
"Baiklah,karena semuanya sudah berkumpul disini saya akan memulai pembicaraan. Kita ada misi untuk mencari orang ini. Namanya Sean Andrew, dia seorang pengedar narkoba . Dan dia juga orang yang telah menyebabkan sebuah bom meledak di Kentucky . Menurut Edward,dia sekarang ada di Havana, menjadi buronan internasional. Misi kita adalah menangkap orang ini dan kita akan mencari tahu siapa yang memberinya perintah. Besok kita akan berangkat ke Havana. Ada yang ingin ditanyakan?" Erich mengakhiri pembicaraannya sembari memperlihatkan sebuah foto.
"Yey,akhirnya kita liburan juga." Seruku saat mengetahui kalau target kami ada di Kuba.
"Kau ini,yang ada di pikiranmu hanyalah liburan dan liburan. Ingat,kamu belum boleh ikut misi ini. Kamu harus pergi kuliah besok." Kata Yosha.
"Yahhh,padahal aku ingin ikut kali ini. Sekali – sekali aku ingin ikut misi,Yosha. Erich,katakana padaku kalau aku boleh ikut,ya?" aku memohon pada Erich agar aku diperbolehkan ikut misi.
"Tidak. Kau harus masuk kuliah. Besok itu hari pertamamu Zi. Apa kamu ingin membolos? Kamu tidak mau membuat kakek dan ayahmu kecewa kan? Sekali ini saja,menurutlah." Aku hanya menurut saja jika Erich yang bicara. Entah kenapa aku tidak bisa membantahnya.
Aku pergi dari ruang pertemuan lalu keluar menuju pinggir danau. Tak lama kemudian, Theo datang dan duduk disampingku. Dia lalu meraih kepalaku dan membawaku untuk bersandar di pundaknya.
"Jangan marah – marah lagi. Kami semua ini saudaramu,bukan musuhmu. Jadi apa yang kami lakukan ini demi kebaikan kamu Zi. Bukan berarti Erich dan Yosha tidak menyukaimu. Aku janji. Lain kali kami akan mengajakmu jika urusanmu sudah selesai. Percayalah." Aku tersenyum mendengar perkataan Theo. Aku lebih mempercayai Theo daripada yang lain,jika sudah berjanji dia pasti menepatinya.
"Baiklah,aku pegang kata katamu, Theodore. Tetapi,apa mudah menangkap orang itu. Aku lihat tampangnya sangat buruk. Pasti dia orang yang licik." Theo tersenyum samar mendengar perkataanku.
"Kami pasti berhasil Zi. Kamu tidak tahu,kalau Erich itu pemimpin dan ahli strategi yang hebat. Apa kamu tidak mempercayai kakak – kakakmu ini?" Tiba tiba saja Edward datang dan menjawab pertanyaanku.
Aku menoleh dan menemukan mereka bertiga berdiri dibelakangku. Aku tersenyum lalu berdiri lalu memeluk mereka semua. Mereka juga membalas pelukanku. Kami jadi seperti Teletubbis yang saling berpelukan. Aku sangat bersyukur memiliki saudara seperti mereka.
"Ayo kita pulang, nanti nenek akan khawatir jika kita pulang terlalu sore. Apalagi kita belum izin kalau mau membawa Zizi." Erich mengajak kami pulang karena hari mulai sore. Kami pun menyetujuinya dan segera masuk mobil untuk pulang.
Aku menikmati pemandangan jalan yang dipenuhi oleh daun yang berguguran. Musim gugur hari ini memang sangat indah. Udara juga semakin dingin saja. Aku memasukkan tanganku pada mantel yang kugunakan.
…
"Aku pulang." Teriakku ketika sudah sampai rumah. Kakak – kakakku hanya menggelengkan kepala melihat kelakuanku yang masih seperti anak kecil.
"Kalian darimana saja. Kenapa membawa Zizi tanpa seizin Nenek? Kalian mau nenek bunuh hah!" aku tertawa melihat mereka dimarahi nenek.
Nenek memang sangat menyayangiku karena aku cucu perempuan satu – satunya.
"Maaf nek. Tadi Erich membawa Zizi ke tempat Erich. Kami hanya ingin Zizi belajar juga kok. Lain kali Erich akan izin pada nenek."
Nenek terlihat lega mendengar pernyataan Erich. Lalu nenek menyuruh kami untuk mandi dan segera menuju meja makan untuk makan malam. Kami pun segera pergi menuju kamar masing – masing. Aku menutup pintu kamarku lalu menguncinya. Ku hempaskan tubuhku diranjang dan memikirkan tentang keberangkatan mereka besok.
Apa aku harus menyelinap agar mereka tidak tahu? Tapi itu hanya akan membuat Erich marah dan akan menyuruhku pulang. Kenapa harus besok hari pertamaku? Apa aku harus membolos saja dan memohon pada Erich agar aku bisa ikut? Tidak – tidak,kakek akan marah jika mengetahuinya.
Apalagi itu universitas miliknya sendiri. Sudahlah, aku pasrah saja.
Aku menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian,aku segera turun untuk makan malam. Disana sudah ada Kakek,Nenek, Erich, Theo dan Edward.
"Wah,tuan putri kita sudah turun. Lama sekali kamu,apa kamu tadi mandi sambil menutup mata." Aku reflek memukul tangan Edward karena mangataiku.
"Awww,kau jahat sekali Zi. Aku ini kakakmu. Sopanlah sedikit." Aku hanya menjulurkan lidah pada Edward,kemudian aku duduk disamping Edward. Dia tidak terima dan membalasku. Melihat hal itu, nenek langsung meleraiku dan Edward.
"Sudah – sudah,kalian ini. Tidak sopan kalau berdebat di meja makan. Kamu juga Edward,jangan mengejek Zizi terus menerus. Kamu juga Zi, jangan kebiasaan memukul kakakmu. Sekarang kita makan dulu. Berkelahinya lanjutkan nanti."
Kami pun diam dan mulai makan. Tetapi kaki kami masih berulah dan mengenai kaki Theo. Theo merasa terganggu dengan hal itu,lalu dia menghunuskan tatapan tajamnya pada kami berdua. Aku dan Edward diam lalu melanjutkan makan.
"Dimana Yosha? Kenapa dia tidak ikut makan?" Aku menanyakan hal itu pada Edward.
"Dia masih istirahat. Mungkin makanannya akan diantar ke kamar. Oh iya Zi, temui aku di perpustakaan atas setelah makan. Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu." Ujar Erich.
"Baiklah."