"Selamat datang di tes masuk Akademi Sihir, Melldfy's Academy! Tes akan segera dimulai, tanpa banyak basa-basi, tidak akan banyak instruksi, jadi pastikan kalian telah mempersiapkan diri dengan baik."
Tiba-tiba saja, seperti kilat menyambar, seorang pria berdiri di depan kita. Tubuhnya besar, dikelilingi oleh kabut misterius yang membuatku ingin bertanya apakah dia adalah pahlawan atau penyihir yang tersesat.
Hum, dilihat dari kerutan dahinya, sepertinya dia belum bisa di panggil sepuh. Perkiraan umurnya masih sekitar 40 tahunan dengan janggut yang panjang dan berjubah hitam.
Botak, dan terlihat sangat serius.
Leah yang duduk di sebelahku langsung berbisik bahwa pria tersebut adalah profesor paling paling paling paling serius yang ada di akademi.
Semua siswa dan siswi di ruangan itu berusaha menahan napas mereka, menatap profesor dengan serius, seolah-olah ujian kali ini adalah pertarungan terakhir melawan naga purba—aku jadi ikut terbawa suasana.
Profesor itu melanjutkan dengan nada serius yang membuat bulu kudukku berdiri, "Tes kali ini akan sangat menentukan, jadi pastikan kalian memberikan yang terbaik."
"Dan satu lagi, tidak ada toleransi untuk penggunaan sihir gelap dalam tes ini.
Penggunaan sihir gelap akan dianggap sebagai tindakan curang dan bisa berakibat fatal. Jangan sampai kalian membuat kami kecewa." suaranya tegas dan terasa menusuk pandangan para siswa-siswi.
Mendengar larangan itu, hampir saja aku melompat kegirangan! Beruntungnya, aku lebih terampil dalam mengendalikan sihir umum karena aku punya hati yang baik, ya kan? Lebih baik jadi ahli sihir baik-baik daripada terjerumus ke dalam kegelapan.
Namun, tetap saja aku merasa sedikit cemas, karena tes tersebut akan menentukan masa depanku di Akademi Sihir. Yang dapat aku lakukan kedepannya adalah terus berusaha dan jangan menyerah!
/Klise sekali.
Setelah beberapa saat, aku mulai bertopang dagu, profesor itu mengoceh panjang lebar dengan intonasi yang sama, tidak banyak basa-basi katanya? Dasar pembual handal—mampu membuat ku menguap dua kali, suasana ini membosankan. Tidak ada sedikitpun humor yang terselipkan di ocehan penting tak penting itu.
Semua terlihat tegang seperti kuda yang baru saja tersambar petir.
Setelah memberikan instruksi tentang tes, akhirnya profesor itu kemudian memperkenalkan diri.
"Saya adalah Magister Damiel, seorang profesor di Akademi Sihir. Selama masa tes ini, saya akan mengawasi kalian dengan ketat dan pastikan kalian melakukan tes dengan jujur. Jangan coba-coba melakukan tindakan curang!"
"Sejauh apapun usaha kalian untuk melakukan hal tersebut,"
"Saya akan mengetahuinya."
Profesor Damiel memiliki wajah yang sangat tegas dan tatapannya sepertinya bisa menembus hati dan pikiran siswa yang coba menipu.
"Untuk tes kali ini akan ada beberapa tahapan." kata Profesor Damiel.
"Apa saja tantangan yang harus kami hadapi?" tanya salah seorang di meja tengah dengan rasa ingin tahu. Aku belum mengenalnya, sih, tapi sepertinya dia cukup berani.
Namun tatapan Profesor Damiel semakin intens, tatapan matanya seakan mampu mencekik tenggorokan hingga kering—kemarau, bahkan?
"Aku belum selesai bicara, bocah. Dengarkan sampai akhir." sekarang sepertinya dia sudah cukup kesal, haha.
Profesor botak itu mundur selangkah lalu memutar tubuhnya dengan mengibaskan jubah tebalnya. Angin yang dihasilkan cukup kencang menerpa wajah siswa yang duduk di paling depan. Entah mengapa, aku mencium aroma kakek-kakek yang cukup kental darinya.
Kalian pasti tahu kan, bagaimana aroma kakek-kakek itu? Aroma campuran antara wangi kayu tua, buku-buku kuno, dan sedikit rempah yang mengundang nostalgia.
"Tantangan pertama adalah mengalahkan monster golem dalam simulasi duel,"
"Tantangan kedua adalah mengumpulkan semua benda yang terdistorsi dalam ruangan,"
"Dan terakhir, tantangan aplikasi sihir akan menguji kemampuan kalian dalam mengaplikasikan sihir dalam kehidupan sehari-hari."
Baiklah, petualangan ku di dunia sihir sepertinya akan membosankan. Atau … tidak—bahkan menyeramkan jika aku bertemu dengan gadis tinggi berambut pirang.
Rumor yang beredar membuat ku enggan bertemu atau bahkan bicara dengannya.
Semoga saja gadis elemen api itu tidak tertarik denganku.
***
Setelah pembagian, aku menjadi absen pertama, tapi anehnya aku tidak bisa langsung melaksanakan tantangan pertama—apa-apaan ini? Ingin melangsungkan demo tetapi sepertinya yang tidak terima disini hanya aku, menyedihkan.
Rasanya seperti ingin memulai pertunjukan tetapi hanya aku yang belum siap, sangat menyedihkan.
Oleh karena itu, duel pertama dilaksanakan oleh gadis berambut ikal berponi lurus untuk melawan monster golem dalam simulasi duel yang diciptakan oleh Profesor Damiel.
Aku menampilkan wajah lesu dan hanya bisa menonton dari samping sambil mengamati cara mereka melawan golem.
Aku pikir semua akan terasa monoton, tapi ternyata gadis itu memiliki skill yang mumpuni dalam bertarung sihir.
Duel ini menjadi semakin menarik!
Dengan ancang-ancang, dia mengangkat tongkat sihirnya ke udara, sebelum golem itu menyerang, dia segera menggunakan sebuah mantera sihir elemen api yang menakjubkan. Sepertinya dia lulusan terbaik di akademi sebelumnya.
"Flamma Elementum, Incendere potentiam meam."
Tongkat sihirnya memutar indah, menciptakan sebuah cahaya yang persis seperti pantulan mutiara dengan api mengelilinginya.
Benar-benar menakjubkan, aku sekarang malah merasa sangat bersemangat, bahkan aku menggenggam kayu tua yang menjadi perbatasan dengan erat.
Golem itu terbakar sempurna beserta erangan keras yang keluar dari mulutnya, aku melihat gadis itu tersenyum miring, merasa puas mungkin?
"Profesor, hanya sebatas ini? Yang benar saja, ini terlalu mudah." ucapnya selagi meninggalkan arena.
"Ini diluar nalar, Leah. Bagaimana dia bisa menyelesaikan duel bahkan tidak kurang dari 20 detik?" kataku menoleh kearah Leah yang bertopang dagu di atas kayu pembatas.
Aku terkagum-kagum melihat aksi gadis berponi lurus tersebut dalam melawan golem.
Leah, sahabatku, tersenyum.
"Kamu pasti sekarang sangat menggebu-gebu ingin segera melakukan duel melawan golem, kan?" dia menjawab pertanyaan ku dengan sebuah pertanyaan lain.
Itu sudah jelas jawabannya.
"Tapi jangan senang dulu, abjad 'A' sepertinya berada di urutan terakhir, haha." lanjutnya membuatku geram, kesal.
Benar, setelah duel tadi, sekarang giliran seorang lelaki kurus dengan sweater rajut yang maju untuk melawan golem dalam simulasi duel yang diciptakan oleh Profesor Damiel. Fokus ku kembali ke arena duel.
"Maju kau golem bernapas nafas bau, aku akan mengalahkan mu dengan satu serangan." dia berucap dengan percaya diri, namun, sebenarnya dia menahan rasa takut melihat golem dengan ukuran yang cukup besar. Terlihat dari tangan dan kakinya yang gemetar, itu sudah menjadi jawaban. Aku sedikit merasa kasihan.
Sayangnya, lelaki itu kalah sebelum mengucap mantra, dan golem berhasil mengalahkannya. Namun, Profesor Damiel tidak segera menghentikan duel tersebut.
Tiba-tiba, golem yang seharusnya tampil lemah dan bergerak lambat akibat serangan yang ia lemparkan kepada laki-laki itu menjadi semakin kuat dan ganas. Lelaki kurus itu sudah kelelahan dan hampir pingsan.
Golem terlihat semakin berbahaya, aku sedikit terkejut melihat banyaknya perkembangan yang ada. Dan aku tidak dapat memahami mengapa Profesor Damiel tidak segera menghentikan duel tersebut.
"Leah, kenapa Profesor Damiel tidak segera menghentikan mereka? Apa yang terjadi? Bukankah anak laki-laki kurus itu sudah tumbang?"
Aku melihat raut wajah Leah yang juga merasa aneh.
Setelah berpikir sejenak, Leah menjawab, "Arriena, kamu pasti akan paham jika sudah mengikuti pembelajaran di akademi ini lebih lama lagi. Profesor Damiel ingin melihat sejauh mana batas kemampuan sang murid, itulah mengapa ia tidak menghentikan duel tersebut. Fakta bahwa golem menjadi lebih kuat dari sebelumnya mungkin disebabkan oleh sesuatu yang berkaitan dengan tujuan Profesor Damiel untuk mengajarkan sesuatu pada murid-muridnya," kata Leah.
"Namun, jangan bayangkan akademi ini dengan sesuatu yang indah seperti di cerita-cerita. Realitanya, akademi ini adalah tempat yang penuh dengan tantangan dan bahkan bisa mengancam nyawa kita. Tapi percayalah, disini kamu akan bertemu dengan banyak teman dan profesor yang bisa membantu kamu tumbuh menjadi lebih baik dalam menguasai kemampuanmu," jelas Leah serius sambil menyentuh bahuku.
Namun tetap saja itu mengganggu pikiranku, sekilas aku melihat guru Damiel tersenyum tipis saat lelaki kurus itu hampir pingsan, saat rumit memikirkan hal itu, aku di kejutkan dengan panggilan bahwa urutan simulasi duel selanjutnya adalah diriku.
Bisa-bisanya aku di nomor urut yang ganjil!
Sejenak aku menatap panggilan itu, hanya untuk menemukan bahwa tidak ada yang bisa kukatakan kecuali "I'm up."
Anehnya aku malah jadi agak gugup, tetapi juga penasaran untuk menghadapi kekuatan golem itu secara langsung dan mempelajari lebih lanjut kemungkinan yang terjadi. Namun, aku juga merasa khawatir tentang apakah aku akan berhasil atau tidak.
Overthinking strikes again! Aku lagi-lagi malah overthinking tidak jelas.
Tapi, aku terjebak dalam rentetan pikiran negatif yang tidak jelas. Aku melihat Profesor Damiel dengan tatapan penuh harapan, tapi dalam hati aku masih ragu dan takut.
Bisakah aku menaklukkan golem itu? Atau malah akan menjadi kegagalan epik?
"Ugh, kenapa jadi begini?"
Sialan.
Dimana keberanian yang ingin aku tunjukkan?
Mau tidak mau aku berjalan menuju arena dan siap untuk memulai simulasi duel.
Saat langkahku mendekati arena, mataku tertuju pada golem yang menjulang tinggi di hadapanku. Lebih dekat aku melihat, semakin terkejut aku. Golem itu sungguh luar biasa besar dan menakutkan. Wajahnya seperti badut yang biasa aku lihat di festival.
Pikiranku langsung berteriak, "Ini adalah perlombaan kekuatan, bukan kontes tata rias! Dasar menor." Aku berteriak dalam hati pastinya.
Dengan kekuatannya yang menjulang, golem itu terlihat seperti bangunan yang hidup dengan sendirinya, seakan-akan ia bisa berjalan dengan langkah-langkah besar yang menghancurkan segala yang berada di jalannya. Ukurannya sungguh mengesankan, membuatku merasa seperti semut yang kecil dan tidak berdaya di hadapannya. Aku hampir bisa membayangkan diriku yang hanya setengah dari betisnya—ditimpa oleh jari-jari raksasa golem itu, dengan hasil yang tidak terlalu menggembirakan—jadi gepeng dengan saos merah darah segar dan tulang renyah mungkin?
Tanpa prediksi sama sekali, golem tersebut langsung menyerang, namun meski dengan susah payah, aku menggulingkan badan untuk dapat menghindarinya dengan sempurna dan bersembunyi di balik salah satu pohon terdekat.
Di balik persembunyian, aku mengeluarkan sebuah mantera yang telah aku pelajari.
Aku terus membatin, semoga saja berhasil.
"Ventus Elementum, Vigorem meum perfundit."
Aku melayangkan sihir dengan sempurna, meski dalam keadaan baik, ternyata mantera tersebut tidak terlalu berefek terhadap tubuh musuh.
Aku jelas terkejut karena golem tidak sepenuhnya tumbang hanya karena mantra tersebut.
"Oh, ya ampun, Arriena, ini golem, bukan boneka balon!"
"Kau harus lebih serius mengucapkan mantra nya!" ucapku kepada diri sendiri.
Meskipun merasa kecewa dengan hasil serangan ku, aku harus segera merespons untuk menghindari serangan balik golem yang mematikan.
Namun, di tengah kepanikan itu, tiba-tiba kaki kananku terjepit oleh akar pohon yang menjuntai di bawahnya. Kesialan macam apa ini? Sejak kapan pula akar ini tertarik menjepit kakiku?
Aku terpental ke belakang dan jatuh dengan canggung ke tanah saat Golem itu merubuhkan benteng pertahanan ku.
"Sialan!" desis ku, sambil mencoba melepaskan kakiku yang terjebak.
Golem, yang melihat kesempatanku, tidak menyia-nyiakannya. Dengan langkah mantap, dia mendekatiku dengan sikap mengancam. Aku merasa seperti tikus kecil yang terjebak di antara kaki gajah.
Dengan usaha terakhir, aku berusaha mengeluarkan mantra penyelamat, tapi teriakan itu tercekat di tenggorokanku saat golem mengangkat salah satu tangannya yang besar-besar untuk menghancurkanku.
Percuma! Ini tidak akan sempat, aku tidak mungkin berakhir disini, kan?
Tiba-tiba, terdengar suara teriakan dari arah lain.
"Arriena!"