Matanya Lydia White tiba-tiba menjadi sangat lembut, bahkan sedikit kesal, seolah-olah dia seorang istri yang terkurung di dalam kamar, mengeluhkan kurangnya perhatian dari laki-lakinya.
"Hei, hei, apa ini? Apa kamu sedang menunjukkan ketidakpuasan padaku?" Basil Jaak melihat Lydia White sambil tersenyum kecil.
Setelah berbicara, Basil Jaak berdiri, meletakkan kopi di tangannya, dan memeluk Lydia White, yang menatapnya dengan teguran diam, ke dalam pelukannya.
"Ada hal yang bisa dilupakan, tapi ada pula yang tak terlupakan seumur hidup, hei, hei, seperti kamu!"
Basil Jaak menyandarkan kepalanya di bahu Lydia White dan berkata dengan dalam dan lembut.
Wanita sangat sensitif, tak mampu menolak deklarasi cinta yang tulus dari seorang pria.
Meskipun Lydia White adalah sepotong es dingin, di saat itu, dia mulai mencair pelan-pelan di tengah-tengah rayuan manis Basil Jaak.
