Chereads / Elemental Mastery - Aleatory / Chapter 4 - Gornaboa

Chapter 4 - Gornaboa

Gornaboa merupakan daerah yang terletak di pinggir utara negara bagian Vastlandor. Berbatasan langsung dengan negara bagian Smaldorn di bagian utara, pegunungan hijau yang panjang dan tebing-tebing menjadi penandanya. Sedangkan di bagian selatan berbatasan dengan Riraal, wilayah setingkat di dalam Vastlandor yang menjadi perantara apabila ingin ke ibu kota Moriga.

Desa Gornaboa terbentuk karena para penjelajah dari arah selatan yang selalu berkemah di dataran rendah ini sebelum meneruskan perjalanan ke Smaldorn. Di zaman dulu sebelum jalan-jalan beraspal ditemukan, para pedagang dan pengembara akan beristirahat di sini. Tanahnya yang datar dan hijau mirip padang savana menyiratkan bahwa setiap orang yang kelelahan harus berhenti di sini. Melihat padang tersebut seperti sudah menjadi tempat persinggahan yang wajib, beberapa orang mulai membuat pemukiman dan menjadikan hal tersebut sebagai ladang pencarian. Seiring berjalannya waktu pemukiman tersebut terus berkembang yang akhirnya menjadi desa Gornaboa.

Secara topografi Gornaboa terletak di dataran rendah yang dikelilingi bukit-bukit. Ada beberapa sungai dan danau kecil di bagian utara yang mengarah ke perbatasan, namun aksesnya masih di tumbuhi pohon-pohon besar yang lebat. Tidak ada pembangunan atau pembukaan lahan selain jalan setapak yang dibuat oleh orang-orang yang hilir mudik ke danau. Begitu juga di bagian selatan, pembangunan juga belum dikembangkan kecuali jalan yang diaspal yang menghubungkan dengan wilayah Riraal. Hamparan pohon tinggi-tinggi dan hutan belantara merupakan pemandangan yang biasa.

Rumah-rumah dengan desain persegi di setiap blok mengisi bagian terendah. Jalan-jalan yang sebagian dipaving membentuk pusat daerah dengan titik sentral jam besar yang berada di tengah kolam kecil. Di sekitaran jam besar itu juga bangunan perangkat desa dan rumah lama Arsen berada. Lain halnya di daerah yang sudah mengarah ke pinggiran, tanah coklat berlumpur apabila hujan turun menjadi akses sehari-hari bagi penduduk. Walaupun demikian penduduk tidak pernah mengeluh akan hal tersebut —anak-anak yang bermain ketika hujan turun seolah menghapus rasa muram karena tidak bisa beraktifitas.

*** *** ***

Arsen tinggal di bagian utara. Di pojok jalan yang bernama Danau Pirau —sesuai dengan nama danau yang berada di penghujung, dia menempati rumah persegi kecil seperti rumah-rumah di timur tengah. Bedanya, bangunan yang ditempati Arsen terbuat dari tumpukan papan pohon pinus. Atap bangunan tersebut ditutupi daun-daun panjang berwarna kuning keemasan. Setelah ditinggal mati Ayahnya pada umur 6 tahun, Arsen dipindahkan pengurus desa ke bangunan yang lebih mirip kandang ternak ini. Dia tidak pernah tau apa yang terjadi pada rumah orang tuanya —tidak ada yang pernah memberitahunya, dan seiring waktu dia juga sudah melupakannya.

Dari ujung jalan Danau Pirau, setiap pagi Arsen terus berjalan kaki seorang diri ke komplek sekolahan yang berada di dua-kali-belokan dari tempat tinggalnya. Selama lima belas menit perjalanan ke sekolah dia akan menyaksikan pemandangan yang membuat dadanya sesak dalam beberapa bulan kedepan —anak-anak yang bergandengan tangan dengan orang tuanya atau anak-anak yang selalu dengan senyum mengambang pada boncengan sepeda. Akan tetapi dia tidak pernah merasakan rasa sesak itu ketika melihat anak-anak yang duduk di dalam gerobak kecil yang ditarik oleh seekor kuda. Mereka adalah beberapa anak yang cukup beruntung yang tinggal di desa ini dengan status sosial yang sedikit berbeda. Dia hanya tau bahwa dia bukan sebagian dari orang yang beruntung itu, dan baginya itu tak masalah.

Kehidupan Arsen kecil banyak dibantu oleh tetangganya hingga ia berusia 10 tahun. Walaupun dia hidup sendiri, setiap hari nenek tua yang tinggal di seberang jalan selalu menyempatkan diri untuk mengantarkannya sarapan. Atau tetangga sebelah kiri yang selalu bersikap ketus ketika mengetuk pintunya untuk memastikan apakah dia masih bernafas atau tidak mati kedinginan. Kadang dengan membawakan selimut, sup hangat, atau hanya sekedar bertanya bagaimana harinya. Padahal mereka bisa saja mengajak Arsen untuk tinggal bersama —walaupun mereka telah menawarkan— namun Arsen kecil menolak.

Keluarga Colamn merupakan pebisnis kecil yang hidup sebagai tetangga Arsen. Di sebelah rumah beton yang lebih bersinar dari rumah kecilnya, membuat tumpukan papan itu seperti gudang terpisah yang dimiliki keluarga Colamn. Mrs. Colamn lah yang selalu memperhatikan Arsen. Wanita kurus paruh baya dengan sanggul menjulang yang selalu menanyai Arsen akan aktifitasnya sehari-hari. Apakah itu sudah makan, sudah belajar, atau sudah mandi, dia akan selalu mengingatkan Arsen dengan sikap ketusnya. Jika diperhatikan, kepalanya yang terangkat serta kebiasaan mengusap-usapkan kedua tangannya —seakan ada kotoran yang menempel— tiap saat Arsen membukakan pintu, dia terlihat sangat arogan, tapi sungguh dia sangat perhatian. Dia mengajari Arsen banyak hal berguna untuk hidup sehari-hari seperti mencuci pakaian, membersihkan rumah, mencuci piring, dan hal lainnya. Arsen tidak pernah membenci Mrs. Colamn. Bahkan mungkin dia belajar impersonasi bangsawan dari memperhatikan wanita tua itu setiap hari.

Arsen kecil tidak memiliki banyak teman. Dia lebih banyak menghabiskan waktu membaca apa saja dari pada bermain dengan anak-anak seusianya. Selayaknya anak yang baru bisa membaca, Arsen lebih tertarik kepada rangkaian kata-kata daripada harus bermain sepak terjang atau kejar-kejaran. Dia sering menghabiskan waktu di perpustakaan membaca apa saja yang terlihat menarik atau hanya duduk di kelas membaca buku pelajaran yang dipinjamkan oleh guru.

Berbeda halnya ketika ia sudah berusia 10 tahun. Arsen perlahan membuka diri dan berteman dengan siapa saja. Dia terlihat sangat aktif dari pada bocah lain secara umum. Seluruh sudut Gornaboa dia jelajahi berlarian main kejar-kejaran dengan teman sebayanya. Terutama dengan Kuri, yang memiliki tone kulit yang sama, namun dengan fitur wajah lebih mencolok. Arsen dan Kuri bahkan pernah main kejar-kejaran hingga ke perbukitan tempat penduduk desa menggembala ternak atau ke perkebunan tempat ladang-ladang dikembangkan.

Bagi Arsen keseluruhan Gornaboa merupakan rumah. Di seluruh sudut-sudut desa dia telah menginjakkan kaki kecuali Danau Pirau. Memang anak kecil tidak diperbolehkan ke sana dan Arsen hanya menurut karena dia merasa memang 'tidak diperbolehkan' kesana. Setiap kali rasa penasaran menggelitik dan memikirkan apa yang ada di sekitaran danau, tangan tak terlihat terasa seperti memeluknya. Sekejap kemudian hembusan angin kecil menghampiri lehernya membuat ia mengurungkan niat bahkan untuk sekedar mengintip ke arah danau.

Jika ada yang membuatnya muak dari desa ini paling hanya unggas Maleisa. Unggas ternak yang sudah seperti menjadi hidangan spesial desa. Hampir setiap hari Mrs. Colamn mengantarkan makanan olahan dari daging itu. Mungkin lima hari dalam seminggu isinya hanya unggas Maleisa. Belum lagi nenek yang tiap pagi mengantarkan sarapan sup hangat, pergedel kentang, atau olahan lain yang campurannya pasti selalu ada unggas itu. Bahkan ketika dia bermain ke rumah Kuri, orang tua bocah tonggos itu juga selalu memaksa dia untuk menghabiskan Maleisa lagi.

Hanya ketika sudah remaja dia mulai berpikir bahwa wajar saja jika setiap hari desa ini menyuguhkan Maleisa di tiap-tiap rumah. Desa kecil yang jumlah penduduknya tak seberapa, hasil peternakan yang melimpah, membuat desa ini kewalahan menghabiskan unggas Maleisa padahal sudah dikirim ke desa sebelah.