Chapter 25 - Makan Mie (1)

Meskipun Su Ran menganggap sikap putranya yang, "Bukan masalah besar bagiku untuk mentraktirmu. Kamu bisa memesan apa pun yang kamu mau" itu keren, mereka masih melakukan diskusi panjang sebelum memesan makanan.

Saat petugas pengiriman datang, Su Ran sedang mengobrak-abrik barang-barang milik Su Han.

Dia sudah membuang semua barang milik pemilik aslinya. Adapun harta benda milik Su Han, tidak banyak. Dia sudah memasukkan semuanya ke dalam lemari.

Saat Su Han menerima makanan tersebut, dia menyadari betapa beratnya isi dari kantong itu. Alisnya berkerut saat aroma makanan tercium dari wadah makanan.

"Semakin boros," gumam Su Han.

"Apa katamu?" Su Ran masih memeriksa pakaiannya ketika dia mendengar suara Su Han dari luar.

"Tidak ada," jawab Su Han cepat. "Makanannya sudah datang."

Setelah mengatakan ini, wajah Su Han kembali tanpa ekspresi. Sambil membawa makanan itu, dia meletakkannya di satu-satunya meja di apartemen, lalu dia berbalik dan berjalan ke arah sofa yang ada di samping.

Ketika Su Ran keluar dari kamar tidur, inilah yang dilihatnya: makanan yang tidak tersentuh sama sekali di atas meja, kepala Su Han tertunduk, dan dia duduk diam di sofa. Seolah-olah ada dinding tak kasat mata yang memisahkannya dari makanan.

Apakah makanannya kurang menggoda, atau remaja tersebut hanya belum lapar? Kenapa dia begitu cuek padahal makanan sudah ada tepat di hadapannya?

Merasa perilakunya aneh, Su Ran bertanya, "Makanannya sudah ada di sini. Kenapa kamu tidak makan?"

Ibu dan anak ini sudah menjadi orang asing selama lebih dari satu dekade. Tidak mungkin mengubah status quo dengan segera hanya dengan beberapa percakapan yang canggung. Jadi, Su Ran menebak, tidak mungkin Su Han akan menunggunya untuk makan bersama.

Su Ran dengan santai menanyakan pertanyaan ini. Dia terkejut ketika Su Han tiba-tiba menjadi kaku seolah-olah seseorang telah menekan titik-titik kelemahannya. Tak lama setelah itu, seringai muncul di wajahnya yang keras kepala.

Itu adalah fluktuasi kecil, tapi Su Ran dengan penglihatannya yang hampir sempurna berhasil melihatnya.

Penjahat kecil ah, anak-anak yang lebih manis lebih disukai. Dengan begitu, kematianmu tidak akan terlalu menyedihkan ketika saatnya tiba.

Di mana dia belajar membuat ekspresi yang tidak disukai ini? Dari pemilik aslinya?

Memikirkan pemilik aslinya, Su Ran tiba-tiba membeku karena terkejut!

Kenapa dia melupakan hal ini?

Dulu, pemilik aslinya hanya memesan apa yang dia suka. Dia tidak pernah repot-repot memesankan makanan untuk Su Han.

Setiap kali, setelah pemilik aslinya selesai makan dan minum sampai kenyang, dia mengambil dompetnya dan berjalan keluar dengan menggoda. Hanya setelah pemilik aslinya pergi dan suara sepatu hak tingginya menghilang di kejauhan, sesosok tubuh kecil keluar dari sudut ruangan untuk memakan sisa makanan yang tertinggal di atas meja.

Membayangkan gambaran itu, Su Ran merasa dadanya sesak dan tekanan darahnya meningkat.

Selain itu, karena dia memiliki ingatan pemilik aslinya, dia juga tahu bahwa sisa makanan itu tidak sengaja ditinggalkan untuk Su Han. Itu hanya karena pemilik aslinya sedang terburu-buru keluar dan terlalu malas untuk membuang sampahnya.

Bahkan sebagai pengamat, dia tidak tahan dengan cara pemilik aslinya memperlakukan putranya. Jika dia tidak menempati tubuh ini sekarang, Su Ran akan memiliki dorongan untuk memukul mayat pemilik aslinya.

"Kenapa kamu hanya duduk di sana? Aku memesan makanan untuk kita berdua. Ayo makan. Bihun lebar di restoran ini enak sekali. Cepatlah. Rasanya tidak enak kalau sudah dingin." Su Ran mencoba menggunakan nada suaranya yang paling normal untuk mengatakan ini. Saat Su Han melihat ke arahnya, dia sudah menyembunyikan simpati dan rasa sakit yang dia rasakan terhadapnya.

Melihat Su Han membeku di tempatnya, Su Ran hanya bisa berkata dengan nada setengah bercanda dan setengah mengancam, "Apa aku perlu menyuapi mu?"

Kalimat ini efektif. Su Han tiba-tiba berdiri dan mendekat.

Melihat dua wadah makanan di dalam tas, Su Han berhenti sejenak sebelum mengambil wadah yang lebih kecil tanpa ragu-ragu.

Author: Gongzi Shang