Chereads / Firuz Rausyan : Catatan Politik dan Militer / Chapter 3 - Chapter III : Kakek Tiri & Pertemuan Dua Kekasih

Chapter 3 - Chapter III : Kakek Tiri & Pertemuan Dua Kekasih

1 Oktober 1501. Istana Kekaisaran-Ibukota Tabreze, Kekaisaran Parseia.

kamar tidur ShahanshahSuara ketukan terdengar dari luar pintu kamar tidur. Perlahan-lahan FIruz terbangun dari tidurnya, Ia mengusap mata dan mengerjap-ngerjapkan matanya setelah tertidur semalaman, Firuz melihat kearah jendela, matahari sudah memancarkan sinarnya yang hangat nan cerah. Seperti biasa sang kepala pelayan, Aalih, membangunkan dia setiap jam tujuh pagi. Aalih sudah bertugas sebagai kepala pelayan sejak sembilan belas tahun silam, selama sembilan belas tahun ia mengabdi untuk sang ayah, kini Aalih mengabdi pada Firuz untuk mengurusi kebutuhan sehari-hari FIruz ; mulai dari bangun tidur, mandi, makan, audiensi, dan menjadwal kegiatan apa yang akan dilakukan oleh Firuz, sampai kembali tidur. Aalih membuka pintu kamar sang Shahanshah, bersama sepuluh pelayan istana ia memasuki kamar Shahanshah Firuz. Aalih beringsut membungkukkan badan pada Firuz yang sedang bersender di papan ranjang, Firuz balik balas mengangguk pada Aalih. Dua pelayan istana berjalan kearah jendela, lalu membukakan tirai jendela, sehingga sorot sang mentari dapat dengan leluasa masuk ke dalam kamar, hangat sang mentari begitu terasa."Selamat pagi yang mulia Shahanshah. Bagaimana tidur anda semalam?" Kata Aalih."Nyenyak, terimakasih." Jawab Firuz. "Kalau begitu. Apakah yang mulia sudah siap untuk memulai hari?" Tanya Aalih."Firuz melemparkan senyum pada Aalih, "Lebih dari siap. Mari." Jawab Firuz.Firuz beringsut bangun dari ranjangnya, hal yang akan dilakukan pertamakali oleh Firuz adalah mandi.***Tempat Pemandian ShahanshahKamar mandi untuk Shahanshah terletak di belakang Istana, di tempat terbuka di area taman. Kamar mandi itu lebih merupakan sebuah kolam besar, dengan atap terbuka sehingga membuat pantulan matahari dapat masuk kedalam tempat pemandian, dan pilar-pilar berukiran indah di keempat sisi kolam. Kelima pelayan wanita berdiri di tepi kolam dengan kedua tangan bersedekap, Biasanya kelima pelayan itu ditugaskan untuk memandikan Shahanshah, namun Firuz tidak terbiasa seperti itu, ia lebih suka mandi sendiri, dan ia tak terbiasa apabila ada orang lain menyentuh tubuhnya. Firuz menggosokan spons mandi ke bagian belakang punggung. Wangi rempah-rempah tercium menguap dari kolam pemandian, wangi rempah membuat Firuz merasa rileks sekaligus juga membuat aroma tubuh menjadi harum.Aalih berdiri di tepi kolam pemandian, "Setelah ini. Yang Mulia Shahanshah dijadwalkan untuk bertemu dengan Adipati Agung Dezfan." Ucap Aalih."Adipati dezfan katamu?" Tanya Firuz. mencoba memastikan ucapan Aalih."Ya, Yang Mulia. Adipati Agung Dezfan tiba semalam, ia ingin melakukan audiensi dengan anda." Jawab Aalih. "Baiklah. Terimakasih Aalih." Ucap Firuz.Adipati Agung Dezfan Jilani bukanlah orang sembarangan ; Dia adalah penguasa Satrap Jilani di utara Parseia, Sebelum pendirian Kekaisaran parseia ; Dezfan adalah raja kecil bagi daerah Jilani, selain itu dia juga adalah Ayah dari sang Ibu tiri Shahdokht Roxanne, dan kakek dari sang adik ; Shahrbanoe. Oleh karena itu tak heran apabila Dezfan Jilani digelari Adipati Agung oleh mendiang sang ayah, karena hubungan pertalian pernikahan, dan pertalian aliansi antara mendiang ayah dan Adipati Agung Dezfan Jilani dalam pendirian Kekaisaran Parseia.Ada rasa enggan didalam hati Firuz untuk menemui orang ini. Dua puluh tahun lalu, sang ayah menikahi putri Dezfan atas dasar aliansi militer dan politik ; Shah Syapur mendapatkan tambahan pasukan dan perlengkapan militer, sedangkan Dezfan mendapatkan hak istimewa berupa kebebasan membayar upeti, mendapat posisi sebagai *Vizier Kekaisaran, dan perluasan wilayah kadipaten Jilani sebesar dua kali lipat. Atas status istimewa itu, Adipati Agung terkenal suka menyombongkan dirinya di hadapan adipati-adipati yang lain, Dan mendiang Syapur pernah berkata pada sang putra, bahwa kelak ia harus berhati-hati dengan orang ini.FIruz segera mempercepat membilas tubuh, setelah itu ia menaiki undakan kolam, mengeringkan tubuh lalu mengenakan pakaian yang sudah ditaruh di atas meja pakaian."Mari, jangan membuat orang itu menunggu." Ujar Firuz. Suasana hatinya merasa amat enggan untuk bertemu dengan orang ini, tapi ia teringat akan pepatah 'Lebih cepat, maka lebih baik.".***Ruang AudiensiFIruz menemui Adipati Agung Dezfan di ruang audiensi. Sang Shahanshah dan Adipati Agung duduk berhadap-hadapan, hanya dipisahkan oleh meja panjang. Adipati mengenakan jubah Adipati, namuk yang menarik adalah serban warna biru dengan bertakhtakan berlian, menandakan bahwa dia adalah seorang Adipati Agung. FIruz ditemani oleh Jendral Mohsin yang berdiri di sampin Firuz, dan Khodad yang duduk di sebelah kanan Firuz."Dalam kesempatan ini izinkan saya untuk mengucapkan belasungkawa atas wafatnya Shahanshah Syapur. Sungguh, dia adalah seorang Shahanshah yang baik. Semoga engkau bisa seperti dia dalam memimpin Kekaisaran ini." Ucap Dezfan."Terimakasih tuan adipati agung, mohon bantu saya dalam memimpin Kekaisaran ini." Jawab Firuz. dengan nada seformal mungkin."Tentu saja, pastinya berat sekali untuk memimpin Kekaisaran ini sendiran...Apalagi anda masih sangat muda dan belum berpengalaman. Saya paham, tentunya ini waktu yang sulit sekali bagi anda bukan?" Jawab Dezfan.Firuz dapat meraskan hinaan halus dari ucapan Dezfan. Serangan pertama sudah dimulai pikir Firuz, dan FIruz sudah mempersiapkan kalimat balasan pada Dezfan."Anda memang benar, ini waktu yang amat sulit bagi saya. DI usia saya yang masih belia ini. Saya harus memimpin Kekaisaran saya dalam peperangan melawan jiran yang offensif, kemudian saya juga harus mengurusi pemakaman Ayahanda saya sendiri. Tapi, disaat penting seperti itu...kemanakah sang Vizier berada?, seharusnya ia selalu berada di sisi Shahanshah dan sang Wali Shahanshah" balas Firuz.Wajah Dezfan terlihat mengkerut, ada suara dengusan yang dapat terdengar dari rongga mulut Dezfan. Sepertinya Firuz sudah berhasil menyinggung sang Adipati Agung, tapi memang demikian kenyataan yang berlaku ; Dezfan tidak ada di Ibukota semenjak mendiang Shahanshah Syapur jatuh sakit pasca terluka akibat perang, ia beralasan kembali ke Kadipaten Jilan karena suatu hal yang tidak disebutkan secara spesifik."Maafkan hamba Yang Mulia, Karena ada suatu masalah internal di kadipaten saya, saya harus kembali kesana." Jawab Dezfan dengan datar.Firuz mengangguk, berpura-pura memahami alasan Dezfan. "Baiklah, saya paham.".Ada jeda sejenak, sebelum Firuz kemudian angkat bicara."Kalau boleh tahu ada urusan apa tuan Adipati Agung ingin bertemu dengan saya?" Kata firuz."Anda langsung membicarakn bisnis, Yang Mulia?""Yah, tentu."Dezfan duduk di kursinya, tampak agak gusar. "Saya sebenarnya tidak menyetujui pengangkatan anda sebagai Shahanshah." Kata dezfan.Jantung Firuz serasa melompat mendengar ucapan Dezfan. Orangtua yang ada di hadapannya ini mulai menaikkan taruhannya. Firuz melirik pada Khodad ; mereka berdua saling berbagi pandang penuh tanya, lalu Firuz melirik pada Mohsin yang berdiri di samping ; wajah Mohsin menatap lurus pada Dezfan, sementara tangan kanan diletakkan di pegangan pedang yang tersampir di pinggul."Mengapa anda berkata seperti itu, tuan Adipati...Agung?" Tanya Firuz."Bagaimana aku harus mengatakannya. Tapi menurut saya, ada dua faktor ; pertama anda lahir sebelum Kekaisaran ini berdiri, kedua mendiang ibu anda berasal dari kasta rakyat rendahan. Anda seharusnya memimpin Kadipaten anda tempat mendiang ayahmu berasal, yakni di kadipaten Azarideijan." Ucap Dezfan.Firuz membeku dan tercengang. Sulit rasanya menelan ludah sendiri tatkala mendengar ucapan yang keluar dari mulut Dezfan. Namun ia mencoba mengendalikan dirinya. "Kalau demikian pendapat tuan Adipati Agung. Menurut anda, Siapakah yang cocok berada di atas takhta?" tanya Firuz."Siapa lagi menurutmu?, tentu saja tuan putri Shahrbanoe lah yang pantas menduduki takhta ; karena ia lahir setelah Kekaisaran ini berdiri, dan ia lahir dari rahim putriku yang merupakan putri seorang raja terhormat di daerah yang dulunya bernama Jilan, yakni aku." Ucap Dezfan dengan nada tegas.Mohsin mulai mengetuk-ngetukkan jari di pedang. Sepertinya Mohsin sudah tidak sabar untuk menebas leher si Adipati Agung, pikir Firuz.Jadi ini tujuan mengapa Dezfan menginginkan pertemuan dengannya. Ia berambisi untuk menguasai takhta Kekaisaran, dengan menundukkan sanga dik yang masih memiliki trah JIlani keatas takhta, dengan begitu secara otomatis ; trah Jilani menjadi penguasa atas Kekaisaran Parseia."Maaf tuan Adipati Agung. sayangnya saya sudah dilantik menjadi Shahanshah. Dan memang benar, mendiang Ibunda saya, adalah seorang perempuan dari golongan rakyat jelata...Tapi patut anda ingat juga, saya adalah putra sulung dan satu-satunya dari mendiang Shahanshah Syapur, dan aturan suksesi mengatakan jika anak Laki-laki berada di urutan pertama suksesi, sebagai tambahan juga, mendiang Shahanshah Syapur juga menulis surat wasiat agar akulah yang menduduki takhta jika beliau wafat. Dengan begitu...saya memiliki legitimasi juga tas takhta Kekaisaran parseia." Kata Firuz. Ada sesuatu yang mencekat tenggorokan Dezfan. darimana bocah ingusan ini pintar berkata-kata seperti ini, pikir Dezfan. Dezfan berdehem, lalu angkat bicara, "Saya harap Yang Mulia mempertimbangkan untuk abdikasi, demi kelangsungan Kekaisaran ini...Atau..." Ucap Dezfan lalu menghentikan kalimatnya, tatapan matanya tajam kearah Firuz.Firuz memecingkan kedua matanya, "Atau apa?"."...Atau suatu krisis legitimasi akan terjadi di Kekaisaran ini, suatu krisis yang mungkin dapat mengarah pada konflik bersenjata." Ucap Dezfan dengan dingin.Firuz melemparkan senyum sinis pada Dezfan. "Saya tidak khawatir. Apabila krisis itu benar akan terjadi, maka akan saya hadapi...yang jadi pertanyaan dimanakah posisi anda ketika hal itu terjadi?" Kata Firuz."Saya harap anda mempertimbangkan ucapan saya." Kata Dezfan.Dezfan mengedarkan pandang ke sekeliling ruangan audiensi. Ia lalu menghela nafas dan bangkit dari tempat duduknya."Saya harus permisi Yang Mulia. Terimakasih sudah meluangkan waktu anda untuk saya." Kata Dezfan.Firuz mengangkat satu tangannya, meminta dezfan agar tidak pergi dulu. "Sebentar, ada sesuatu yang ingin kusampaikan padamu Adipati Agung." Ujar Firuz."Apa itu?""Mengingat usia anda yang sudah tua, pengabdian anda pada Kekaisaran selama hampir dua puluh tahun terakhir, dan kesibukan anda di tanah kadipaten anda. Saya umumkan bahwa saya memberhentikan anda dari jabatan anda sebagai Vizier, terhitung sejak detik ini juga. Saya ucapkan terimakasih ats pengabdian anda pada Kekaisaran selama ini." Ujar Firuz.Ada sebilah pisau yang menusuk kedalam rongga dada Dezfan tatkla mendengar ucapan Firuz. Namun ia tak mampu berkata-kata."Oh jadi begitu ya, tidak apa-apa...saya hormati keputusan anda. Baiklah, saya permisi dulu kalau begitu." Ucap Dezfan.Beberapa saat setelah Dezfan meninggalkan ruang audiensi, Jendral Mohsin angkat bicara."Ingin sekali rasanya kusobek mulut orang itu dengan pedangku. Dasar tidak tahu sopan santun." kata Mohsin."Pantas saja tanganmu dari tadi sudah siap-siap ada di pedangmu." Jawab Firuz sambil tertawa kecil."Kau hanya perlu memberikan titah saja Yang Mulia, dengan senang hati akan kusobek mulutnya itu. Sudah dari dulu aku ingin merobek mulut sialannya itu" timpal Mohsin"Tidak Mohsin. Ini ruang audiensi, bukan tempat algojo. Tapi dia memang kurang ajar, makanya kuberhentikan dia sebagai Vizier, aku tidak membutuhkan Vizier yang tidak tahu sopan santun seperti itu." Ucap Firuz.Khodad menoleh pada Firuz, tubuhnya dicondongkan sedikit agar lebih dekat pada Firuz, "Tapi tadi itu memang panas sekali, Aku tidak menyangka Adipati Agung Dezfan akan mengatakan hal itu padamu.".Firuz menoleh pada Khodad, "Dia orang yang haus kuasa dan culas. Ayahku mempertahankan dia karena hubungan pernikahan dan komitmen aliansi dengannya. Tapi tidak berlaku lagi untukku...Bagiku, dia bukan siapa-siapa.".Khodad menganggukan kepalanya dengan pelan, tanda setuju dengan ucapan Firuz."Yang Mulia harus hati-hati dengan Adipati Agung Dezfan ; katamu dia orang yang haus kuasa dan culas, dan aku setuju dengan ucapan yang Mulia, sebab pengalamanku juga mengatakan demikian. Saya yakin dia tidak akan berhenti sampai disini saja, pasti dia akan merencankan sesuatu" Ucap Mohsin.Firuz mengetuk-ngetukkan jari di lengan kursi, memikirkan yang diucapkan oleh Mohsin. Orang yang haus kuasa dan culas biasanya juga cerdas ; dan tak dapat dipungkiri, Dezfan adalah orang yang cerdas.Firuz menoleh pada Mohsin, "menurutmu, apa yang harus aku lakukan?"."Anda harus mengawasi pergerakan Dezfan sebagai tindakan berjaga-jaga. Sebaiknya anda berkonsultasi pada kepala intel kita, Behruz. Dia orang yang cakap soal telik sandi dan loyal pada anda." Ucap Mohsin memberikan saran."baiklah, terimakasih atas sarannya Mohsin." Jawab Firuz."lalu, siapakah yang akan mengisi posisi Vizier?" tanya Khodad."Bagaimana kalau kau menjadi Vizier, Mohsin?" Ucap Firuz.Mohsin menggelengkan kepalanya, sambil beringsut hormat pada Firuz."Saya haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kepercayaan yang Mulia pada saya. Tapi saya sudah tua, dan saya tidak memiliki kecakpan sebagai seorang Vizier." Jawab Mohsin, menolak halus tawaran Firuz."Tapi. anda adalah pejabat senior di dalam lingkungan istana, dan anda juga memiliki sumbangsih atas pendirian kekaisaran ini. Saya rasa jabatan Vizier memang sudah sepantasnya anda emban, Mohsin." Ucap Firuz, berusaha meyakinkan MohsinSekali lagi Mohsin menggelengkan kepalanya, ia lalu tersenyum ; menampakkan kerut wjaah di kedua pipi. "Sekali lagi saya katakan, Saya berterimakasih atas kepercayaan yang mulia, Namun saya sudah tua, mungkin umur saya tinggal beberapa tahun lagi. Saya sudah puas mengabdi selama puluhan tahun sebagai Jendral, juga sebagai salahsatu pendiri Kekaisaran ini, dan kehormatan saya yang paling besar adalah menjadi pengawal pribadi dan pengasuh anda yang Mulia. Harap Yang Mulia mencari seseorang yang lebih pintar dan lebih muda dari saya.". Firuz dapat merasakan ketulusan dan kerendah hatian dari ucapan Mohsin, Ketulusan seorang hamba yang mengabdi pada sang tuan dengan senang hati dan tanpa pamrih. Tapi apa yang dikatakan Mohsin juga ada benarnya ; meskipun ia terlihat masih gagah, ia sudah rimpuh untuk mengemban jabatan sebagai seorang Vizier. "Kalau begitu aku menunjukmu, Khodad, untuk menjadi Vizier-ku." Ujar Firuz.Khodad terkejut dengan ucapan Firuz. "T-tapi..." Ucap Khodad dengan terbata-bata, namun belum selesai ia melengkapi kalimatnya, Firuz sudah lebih dulu memotong."Tidak ada tapi. Ini perintah langsung dari aku sebagai seorang Shahanshah, apa kau berani menolak titah dari Shahanshah?" Ujar Firuz.Khodad menelan ludahnya, lalu menghela nafas pasrah. "Baiklah, aku terima titahmu...Yang Mulia Shahanshah." Jawab Khodad."Bagus. Aku percaya kamu akan menajdi seorang Vizier yang baik dan berbakti untuk Kekaisran dan Shahanshah-mu." Ucap Firuz sambil melemparkan senyum pada Khodad."Aku sependapat dengan Yang Mulia. Aku yakin, Khodad akan menajdi Vizier yang baik bagi yang Mulia dan Kekaisaran." Timpal Mohsin sambil tersenyum pada Khodad.***Pekarangan taman, depan kamar putri Shahrbanoe.Jalan setapak ini adalah celah yang Arman temukan ketika ia masih kecil dulu. Siapa yang menyangka, jika jalan setapak yang tak sengaja ia temukan ini, akan mengantarkannya pada sang kekasih hati.Kejadian itu terjadi ketika Arman baru berusia enam tahun. Sebagai seorang bocah laki-laki, rasa ingin mengeksplorasi begitu kuat di benak Arman, ia menemukan jalan setapak ini yang tersembunyi di antara pepohonan rindang di salahsatu sudut bagian dalam Istana, karena penasaran ia menyusuri jalan setapak ini. Hari itu adalah pagi yang indah di musim semi bulan April ; angin berhembus semilir membuat daun-daun bergemerisik, sementara burung-burung berkicau dengan merdu, Arman menyenandungkan lagu kanak-kanak sambil berjalan di jalan setapak itu. Lalu jalan setapak itu mempertemukan dia dengan dengan sang kekasih yang sedang mengadakan pesta teh dengan kawan-kawan bonekanya. "Oh hai, mau ikut minum teh bersama kami?" Katanya dengan ramah, Kuluman senyum yang indah dan polos membuat Arman seolah-olah tersengat pada sang gadis manis. Sejak saat itu, Arman kerap mengunjungi dan menghabiskan waktu bersama sang gadis ; mengikuti permainan yang dimainkan oleh si gadis, atau berceloteh tentang hal-hal yang biasa dibicarakan oleh anak kecil."Kamu mau gak jadi pacarku?" Tanya Arman pada sang gadis, ketika itu Arman berusia tigabelas tahun.Gadis itu merona wajahnya mendengar tawaran cinta dari Arman, Ia menundukkan kepalanya lalu mengangguk malu-malu. semenjak saat itu mereka berpacaran. Kemudian, satu setengah tahun yang lalu, ketika Arman mendaftar ke dalam dinas keprajuritan dan diberangkatkan ke medan perang, Arman dan sang kekasih menghabiskan waktu bersama semalaman di pondok kecil yang menghadap kolam ; keduanya saling bersandar pada tubuh masing-masing, jari-jemari kedua pasang kekasih ini saling tertaut satu sama lain.Suasananya sama persis seperti malam ini ; Bulan bercahaya dengan terang dengan sedikit awan menggantung di atas langit, dan angin malam berhembus begitu damai menentramkan hati."Kau besok mau berangkat ya?" tanya gadis itu sambil menyenderkan kepalanya di bahu Arman.Arman mengangguk, "Ya." Jawab Arman singkat.Gadis itu menyampirkan tangannya begitu lekat pada lengan Arman, seolah terasa berat untuk melepas kepergian sang kekasih."Janji ya, kamu akan kembali." Ucap gadis itu dengan lirih.Arman mengelus lembut ujung kepala si gadis, lalu mengecup ujung kepalanya. "Ya, aku berjanji padamu, aku akan kembali dengan selamat, tanpa kekurangan suatu apapun." Jawab Arman untuk menghibur hati sang kekasih.Terlihat pelupuk mata si gadis basah oleh airmata. Dengan lembut, Arman menangkup wajah si gadis dengan kedua tangan, lalu menyapukan kedua ibu jari untuk menghapus airmata sang gadis. Arman memandangi wajah sang kekasih yang masih ditangkup olehnya ; kedua bola mata hitam yang indah, rambut hitam panjang yang berkilau oleh sinar rembulan, dan kulit pipi terasa begitu halus di telapak tangan, bibirnya yang merah muda terlihat mengatup. Ingin sekali Arman mengecup bibir sang kekasih, namun ia tak memiliki keberanian ; jadi ia mengalungkan kedua lengannya di sekitar tubuh sang gadis, dan memeluknya dengan erat ; ia menghirup dalam-dalam aroma sang kekasih untuk ia kenang ketika jauh nanti ; wangi lavender adalah wangi khas sang gadis. Kini sudah satu setengah tahun berlalu sejak peristiwa indah itu terjadi, dan Arman akan memberikan kejutan pada sang kekasih. Terlihat cahaya lampu minyak dari dalam kamar sang kekasih, pertanda ia belum tidur. Arman beringsut, memungut beberapa butir kerikil, lalu melemparkan batu kerikil kearah kaca jendela.Beberapa saat kemudian terdengar suara pintu yang digeser, lalu sang kekasih menampakkan diri ; ia mengenakkan gaun tidur berwarna putih, rambut panjang hitam terlihat tersampir di punggung, matanya mengedarkan pandang di sekeliling taman."Siapa ya?" tanya sang gadis dengan lembut, melihat lurus kearah sosok yang berdiri di balik semak-semak."Apa kau merindukanku...Banu?" Ucap Arman sambil melangkah maju untuk mendekat pada sang kekasih ; yang tak lain adalah putri Shahrbanoe."Arman!. Benarkah itu kau!?" Seru Shahrbanoe, menyaksikan Arman yang ada di hadapannya."Ya, ini aku Banu. Aku kembali." Jawab Arman.Shahrbanoe segera memeluk dengan erat Arman. Sudah satu setengah tahun ia merindukan sang kekasih, setiap malam ia memanjatkan doa pada sang singular ; berdoa demi keselamatan sang kekasih, dan sang singular mengabulkan doanya. Arman balas memeluk Shahrbanoe, tangannya menjelajahi punggung, rambut dan belakang kepala sang kekasih. Kemudian ia mengenggam lembut kedua bahu Shahrbanoe agar dapat melihat wajahnya."Shahrbanoe, benarkah ini kamu?" tanya Arman sambil memandang lekat-lekat sang kekasih.Kedua bola mata Shahrbanoe terlihat mengedut, agak kebingungan dengan pertanyaan dari Arman. "Iya ini aku Shahrbanoe, memang kenapa?""Satu setengah tahun kamu kutinggalkan, dan wow, kamu terlihat semakin cantik saja." Goda Arman.merona merah wajah Shahrbanoe mendengar pujian Amran, ia tersipu malu lalu menepuk lembut pipi kanan Arman. "Ah, bisa saja kamu." kata Shahrbanoe. keduanya kemudian tertawa.Arman merogoh sesuatu di tas selempangnya. Lalu menyodorkan seikat bunga lavender pada Shahrbanoe."Ini bunga lavender untukmu Banu, bunga lavender ini kupetik dalam perjalanan pulang dari perbukitan Dahuk. Kamu suka bunga lavender kan?" Kata Arman.Shahrbanoe mengangguk, "Iya, aku suka sama lavender." jawabnya.Shahrbanoe menerima bunga lavender pemberian Arman, alalu menghirupnya dalam-dalam. "Hmmm. Harum." Kata Shahrbanoe mengagumi wangi lavender."Sama sepertimu, harum seperti bunga lavender." Ucap Arman pada Shahrbanoe. Shahrbanoe tersenyum dengan manis mendengar pujian Arman, ia lalu menggamit lengan Arman sambil menunjuk ke pondokan."Ayo kita ngobrol," Ajak Shahrbanoe.Keduanya lalu bercakap-cakap di pondokan kecil tempat mereka berpisah satu setengah tahun lalu. Lama sekali mereka saling bercakap-cakap ; Arman membicarakan pengalamannya di medan perang, sementara Shahrbanoe membicarakan kehidupan sehari-hari di dalam istana dan kematian ayahnya ; Shahanshah Syapur. Arman mengelus-elus ujung kepala Shahrbanoe, sebagai tanda simpati atas duka yang meliputi sang kekasih."Aku turut berdukacita atas kematian ayahmu. Ia adalah seorang ayah yang baik, dan Shahanshah yang baik. Semoga arwahnya tenang di sisi Sang Singular." Ucap Arman."Terimakasih Arman, akumasih agak sedih dengan kematian ayahku. Tapi setidaknya aku bahagia sekarang, karena kamu kembali dengan selamat." Ucap Shahrbanoe."Itu semua berkat kakakmu, Ia seorang jenius militer. Berkat kakakmu lah aku dan yang lain bisa kembali dengan selamat, dan Kekaisaran kita memperoleh kemenangan telak atas Torkiye." Ucap Arman."kau benar Arman." Setuju dengan ucapan Arman.Tangan Arman menyentuh lembut pipi Shahrbanoe, lalu telapak tangannya menjelajah hingga rambut. ia mengagumi paras cantik jelita dan laku baik Shahrbanoe, bibir merah muda itu ingin sekali ia kecup."Kamu semakin dewasa, dan semakin cantik, Banu." Ucap Arman."Kamu mengatakan itu terus dari tadi." balas Shahrbanoe dengan malu.Arman mengumpulkan semua keberanian di dada untuk mengatakan ini. "Sudah sebelas tahun kita saling mengenal, dan tiga tahun kita berpacaran. Banu...bolehkah aku menciummu?" tanya Arman.Kedua bola mata Shahrbanoe terlihat membulat, sedangkan rona wajah kian memerah, beberapa kali tatapan mata Shahrbanoe naik turun sebelum menatap kembali pada Arman. "E-eh, Y-yah...B-boleh kok." Jawab Shahrbanoe dengan malu-malu."Baiklah." kata Arman.Arman mendekatkan wajahnya pada wajah Shahrbanoe, menangkup wajah Shahrbanoe. Lalu kedua bilah bibir mereka saling bertemu dan tertaut ; ini adalah ciuman pertama bagi Arman maupun Shahrbanoe. Janji satu setengah tahun yang lalu telah ditunaikan dalam satu pertemuan dan ciuman pertama penuh kasih. Arman mencintai Shahrbanoe, demikian juga Shahrbanoe mencintai Arman, kini hanya masalah waktu saja kapan hubungan mereka berdua akan mengikat cinta mereka dalam suatu ikatan resmi, namun sebelum itu terjadi, apakah yang lain akan setuju?Bersambung