Zaman dahulu, ada sebuah istana di atas langit. Istana tersebut sangat megah sampai membuat iri para makhluk lain kepada pemiliknya. Para pelayan yang seorang titan lalu lalang dengan kain sutra yang terlilit di tubuh mereka. Gaia, Ratu di kerajaan tersebut sedang duduk di singgasananya. Kursi di setelahnya kosong, menandakan Zeus sang suami sedang pergi berkelana di luar sana entah ada urusan penting atau sekadar menggoda para wanita.
"Anda memanggilku, ibunda Ratu," sapa seorang wanita yang memiliki rambut berwarna silver berkilau. Matanya yang berwarna senada tampak sayu yang tertutupi oleh bulu mata putihnya yang panjang. Kulitnya putih seperti porselen, dengan pipi dan bibir yang merah
.
"Para iblis itu membuat masalah lagi. Kapan kau akan memusnahkan mereka?" tanya Gaia dengan suara yang menggelegar. Saking tingginya tingkat Gaia sebagai Dewi, tidak semua orang sanggup mendengar suaranya.
Seminggu yang lalu Gaia memerintahkan Selene untuk memusnahkan suatu ras dengan alasan ras tersebut banyak menyebabkan kerusakan di muka bumi. Padahal Selene tau alasan utamanya, karena ayahnya berselingkuh dengan salah satu wanita di ras tersebut. Ibunya selalu begitu, pikirnya. Selalu membunuh apapun dan siapapun yang menjadi selingkuhan ayahnya, bahkan Medusa seorang wanita polos dan baik yang dijebak oleh ayahnya juga dikutuk oleh ibunya.
"Aku berjanji hari ini aku akan melakukannya ibu." Selene menenangkan ibunya Gaia. Bahkan setelah tahu apa yang diperintahkan Gaia, Zeus tetap keluyuran mencari wanita.
Alasan utama selain tidak tega adalah, karena ada seseorang yang Selene cintai dari ras itu. Seorang pria yang lembut, bertolak belakang dengan julukan iblis mereka. Seorang pria yang rela melakukan apapun untuk Selene. Seorang pria yang dia cintai.
Mungkin Selene juga melakukan dosa besar seperti ayahnya, bukan selingkuh, melainkan mencintai seorang iblis. Karena sampai kapanpun, iblis dan Dewa/Dewi tidak akan bisa bersatu. Takdir buruk selalu mengutuk mereka yang menawan ketentuan tersebut.
Keesokan harinya, sesuai yang Selene janjikan kepada ibunya, Selene berencana menghilangkan ras iblis dari muka bumi. Alih-alih membunuh mereka semua, Selene dengan menjual setengah umumnya kepada Hades, Dewa Kematian, membuat sebuah dunia yang berada di tengah tengah antara dunia kehidupan dan kematian dan menepatkan ras iblis di dunia tersebut. Selene menghapus ingatan mereka juga untuk menghindari perang antara iblis dan dewa. Hanya pasangannya lah yang ingat tentang Selene, Dewa dan Dewi serta bumi yang dulu mereka tinggali.
Bersamaan dengan itu, Selene berniat untuk meninggalkan bumi dan tinggal bersama mereka, tetapi harapan itu sirna ketika Gaia datang tiba-tiba. Selene pun mati di tangan ibunya sendiri, dengan kekuatannya yang tersisa, Selene menutup tirai dunia tersebut agar para Dewa dan Dewi tidak dapat menemukannya.
Itulah bukti cinta Selene kepada pasangannya, seorang iblis.
.
2.30 AM
Aku menarik napas panjang. Sambil memegang sebuah kotak kecil dengan batu ruby berbentuk bulat yang menutupi hampir seluruh permukaan kotak itu. Jika aku yang sekarang adalah aku tiga bulan yang lalu, mungkin saat ini aku tidak perlu terjaga dengan mata setengah mengantuk sambil memandangi jam digital diatas meja kecil disamping tempat tidurku.
"Ah sial." Aku mendengus dan membalik posisi tubuhku. Setidaknya ini lebih baik daripada kerja paruh waktu di café depan perusahaanku.
"30 lunar koin per minggu? Pemilik café itu sudah gila ya?"
Sudah 3 bulan aku menggerutu mengenai gaji dari kerja paruh waktu di café yang baru saja buka satu tahun lalu itu. Kerja dari jam 8 pagi sampai 9 malam dan hanya digaji 30 lunar koin per minggu? Yang benar saja, bahkan biaya kontrak tempat tinggalku yang berukuran hanya 4x3 sekarang adalah 100 lunar koin perbulan. Memangnya aku harus menahan lapar tiap hari.
2.45 AM
Sudut mataku melirik jam digital yang berbunyi. Sudah saatnya aku bersiap-siap.
"Hahh, aku tidak sabar untuk mengerjakan pekerjaan konyol itu hariini!" Bayangan di depanku tersenyum, itu adalah aku yang sedang menyemangati diri sendiri di depan cermin.
Ting!
Renald:
Celine, jangan lupa untuk memastikan
pandanganmu akan mengarah hanya
pada gelas dan sendok. Okee???
Ok.
Handphone sudah kumasukkan ke dalam tas selempang kecil. Rambut sudah aku sisir dengan rapi, tidak lupa memakai parfum melati yang sangat menyengat. Jika kalian bertanya kenapa aku tetap memakai parfum ini biarpun aromanya membuatku ingin pingsan, jawabannya adalah karena ini adalah ketentuan dari pekerjaanku.
Aku mematikan lampu dan mencabut semua listrik. Bukan karena hemat listrik-sebenarnya karna itu juga sih-tapi alasannya utama aku mematikan semua sumber listrik sebelum berangkat kerja adalah karena kekuatan dari alat pembuka portal ini bisa meledakkan tempat tinggalku yang kecil ini jika aku tidak mematikannya.
Aku membuka kotak kecil yang sedari tadi tidak lepas dari tanganku dan mengucapkan nama panjangku.
"Celine Brown."
Aku menutup mata dengan rapat. Sebuah cahaya yang sangat terang tetap menyakiti mataku biarpun aku sudah menutupnya dengan sangat rapat. Telingaku berdengung, aku merasa tubuhku ditarik kebawah oleh gravitasi yang kuat, kemudian ke atas, ke depan, ke belakang, ke segala arah. Intinya, aku merasa tubuhku berputar dengan sangat kencang, namun kakiku tidak beranjak dari tanah.
Setelah situasi kembali menjadi normal, aku membuka mataku perlahan. Di depanku sudah terlihat sebuah pintu besar yang terbuat dari besi yang sudah berkarat. Biarpun penerangannya minim aku masih bisa melihat bunga lily yang mengelilingi pagar yang terbuat dari batu di hadapanku. Pagar itu sangat tinggi sampai sebenarnya lebih pantas untuk disebut tembok. Dengan lumut di beberapa bagian batunya tapi tetap terlihat bersih. Aku menelan ludah sebelum mengetuk pintu.
'Aku harap tidak terlambat lagi.'
Karna kotak teleportasi itu murah jadi membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk sampai ke lokasi tujuan, biarpun hanya terasa beberapa detik bagiku.
Krieekk
Seorang wanita paruh baya membuka pintu besar yang memenuhi pandanganku sejak tadi. Rambut hitamnya yang beruban dia ikat rapi ke belakang. Terkadang aku berpikir bahwa Madam Lysa memakai gel yang biasa dipakai pramugari di kepalanya. Aku pernah ingin bertanya tapi aku yakin dia tidak tahu apa itu pramugari.
"Celine, waktumu hanya sisa 3 menit untuk menyiapkan semuanya! Astaga! Sudah berapa kali aku katakan seharusnya kau mulai teleportasi 30 menit lebih cepat kan!"
Dibalik wajahnya dingin yang menyeramkan dengan alis yang selalu berkerut, Madam Lysa adalah orang yang cerewet. Perfeksionis. Itu masuk akal mengingat dia sudah bekerja dibawah Evington County sejak dia masih anak-anak.
Memang mengerikan memperkerjakan anak dibawah umur, tapi setidaknya dia sekarang sudah menjadi kepala pelayan.
"Aaaa, maaf madam! Tadi aku sangat mengantuk dan tidak sengaja tertidur. Saat aku bangun, astaga! Sudah jam 2.45!"
Tentu saja aku berbohong. Alasan utama kenapa aku tidak teleportasi padahal tetap terjaga sejak jam 12 malam adalah karena aku masih belum terbiasa untuk kerja di tempat ini. Biarpun sudah 3 bulan. Aku rasa mentalku belum cukup kuat.
"Sudahlah, cukup dengan alasanmu itu." Madam Lysa memegangi dahinya yang semakin berkerut. "Cepat masuk dan siapkan obatnya! Tuan Caspiel sudah menunggu di kamar beliau."
Tanpa menjawab aku melangkahkan kaki menuju bangunan besar yang tampak sangat mewah namun sudah tua.
Para pelayan bilang Evington County adalah keluarga paling miskin diantara para bangsawan. Hah, miskin apanya. Mansion tempat mereka tinggal sangat besar, mungkin setengah dari mall terbesar yang pernah aku lihat. Biarpun hanya memiliki 3 lantai, tapi di depannya penuh dengan berbagai bunga. Madam Lysa pernah bilang bahwa Count Derrick sangat mencintai istrinya, Countess Anita. Mengetahui Countess Anita menderita sakit keras 5 tahun lalu dan tidak bisa keluar mansion, Count Derrick menghabiskan hampir 50% kekayaan County untuk membangun sebuah taman bunga di sekeliling mansion dengan bunga yang bahkan sulit untuk ditemukan di kerajaan Craenitus.
Aku tidak pernah tidak kagum ketika memasuki mansion ini, biarpun sudah memasukinya setiap hari selama 3 bulan. Semua pajangan, hiasan, bahkan ornamen pada temboknya adalah emas. Bahkan penerangannya adalah chandelier yang hanya bisa kulihat pada film film kerajaan. Miskin apanya. Tidak bisa kuelak, terkadang aku berpikir untuk mengikis emas itu dan membawanya pulang. Tapi gajiku disini sudah lebih dari cukup, dan aku pasti akan mati dibunuh jika ketahuan.
"Hari ini, 3 sendok. Celine! Ingat baik-baik, jangan jawab apapun yang ditanyakan Tuan Caspiel, jangan berbicara dengannya. Cepat selesaikan tugasmu dan pulanglah!"
Madam Lysa memegang bahuku dan berbisik sangat keras. Hampir saja nampan yang kupegang hampir jatuh saking kuatnya dia memegang bahuku.
"Yaa, ya aku tahu madam. Sudah 1000 kali kau mengatakan itu, bagaimana aku lupa?" Aku tersenyum tipis dan segera melepaskan diri dari cengkramannya.
'Aku juga mau cepat cepat pulang tahu!'
Mungkin kalian berpikir, jika tempat ini sangat mewah dan memanjakan mata, kenapa aku masih saja takut setiap pergi bekerja.
Jawabannya adalah, karena semua orang disini, termasuk Madam Lysa, adalah Iblis.