Mikoto Aisa, menatap ku dingin dengan sedikit percikan listrik terlihat.
"Iya, kau tidak salah dengar. Bila kau calon guru dikelas ini maka terima tantangan ku!" ujar nya menatap ku dengan rasa benci yang mendalam, aku mengerti dengan tatapan itu.
Berdasarkan Intel yang kuterima sebelumnya, saat terjadi serangan Grimoire Slime. Teman baiknya dalam situasi berbahaya, Aisa berusaha untuk meminta tolong kepada guru tetapi orang itu sudah kabur duluan bersama murid-murid lainnya.
Hal itu lah yang membuat sifat memberontak muncul dalam dirinya serta membuat pribadi yang tak mempercayai sosok orang dewasa. Hal itu pun membuat kelas ini belajar mandiri tanpa bimbingan seorang guru.
"Boleh, kau tentukan tempat pertarungan."
"Ikuti aku... " Diriku mengikuti Aisa dari belakang, terlihat Rin menatapku dengan raut wajah khawatir. Aku hanya tersenyum dan mengedipkan mata kiri ku kepada nya.
Kami pun sampai di salah satu lapangan kosong, dengan beberapa penonton mengamati termasuk Rin dan Pak Tendou dari balik jendela gedung.
Kami saling bertatap, mundur 5 langkah kaki dan bersiap untuk bertarung.
"Baiklah, apakah kau siap?" tanya Aisa bersiap menyerang, namun aku menghentikan nya
"Tunggu sebentar!" Aisa pun menatap ku heran. Aku baru ingat bahwa diriku membawa 'persenjataan' yang bisa melukai diriku sendiri bila suatu saat serangan listrik Aisa mengenaiku. Oleh karena itu aku segera melucuti diriku sendiri.
Dan sudah kupastikan penonton, backseater, pembaca, bahkan Aisa sendiri terkejut dengan apa saja yang ku bawa.
Diriku mengeluarkan pistol m1991, senapan mesin uzi, kawat besi, senapan serbu ss2-v5 a1, senapan runduk SVD, pelontar granat China Lake, kerambit, beberapa granat lempar, 2 gas air mata, 4 flashbang, beberapa magasin senjata, serta belasan pisau lempar.
Semua pun terdiam, heran kenapa senjata dan alutsista itu ada dibalik pakaian ku?
Jawaban nya... Rahasia?
"Oke, aku siap!" Dengan segera, Aisa pun meluncur ke arah ku melemparkan beberapa serangan listrik. Namun aku dengan mudahnya menghindari serangan tersebut dan membalas nya dengan tendangan samping. Efek nya tak berarti apa-apa tetapi hal itu membuat Aisa mundur dua langkah.
"Untuk guru baru dengan latar belakang yang mencurigakan, kau hebat juga." puji Aisa sebelum kembali melontarkan beberapa serangan listrik ke arah ku, tentu saja aku bisa menghindari tersebut.
"Kalau begitu, bagaimana dengan ini?" Aisa segera menyentuh tanah dan mengalirinya dengan listrik, awalnya diriku terheran tetapi saat itu juga insting ku bereaksi dan segera aku mundur dari posisi ku. Sebuah duri terbuat dari partikel besi muncul dari dalam tanah, hampir melukaiku.
"Hampir saja..." ucap ku bernapas lega
"Ini belum seberapa, HAAAHHH!!!" Aisa kembali melontarkan serangan listrik dan duri besi secara acak dan hampir mengenai ku beberapa kali. Ia pun segera membuat dua buah pedang dari partikel besi dan segera menyerang ku disaat aku sendiri kewalahan dengan sekitar.
"Rasakan ini... " bilah pedang tersebut terlihat bergetar seperti gergaji mesin, apakah ia sudah gila?
Jadi begini cara main seorang Dark Railgun? Kalau begitu akan 'kubekukan aliran listrik dirimu' Mikoto Aisa!!!
Dalam sekejap, aku memunculkan pedang es panjang dan memodifikasi bilah pedang tersebut agar berfungsi layak nya gergaji mesin terimakasih untuk ide pedang partikel besi milik Aisa.
"Icicle Longsword!!!"
"T-Tak kusangka, kau pun seorang Esper..." kata Aisa dengan nada terkejut, aku hanya membalasnya...
"Esper yahh? Aku dari dulu ing-"
"Kau lengah!!!" perkataan Aisa benar, sebuah pedang lain yang digenggam nya diayunkan menuju perut ku. Namun dengan cepat aku merapalkan sebuah trik lain...
"Icicle Balance Longsword!!!"
Sebuah bilah pedang es muncul di ujung genggaman yang kupegang, menahan serangan pedang lain. Membuat Aisa kembali terkejut.
"Saatnya aku akhiri pertarungan ini, rasakan ini!" setelah itu aku membatalkan perwujudan pedang es dan segera melompat barrel roll menghindari tebasan kedua pedang besi milik Aisa.
"Apa yang?!"
"Icicle Fist!!!" Diriku langsung melontarkan pukulan berselimut partikel es menghantam wajah Aisa telak. Membuatnya terseret belasan langkah sebelum pada akhirnya tak sadarkan diri.
"Khhh... Kau menang..." lirih nya lemah seraya menatap kesal diriku.
Disaat bersamaan aku terduduk, baru kali ini aku bisa merapalkan 'trik es' tersebut tanpa kelelahan berat. Apakah diriku sudah berkembang?
Entahlah, tapi yang jelas. Kekuatan ini bisa membantuku saat aku berhadapan dengan Grimoire itu atau...
ketika diriku melaksanakan kontrak untuk membunuh Aisa. Aku yakin sekali...
"Perkenalkan, nama saya Miria Winchester. Guru baru sekaligus wali kelas kalian. Maaf soal kerusuhan barusan, nanti teman kalian Mikoto-san akan kembali bila ia sudah siuman. Tolong kerja sama nya dari kalian." ucap ku menatap luas murid-murid, mereka pun membalas...
"Tolong juga kerja sama nya Miria-sensei!"
"Marga ku terbalik, jadi untuk kalian panggil saja Winchester-sensei." Setelah itu, pelajaran pun dimulai.
Waktu berlalu, aku terduduk lemas di kursi kerja ku. Pak Tendou pun datang.
"Bagaimana dengan mengajarnya?"
"Lumayan menarik murid-murid dari kelas itu, terutama Rin. Sayang sekali Mikoto-san tak menghadiri pelajaran ku." ucap ku hambar mengingat pertarungan sebelumnya.
"Tak apa Nona Winchester, terkadang anda harus melakukan hal yang seharusnya." ujar nya seraya pergi.
"Pak Tendou mau pulang?"
"Iya, kau pun pulang lah. Akhir-akhir ini jalanan sedang tidak baik-baik saja." Setelah mendengarkan nasihat Pak Tendou, diriku segera merapikan meja kerja dan segera pulang.
Di tengah jalan aku melihat seorang pria berjalan menuju ku, lebih tepatnya arah yang berlawanan. Ia membawa kantung plastik berisi entah apalah itu, yang jelas itu bir atau bahan-bahan untuk makan malam.
Disaat kami berpapasan entah kenapa muncul suatu aura yang membuat ku bernostalgia sekaligus merinding. Diriku berkeringat dingin dan gemetar terhadap apa yang baru saja terjadi, sensasi ini sama ketika diriku datang ke tempat asal ku yang hancur belasan tahun yang lalu.
Disaat itulah aku berbalik, namun pria itu tak ada dalam pandangan ku. Seolah keberadaan serta wujud nya hilang ditelan angin malam.
"Hahh... Hahh... Apa yang sebenarnya terjadi?"
To be continued...