Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Kepingan Mimpi

🇮🇩Cicianzhere
72
Completed
--
NOT RATINGS
23.8k
Views
Synopsis
"Jangan kangen sama aku ya" Ucap Naomi. "Kalau kamu bilang kangen sama aku, nanti aku pengen cepet pulang". Setelah Rio melamar Naomi dengan romantis didalam bioskop, bukannya menuju pernikahan mereka justru harus menjalin hubungan jarak jauh. Naomi pergi ke Jepang untuk mengikuti mimpinya bekerja diluar negeri, sedangkan Rio baru saja memulai karirnya. Cincin berwarna putih yang disimpan Rio serta kenangan bersama selama bertahun tahun kini menjadi satu satunya harapan agar Naomi tak berpaling dan pergi darinya. Namun semua itu seolah tak berarti setelah Naomi bertemu Kubo, seorang anak muda yang kini menjelma menjadi pria yang selalu mencari Naomi sejak lama. Mampukah Naomi dan Rio mempertahankan hubungan jarak jauh mereka? "Dan aku tidak akan bisa menyerah begitu saja" Begitulah pikiran Kubo saat tau Naomi sudah memiliki seorang kekasih.
VIEW MORE

Chapter 1 - Sebuah Hubungan

Naomi, tubuhnya yang kecil sedang mengigil kedinginan dikursi belakang motor. Sudah lima belas menit dia diam tak berbicara. Membiarkan kekasihnya Rio merasa mengantuk mengendarai motor tanpa celotehan Naomi sepanjang jalan. Biasanya, Naomi terus menerus berbicara tanpa henti saat diperjalanan untuk menghilangkan bosan ataupun rasa kantuk, terkadang ia bernyanyi atau sedikit banyak menggoda Rio demi menghilangkan rasa bosan.

"Ngomong dong, ngantuk nih" Tegur Rio.

"Dingin, ga ada tenaga buat ngomong" Balas Naomi dengan suara sedikit gemetar.

"Idih, udah dikasih makan juga tadi. Sia sia aku buang uang" Ledek Rio.

"Sembarangan" Naomi tertawa kecil, "Ngomong apa dong?" Tanya Naomi.

"Apa aja boleh, nyanyi juga ga apa apa" Lanjut Rio.

Naomi diam sejenak mencari ide, tapi angin yang berhembus malah semakin membuatnya kedinginan dan terserang rasa kantuk. Waktu sudah hampir tengah malam, namun mereka masih belum sampai setengah perjalanan menuju rumah Naomi. Jalanan sudah sepi karena besok adalah hari senin. Malam senin-an. Begitu istilah diantara mereka, karena hari kerja Rio yang baru selesai di hari sabtu, mereka sering kali melewatkan waktu malam minggu, dan lebih banyak menghabiskan malam senin bersama.

Sudah hampir delapan tahun mereka menjalani hubungan, tanpa status. Mereka tidak punya komitmen untuk berpacaran, hanya saling menjaga dan memberikan kebebasan. Naomi mengenal Rio saat di bangku sekolah SMA, saat itu Naomi adalah murid pindahan dari luar kota. Ya, Luar Kota. Tempat yang ditinggali Naomi saat ini bisa dibilang berada di pinggiran kota. Butuh waktu perjalanan satu jam untuk menuju pusat kota dari tempat tinggal Naomi saat ini.

Selama masa SMA, seantero sekolah sudah tau bahwa Naomi punya hubungan dengan Rio. Namun Naomi selalu menutupi hubungan mereka dengan alasan bahwa mereka tidak memiliki status apapun. Bahkan Naomi membiarkan beberapa teman sekolah mendekatinya. Meski Naomi selalu menolak mereka. Bagi Naomi, merasa bebas dan tidak dikekang adalah segalanya. Dan bagi Rio, selama Naomi belum menjadi miliknya. Naomi bisa memilih siapapun yang ingin dipilihnya.

"Aku suka sama kamu" Bisik Naomi pelan.

Nada suaranya jadi begitu halus, bahkan terdengar jelas ditelinga Rio yang tertutupi oleh Helm. Saat ucapan itu terdengar, Rio hanya tersenyum kecil.

"Udah tau"

"Bagus kalau gitu"

"Bagus ?"

"Iya, biar kamu ngejauh kalau dideketin cewe lain"

"Kok gitu ?"

"Iya kan aku suka kamu, kamu tau aku suka kamu. Jadi kamu harus tanggung jawab"

"Yaudah aku pura pura nggak tau"

"Tapikan udah tau"

"Yaudah anggap aja gak tau"

"Gak bisa dong, gaboleh gitu"

"Bisa dong,kenapa gak bisa"

"Yaudah aku gak jadi suka sama kamu"

"Kok gitu ?"

"Tau ah, sebel"

"Kok sebel, yaudah maunya gimana sekarang ?"

"Terserah"

"Dasar Cewek"

Saat tiba didepan gang rumah Naomi, Rio terpaksa harus mematikan motornya agar tidak terdengar bising oleh tetangga rumah. Rumah Naomi berada didalam gang kecil, berdempetan dengan rumah lainnya. Dan saat sudah larut malam, suasana disekitar rumah memang sudah sepi. Naomi turun dari motor dengan sedikit jinjit karena meski dia tinggi, dia tetap tidak mengerti caranya turun naik dari motor besar milik Rio.

"Susah ni turunnya" keluh Naomi sembari membuka helm.

"Perasaan dari awal aku beli motor sampe sekarang masih aja ngeluh, Sisi aja ngga pernah komplain apa apa"

"Yeee, bahas bahas mantan gebetan segala" Ledek Naomi.

"Iya dong, kan bukan cuma kamu yang punya banyak gebetan. Aku juga pernah"

"Tapi kan yang langgeng sama kamu, aku doang" ucap Naomi dengan bangganya, "Tapi, makasih ya malam ini" ucap Naomi sembari merapikan bajunya.

Tiba tiba suasana menjadi lebih hening, Rio hanya menatap Naomi penuh dengan harapan. Alisnya terangkat menggoda.

"Ga ada yang ketinggalan?" Tanya Rio menunggu.

Naomi tersenyum kecil, "Ga ada"

"Ada, ngga sempet tadi di bioskop" paksa Rio.

"Apa? Apa yang ketinggalan" Naomi berpura pura.

"Kamukan tau"

"Ga, aku ngga tau"

"Sebel" Keluh Rio.

"Makasi ya, hati hati pulang. Kabarin aku kalau udah sampe rumah. Harus sampe rumah pokoknya. Ngga boleh kenapa kenapa dijalan"

"Ada yang ketinggalan!" paksa Rio lagi.

"Nanti aja, aku chat. Pake emot yang banyak"

Naomi berlari kabur kedalam rumah sebelum Rio sempat membalas, didorongnya motor itu dengan berat dan menjauh meninggalkan rumah Naomi.

Diam diam, dibalik gorden berwarna biru Naomi mengintip, memastikan laki laki itu benar benar pergi. Saat melihat Rio menghilang dari gang rumahnya, Naomi masuk kedalam kamar. Samar samar terdengar suara televisi dikamar sebelah, sudah dua hari dia tidak berbincang dengan ayahnya. Sesekali ia melirik ponsel, tapi tak ada satupun pesan masuk. Sejenak Naomi duduk diatas kasur, diam diam dia merasa sepi.

"Aku ngga mau pulang" pikirnya.

Rumah ini hanya rumah sepi yang ditinggali Naomi dan ayahnya, sedangkan ibunya masih tinggal diluar kota. Itu kenapa Naomi tidak pernah suka ada dirumah. Ayahnya hanya seorang penggangguran yang mengandalkan penghasilan Naomi untuk kehidupan sehari hari, dan ibunya. Naomi tidak tau kabar ibunya sendiri. Bahkan perempuan itu sama sekali tidak bertanya soal kabar Naomi. Kedua orang tuanya sudah bercerai sejak mereka kecil, dan Naomi. Ia tidak pernah berpikir bahwa rumah ini adalah rumahnya. Begitulah hubungannya dengan kedua orang tuanya, ia hanya berbicara saat ada sesuatu yang penting. Bahkan meski Naomi libur seharian dirumah, rumah itu tetap sepi.

Waktu sudah hampir pukul satu dini hari, ia tak beranjak untuk mandi, hanya duduk diatas meja belajar sembari menatap layar laptop. Perempuan itu sedang menunggu balasan pesan dari email yang dikirimnya tiga bulan lalu.

"Yoshhhhh!" teriak Naomi.

Matanya melebar saat melihat isi email dalam daftar pesan yang belum terbaca.

"Selamat, kami sudah menerima lamaran pekerjaan anda dan akan memberikan anda informasi lanjutan" baca Naomi pelan pelan sembari memastikan bahwa email yang diterimanya bukan email penipuan.

Perempuan itu menyandarkan bahunya ke kursi, ia menarik nafas dalam. Sudah enam bulan ini Naomi sedang mencoba mendaftar untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan di Jepang. Satu tahun dirinya memperdalam bahasa Jepang, dan tahun ini dia mendapatkan sertifikat kemampuan bahasanya, hingga itu yang membuatnya nekat melamar pekerjaan diluar negeri. Dahulu, ia sering mendengar bahwa dengan bekerja di Jepang bisa mendapatkan gaji yang cukup tinggi. Ia ingin menghasilkan lebih banyak uang.

Tinggg!

Sebuah pesan masuk kedalam ponselnya, ia segera pergi keatas kasur dan bersiap tidur tanpa mandi.

"Udah sampe" Baca Naomi.

"Iya, udah tau. Orang udah setengah jam" Ketiknya.

"Mau tidur aku, besok kerja pagi" Balas Rio.

"Yaudah, selamat tidur sayang" Balas Naomi lagi, menutup pembicaraan diantara mereka.

Ditatapnya layar ponsel yang masih menyala, menampilkan fotonya dan Rio. Foto itu diambil saat mereka pergi berlibur ke taman hiburan. Sudah hampir delapan tahun saat pertama kali Rio menyatakan perasaan padanya. Saat itu bahkan Rio tidak punya nyali untuk mengatakan perasaannya secara langsung pada Naomi. Rio hanya mampu mengatakan perasaannya melalui sebuah pesan singkat. Setelah lulus SMA, mereka sempat berpisah karena Naomi yang harus kembali tinggal diluar kota untuk memenuhi tuntutan pekerjaannya. Dan baru kembali bersama saat setelah satu tahun mereka berpisah. Naomi selalu percaya bahwa saat dirinya tetap setia, meski mereka berpisah tanpa mengetahui kabar satu sama lain Naomi adalah milik Rio. Dan siapa yang memilikinya adalah tempat ia akan selalu kembali. Karena bukan Rio yang mengikatnya, tapi perasaan rindu Naomi sendirilah yang akan terus membawanya kembali.

Naomi mengingat kembali saat itu, saat pertama kali mereka bertemu setelah satu tahun berpisah.

"Kenapa nggak jadiin aku pacar kamu?" Tanya Naomi.

"Biar kamu siap" Jawab Rio.

"Siap apa?"

"Siap kalau aku nyakitin kamu"

Naomi hanya diam penuh tanya sembari memandangi Rio.

"Kalau aku jadiin kamu pacar aku, artinya kamu ngga boleh sama orang lain. Nanti perasaan kamu cuma terpaku sama aku, terus kalau tiba tiba aku suka sama perempuan lain nanti kamu lebih sakit" Jelas Rio.

"Kalau sekarang, kayak gini. Kamu bebas, selama aku belum milikin kamu. Belum nikahin kamu, aku ngga punya hak ngelarang kamu untuk suka dan pilih orang lain" Tambahnya.

"Jadi kamu mau nyakitin aku terus pergi sama orang lain?" Tanya Naomi.

"Enggak, aku ngga akan pergi dari kamu selama kamu ngga pergi dari aku"

"Tapikan perempuan juga perlu status, perlu tau hubungan aku sama kamu apa" Jelas Naomi.

"Kalau aku mau kamu jadi pacar aku, dan aku larang kamu buat jauh jauh dari semua cowo yang ada dideket kamu, kamu mau?"

Naomi diam, tidak berkata kata apapun.

Begitulah hubungannya dengan Rio.

Tidak saling mengikat.

Tidak saling mengekang.

Tidak saling curiga.

Tapi kuat dan saling pengertian.

"Selamat malam" Gumam Naomi dalam hati.

Malam ini Naomi berhasil tidur lebih awal dari biasanya, karena hari hari lainnya ia bisa tidur lebih dari jam dua dini hari karena terserang insomnia yang terus menerus membuat matanya tidak terserang kantuk sama sekali. Ditemani suara gemericik hujan yang diputar melalui ponselnya.